Senin, 23 November 2015

Liza Juliati Cristiani, Anggota Pokja III TP PKK Kota Surabaya


Liza Juliati Cristiani, Anggota Pokja III TP PKK Kota Surabaya

SAYA ORANG INDONESIA

“Kalau bisa memilih, saya ingin menjadi Ratu Elisabeth yang sampai tua dielu-elukan orang. Tapi kita tidak bisa memilih. Jadi jangan lihat warna kulit, di sini jiwa kami Indonesia,” ujar Liza J Cristiani. Satu dari sedikit perempuan keturunan Thionghoa yang memilih bergelut di organisasi berbasis kemasyarakatan, PKK. Kendati diskriminasi kesukuan masih kerap hadir. Seperti apakah?



Pembawaan yang riang dan energik membuat Liza-panggilannya, terkesan lebih muda dari usianya. Perempuan yang menginjak usia hampir kepala tujuh tersebut masih aktif melakukan berbagai kegiatan. Khususnya kegiatan sosial yang sudah pasti menyita begitu banyak waktunya.
Ditemui di kediamannya, Liza yang saat ini masih terhitung sebagai anggota aktif TP PKK Kota Surabaya, memang dituntut menjalani aktifitas yang padat sekaligus mobile. Akan tetapi meski begitu, Liza masih menyempatkan diri mengikuti pelatihan berbagai macam kerajinan. Sehingga tak heran, ketika pertama bertandang ke rumahnya, Puspa seolah memasuki sebuah galeri seni.
Rumahnya tidak terlalu besar. Meski juga tidak bisa dibilang kecil, namun tertata rapi dan artistik. Meja kursi kayu berukir berada di sudut selatan ruangan. Dihiasi beberapa pahatan kayu berbentuk angsa di atas meja yang ternyata toples makanan. Terdapat pula pigora tiga dimensi berisi kerajinan bunga kering yang berada di dinding sebelah utara ruangan. Tak hanya itu, sebuah lemari besar yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat ruangan, nampak penuh dengan berbagai macam karakter patung boneka kecil. Belum lagi, lukisan-lukisan yang seolah menunggu giliran untuk dipajang.
Jika ditanya apakah semua itu hasil karyanya, sudah pasti jawabannya iya. Namun apakah Liza seorang pekerja seni, ia bergumam cukup lama sebelum memutuskan untuk menjawab. “Saya itu suka belajar apa saja hal baru yang belum saya tahu. Tapi kalau ditanya untuk apa semua kerajinan ini, hanya untuk kesenangan. Saya gak ada pikiran untuk mengkomersilkan karya-karya saya ini,” tutur Liza kemudian.
Sangat suka belajar dan ulet. Kedua sifat itulah yang membuatnya tak jarang menjadi utusan untuk mengikuti berbagai pelatihan kerajinan yang digelar beberapa instansi pemerintah. Bahkan bisa dikatakan, kebiasaan itulah yang membuat Liza diangkat menjadi anggota PKK Kota Surabaya, khususnya Pokja III.
Sebelum aktif di PKK Kota Surabaya, Liza telah cukup banyak berkecimpung di organisasi sosial kemasyarakatan. Salah satunya  Lions Club Surabaya Kencana. Di organisasi ini pula, ia mengenal Juretta Mursyam, Plt Ketua TP PKK Kota Surabaya yang kemudian merekrutnya. Meski jauh sebelumnya, tawaran untuk berkegiatan di PKK telah sering diterima. Namun ditolak, dengan alasan kedua anaknya belum bisa ditinggal.
“Ketika masa Pak Bambang DH jadi walikota, Bu Mursyam kembali menagih janji. Ayo Bu Liza ikut PKK, sekarang mau alasan apa lagi, anak-anak sudah besar dan mandiri,” kenang Liza diiringi tawa.

Belajar Nasionalisme
Terlahir di Bondowoso, pada 16 Juli 1948 dan dari keluarga Kristen Katolik yang taat, Liza menjalani pendidikan dasar di Sekolah Dasar Katolik di Banyuwangi. Namun memasuki jenjang sekolah menengah, ia memilih masuk ke sekolah menengah negeri dibanding sekolah Katolik seperti saudara-saudaranya. Alasannya terbilang klise, ia ingin merasakan bagaimana bergaul dalam keberagaman. Perbedaan agama, suku, ras, bukan halangan untuk bisa hidup berdampingan dalam kerukunan.
Liza bahkan mengaku geram ketika mengetahui masih banyak diskriminasi yang terjadi di masyarakat. Ditambah lagi dirinya yang masih tergolong keturunan Thionghoa yang tak luput dari sinisme masyarakat. Padahal sekalipun ia tak pernah menganggap kesukuannya sesuatu yang berbeda.
“Saya mungkin Chinese, tapi saya hafal lagu kebangsaan Indonesia, sila-sila pancasila. Bahkan krama inggil pun saya fasih, justru bahasa mandarin yang saya tidak bisa sama sekali,” ujar Liza setengah berkelakar ketika ditanya, alasannya bersedia berkecimpung di dunia sosial.
Mengabaikan sinisme masyarakat, Liza mengaku senang menjalani kesehariannya di dunia sosial. Meski kelelahan dan kekecewaan terkadang menghampiri ketika niat baiknya dipandang sebelah mata, kepuasan melihat kebahagiaan orang-orang yang dibantu menghapus semua rasa lelah dan kecewanya. Ia hanya berharap bahwa kelak, masayarakat  akan bisa melihat dedikasi yang dilakukan dibanding dari mana dia dilahirkan.
“Kalau bisa memilih, saya ingin menjadi Ratu Elisabeth yang sampai tua dielu-elukan orang. Tapi kan kita tidak bisa memilih. Saya Warga Negara Indonesia, terus warna kulit harus dibeda-bedakan? Dulu para pejuang banyak yang orang Thionghoa. Sedang sekarang, tidak sedikit  kan orang selain Thionghoa yang jadi penghianat bangsa, korupsi dan lain-lain. Jadi jangan lihat warna kulit, disini Jiwa kami Indonesia,” ujar Liza berapi-api. (nurhayati)





ORANG TUA JADI PANUTAN

            Memiliki jiwa sosial yang tinggi dan rasa nasionalisme yang tanpa pamrih bukanlah suatu hal yang dipelajarinya dengan sengaja. Hal itu berangkat dari perilaku kedua orang tuanya. Ketika muda, Liza memiliki kebiasaan membagi makanan pada pengemis yang rutin datang ke rumahnya. Setiap Hari Jumat, Liza selalu menyisakan pisang yang seharusnya ia makan untuk diberikan pada pengemis.
“Ibu gak pernah ngasih tahu, Liza kamu musti begini-begitu. Tapi dari apa yang ibu saya lakukan setiap hari, saya terdorong untuk menirunya,” terang Liza yang memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Karangpilang, Surabaya.
            Ditanya mengenai rencana membuka usaha, Liza berpendapat bahwa setiap orang telah memiliki bagian rejekinya masing-masing. Sehingga biarlah dia yang mendapat bagian untuk berbagi ilmu, dan orang lain yang membuka usaha dari kerajinan yang dia ajarkan tersebut.
            “Kalau mau bikin usaha umur saya sudah berapa. Kalau bicara keinginan, saya justru lebih ingin memiliki sebuah galeri seni untuk memajang karya saya. Biar nanti kalau ada yang datang dan ingin belajar, saya akan bagikan ilmu saya. Termasuk juga membina anak-anak di SLB supaya punya keahlian yang siapa tahu berguna untuk penghidupannya kelak,” katanya penuh harap.

(ati)






BIODATA
Nama                          : Liza Juliati Cristiani
TTL                              : Bondowoso, 16 Juli 1948
Anak                            :
·         Ir Andreas D Perdanaputra
·         Monica Permanasari J, drg, MM, PhD
Aktifitas Organisasi     :
·         Anggota Pokja III TP PKK Kota Surabaya
·         Anggota Lions Club Surabaya Kencana
·         Komunitas Batik Surabaya (Kibas)
·         Asosiasi Pengrajiin Bunga Kering dan Buatan (Aspringta)
·         Ikatan Persatuan Bunga Indonesia (IPBI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar