Liza Juliati Cristiani, Anggota Pokja III TP PKK Kota
Surabaya
SAYA ORANG INDONESIA
“Kalau bisa memilih, saya ingin menjadi
Ratu Elisabeth yang sampai tua dielu-elukan orang. Tapi kita tidak bisa
memilih. Jadi jangan lihat warna kulit, di sini jiwa kami Indonesia,” ujar Liza
J Cristiani. Satu dari sedikit perempuan keturunan Thionghoa yang memilih
bergelut di organisasi berbasis kemasyarakatan, PKK. Kendati diskriminasi
kesukuan masih kerap hadir. Seperti apakah?
Pembawaan
yang riang dan energik membuat Liza-panggilannya, terkesan lebih muda dari
usianya. Perempuan yang menginjak usia hampir kepala tujuh tersebut masih aktif
melakukan berbagai kegiatan. Khususnya kegiatan sosial yang sudah pasti menyita
begitu banyak waktunya.
Ditemui
di kediamannya, Liza yang saat ini masih terhitung sebagai anggota aktif TP PKK
Kota Surabaya, memang dituntut menjalani aktifitas yang padat sekaligus mobile.
Akan tetapi meski begitu, Liza masih menyempatkan diri mengikuti pelatihan
berbagai macam kerajinan. Sehingga tak heran, ketika pertama bertandang ke
rumahnya, Puspa seolah memasuki sebuah galeri seni.
Rumahnya
tidak terlalu besar. Meski juga tidak bisa dibilang kecil, namun tertata rapi dan
artistik. Meja kursi kayu berukir berada di sudut selatan ruangan. Dihiasi beberapa
pahatan kayu berbentuk angsa di atas meja yang ternyata toples makanan. Terdapat
pula pigora tiga dimensi berisi kerajinan bunga kering yang berada di dinding
sebelah utara ruangan. Tak hanya itu, sebuah lemari besar yang sekaligus
berfungsi sebagai penyekat ruangan, nampak penuh dengan berbagai macam karakter
patung boneka kecil. Belum lagi, lukisan-lukisan yang seolah menunggu giliran
untuk dipajang.
Jika
ditanya apakah semua itu hasil karyanya, sudah pasti jawabannya iya. Namun
apakah Liza seorang pekerja seni, ia bergumam cukup lama sebelum memutuskan
untuk menjawab. “Saya itu suka belajar apa saja hal baru yang belum saya tahu.
Tapi kalau ditanya untuk apa semua kerajinan ini, hanya untuk kesenangan. Saya
gak ada pikiran untuk mengkomersilkan karya-karya saya ini,” tutur Liza
kemudian.
Sangat
suka belajar dan ulet. Kedua sifat itulah yang membuatnya tak jarang menjadi
utusan untuk mengikuti berbagai pelatihan kerajinan yang digelar beberapa
instansi pemerintah. Bahkan bisa dikatakan, kebiasaan itulah yang membuat Liza
diangkat menjadi anggota PKK Kota Surabaya, khususnya Pokja III.
Sebelum
aktif di PKK Kota Surabaya, Liza telah cukup banyak berkecimpung di organisasi
sosial kemasyarakatan. Salah satunya Lions
Club Surabaya Kencana. Di organisasi ini pula, ia mengenal Juretta Mursyam, Plt
Ketua TP PKK Kota Surabaya yang kemudian merekrutnya. Meski jauh sebelumnya,
tawaran untuk berkegiatan di PKK telah sering diterima. Namun ditolak, dengan
alasan kedua anaknya belum bisa ditinggal.
“Ketika
masa Pak Bambang DH jadi walikota, Bu Mursyam kembali menagih janji. Ayo Bu
Liza ikut PKK, sekarang mau alasan apa lagi, anak-anak sudah besar dan
mandiri,” kenang Liza diiringi tawa.
Belajar Nasionalisme
Terlahir
di Bondowoso, pada 16 Juli 1948 dan dari keluarga Kristen Katolik yang taat,
Liza menjalani pendidikan dasar di Sekolah Dasar Katolik di Banyuwangi. Namun
memasuki jenjang sekolah menengah, ia memilih masuk ke sekolah menengah negeri
dibanding sekolah Katolik seperti saudara-saudaranya. Alasannya terbilang
klise, ia ingin merasakan bagaimana bergaul dalam keberagaman. Perbedaan agama,
suku, ras, bukan halangan untuk bisa hidup berdampingan dalam kerukunan.
Liza
bahkan mengaku geram ketika mengetahui masih banyak diskriminasi yang terjadi
di masyarakat. Ditambah lagi dirinya yang masih tergolong keturunan Thionghoa
yang tak luput dari sinisme masyarakat. Padahal sekalipun ia tak pernah
menganggap kesukuannya sesuatu yang berbeda.
“Saya
mungkin Chinese, tapi saya hafal lagu
kebangsaan Indonesia, sila-sila pancasila. Bahkan krama inggil pun saya fasih, justru bahasa mandarin yang saya tidak
bisa sama sekali,” ujar Liza setengah berkelakar ketika ditanya, alasannya
bersedia berkecimpung di dunia sosial.
Mengabaikan
sinisme masyarakat, Liza mengaku senang menjalani kesehariannya di dunia
sosial. Meski kelelahan dan kekecewaan terkadang menghampiri ketika niat
baiknya dipandang sebelah mata, kepuasan melihat kebahagiaan orang-orang yang
dibantu menghapus semua rasa lelah dan kecewanya. Ia hanya berharap bahwa kelak,
masayarakat akan bisa melihat dedikasi
yang dilakukan dibanding dari mana dia dilahirkan.
“Kalau
bisa memilih, saya ingin menjadi Ratu Elisabeth yang sampai tua dielu-elukan
orang. Tapi kan kita tidak bisa memilih. Saya Warga Negara Indonesia, terus warna
kulit harus dibeda-bedakan? Dulu para pejuang banyak yang orang Thionghoa. Sedang
sekarang, tidak sedikit kan orang selain Thionghoa yang jadi
penghianat bangsa, korupsi dan lain-lain. Jadi jangan lihat warna kulit, disini
Jiwa kami Indonesia,” ujar Liza berapi-api. (nurhayati)
ORANG TUA JADI PANUTAN
Memiliki jiwa sosial yang tinggi dan
rasa nasionalisme yang tanpa pamrih bukanlah suatu hal yang dipelajarinya
dengan sengaja. Hal itu berangkat dari perilaku kedua orang tuanya. Ketika
muda, Liza memiliki kebiasaan membagi makanan pada pengemis yang rutin datang
ke rumahnya. Setiap Hari Jumat, Liza selalu menyisakan pisang yang seharusnya
ia makan untuk diberikan pada pengemis.
“Ibu
gak pernah ngasih tahu, Liza kamu musti begini-begitu. Tapi dari apa yang ibu
saya lakukan setiap hari, saya terdorong untuk menirunya,” terang Liza yang memiliki
Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Karangpilang, Surabaya.
Ditanya mengenai rencana membuka
usaha, Liza berpendapat bahwa setiap orang telah memiliki bagian rejekinya
masing-masing. Sehingga biarlah dia yang mendapat bagian untuk berbagi ilmu,
dan orang lain yang membuka usaha dari kerajinan yang dia ajarkan tersebut.
“Kalau mau bikin usaha umur saya
sudah berapa. Kalau bicara keinginan, saya justru lebih ingin memiliki sebuah
galeri seni untuk memajang karya saya. Biar nanti kalau ada yang datang dan
ingin belajar, saya akan bagikan ilmu saya. Termasuk juga membina anak-anak di
SLB supaya punya keahlian yang siapa tahu berguna untuk penghidupannya kelak,” katanya
penuh harap.
(ati)
BIODATA
Nama : Liza Juliati
Cristiani
TTL : Bondowoso, 16
Juli 1948
Anak :
·
Ir Andreas D
Perdanaputra
·
Monica
Permanasari J, drg, MM, PhD
Aktifitas
Organisasi :
·
Anggota Pokja III
TP PKK Kota Surabaya
·
Anggota Lions
Club Surabaya Kencana
·
Komunitas Batik
Surabaya (Kibas)
·
Asosiasi
Pengrajiin Bunga Kering dan Buatan (Aspringta)
·
Ikatan Persatuan
Bunga Indonesia (IPBI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar