Senin, 03 Agustus 2015

Karna: Menuju Pembebasan (3)

 

Khrisna               : Jangan berpikir, Temanku! Bunuh Raja Angga, Karna!
Karna                  : Jika aku dapat mengangkat roda keretaku keluar dari lumpur, Arjuna lalu kecepatan waktu akan berubah. Bagaimanapun aku akan berusaha untuk mengeluarkan roda keretaku. Aku adalah Ksatria. Berusahan sampai nafas terakhir adalah tugasku. Bagaimanapun, sekarang matahari terbenam sebentar lagi. Sebelum Suryadev bersembunyi, kamu harus membunuhku. Sekarang aku ingin berkeliling bersama ayahku.
Khrisna               : Hanya tersisa 15 menit lagi sampai matahari terbenan, Temanku! Ambil keuntungan dari kesempatan ini! Bebaskan Raja Angga Karna dari beban dosanya!

Terompet telah ditiup. Genderang telah ditabuh. Tujuan telah tercapai. Kemenangan seharusnya menjadi nyata ada di pihak kami. Tapi kenapa aku meneteskan air mata? Hatiku seperti tercabik. Bahkan seolah panah yang kulontarkan menebas lehermu menancap tepat di jantungku. Kenapa kebenaran ini harus kau sembunyikan, dan menjadikan kami menanggung beban dosa akan kematianmu?

***

Aku tengah menikmati sakit akan penebusan dosaku tadinya. Sebelum, suara magisnya menyentakku. Dan akhirnya kutahu, ini tidak akan hanya menjadi penebusan dosa tapi juga pembebasanku. Terima kasih adikku. Di tanganmu, jalanku menjadi sedemikian mudah.

Aku mencoba menggapainya, tanganku ingin menggenggamnya. Aku ingin memilikinya disaat terakhirku. Aku ingin semua yang tidak bisa kudapat seumur hidupku. Hanya sekali, hari ini, dan untuk terakhir kalinya. Biarkan aku menikmati, memiliki nama yang berhak untuk kusandang. Kauntheya, Putra Kunti.

Kunti                   : Anakku!
Karna                  : Kau memberi tilak padaku, Ibu. Aku telah mendapatkan pembebasan dari semua dosaku.
Kunti                   : Tapi bagaimana aku bisa mencapai kebebasan dari dosa kematianmu, Anakku?
***
Air mataku menetes, hatiku serasa bagai disayat. Tapi aku pun tak pernah tahu, jika itu karena sebagian dari jiwakulah yang sebenarrnya tengah meregang nyawa.

Arjuna                : Kenapa ibuku menangis seperti itu untuk kematian seorang musuh?
Khrisna               : Permusuhan sudah berakhir, Temanku. Sekaranglah waktunya kita mengingat hubungan seseorang. Hubungan yang terlahir dari tangisan dan berakhir dengan menggenangi mereka
Arjuna                : Apa maksudmu?
Khrisna               : Tanyakan pertanyaan ini kepada ibumu, Kunti!
***
Kunti                   : Aku tidak pernah menaruh kepalamu di pangkuanku. Seumur hidupku, cinta seorang ibu tetap menderita diam-diam.
Karna                  : Inilah kemalanganku, Ibu. Aku tidak pernah memberimu kebahagiaan. Aku malah mendapatkan pangkuan Ibu Radha. Bagaimanapun, aku tidak pernah bisa memberimu pembaktian dari seorang anak, Ibu. Ibu, letakkan kepalaku di pangkuanmu, Ibu!
Kunti                   : Baiklah.
Karna                  : Aku berharap untuk meninggalkan semua penderitaanku, dan permusuhan di pangkuanmu sebelum aku pergi, Ibu. Letakkan kepalaku di pangkuanmu, Ibu!

Rasanya damai, Tuhan. Aku tidak butuh apa-apa lagi. Cukup seperti ini. Dan ambillah nyawaku, kapanpun Engkau mau. Ampuni aku, jika aku cukup pantas untuk itu. Tapi bahkan hal inipun sudah melebihi surga bagiku. Terima kasih untuk pangkuan ibuku.

***

Mereka datang, adik-adikku. Seperti selayaknya kematian seorang musuh. Mereka datang untuk merayakan kemenangannya. Karena aku adalah kunci terakhir dari pembebasan yang tengah mereka perjuangkan. Aku melihat kebencian dimata adik-adikku, kecuali Arjuna. Dimatanya ada luka yang seolah merenggut seluruh hawa kehidupannya. Ibu, kumohon jangan sakiti adik-adikku dengan membuka kebenaran ini. Ini menjadi seolah pembebasanku yang lagi-lagi ternoda. Air mata dan kelemahan mereka bukan hal terakhir yang ingin aku lihat, Ibu!


Bhima                 : Ibu! Apa yang kau lakukan? Dia adalah musuh kami.
Kunti                   : Tidak, Bhima! Akulah musuhnya! Siapa tahu, kenapa kau menuntut balas dendam dari dia dalam hidupnya dan kenapa aku memberinya penderitaan terus menerus. Dan sebuah kehidupan dari perjuangan keras.
Nakula                : Kamu memberi Karna Raja Angga kehidupan penuh penderitaan? Apa yang kamu katakan, Ibu? Maharathi ini selalu mengambil senjata melawan anakmu. Dia tetap bersaing dengan anakmu dengan percuma. Dia membunuh Putra Abhimanyu tanpa ampun. Dia telah mengambil sumpah untuk membunuh kelima anakmu.
Kunti                   : Tidak, Nakula! Dia telah mengambil sumpah untuk menjaga kelima anakku tetap hidup. Itulah kenapa, ia tidak membunuh satupun dari kalian.
Yudhistira           : Ibu, apa yang kamu katakan? Tolong katakan dengan jelas!
Kunti                   : Yudhistira, Anakku…
Karna                  : Tidak…
Tidak, Ibu Ratu! Tolong diamlah! Rasa hormat, nama baik, cinta, pengabdian, semuanya adalah istana pasir. Mereka dibangun dengan sesaat. Aku telah disiapkan, sekarang aku telah disipkan untuk mati. Dengan kehilangan kehormatanmu, apa yang akan kamu dapatkan? Dan bahkan apa yang aku dapatkan dari itu? Nasib misterius kami seharusnya dikubur dalam kedalaman waktu, Ibu Ratu.
Kunti                   : Tidak, Sayang! Kamu tidak memberikanku hukuman apapun. Seluruh hidupmu, yang kamu dapatkan hanya untuk menanggung hukuman dari kejahatanku. Sekarang bahkan jika anakku, jika mereka menghinaku dan terus menghinaku atau memberiku sebuah hukuman itu menjadi sesungguhnya benar.
Arjuna                : Bahkan menanyakan hal ini membuat hatiku gemetar, Ibu! Tapi, misteri apa itu? Kejahatan apa? Dan hukuman apa? Hukuman apa, Ibu?
Kunti                   : Kejahatan sebelum pernikahan. Maharesi Durwasa telah memperingatkanku untuk tidak memakai mantra ini diluar keinginan. Sebaliknya, bukannya memetik buah, aku malah menerima penderitaan. bagaimanapun, aku hanyalah seorang anak kecil. Kekuatan mantra tidak dapat aku pahami.

(Suryadev           : Kekuatan mantra tidak datang dalam kesia-siaan. Ketika aku meninggalkan bagian dari kekuatanku akan kembali denganmu dalam wujud seorang bayi laki-laki. Anakku akan menjadi tidak terkalahkan Kunti. Seluruh dunia akan mengenalmu dengan nama Karna.)

Radha                 : Anakku! Anakku…
                           Ibu Ratu, kau telah mengambil nyawa anakku. Apakah kamu berencana untuk merebut kenangan anakku sekarang?! Karna adalah anakku. Dia anakku. Kamu adalah Radheya, Nak. Kamu adalah Radheya! Kamu bukan putra dari wanita licik ini! Seekor buaya menelan anaknya sendiri, aku telah mendengar hal semacam ini. Jika kamu telah melahirkan anakku, lalu itu membuatmu lebih licik dari seekor buaya!
Karna                  : Ibu Radha,
Radha                 : Anakku,
Karna                  : Ibu Radha, aku adalah anakmu, Ibu Radha.
Radha                 : Ya,
Karna                  : Aku adalah anakmu. Ibu Kunti, Jangan menyalahkan Ibu Kunti!
Radha                 : Kenapa bukan aku, anakku? Kenapa bukan aku? Kamu adalah ibu dari anakku? Apa yang kamu tahu tentang anakku? Apa kamu tahu masa kecilnya? Masa kecil anakku dipenuhi dengan kedewaan. Dia pernah melompat dari gunung. Kamu diterima di Hastinapura dengan mandi bunga, apakah kamu ingat, Ibu Ratu? Itu adalah kemampuan anakku. Kamu telah membuang anakku, dan kamu hadir disini sebagai ibunya?
Karna                  : Ibu Radha, akulah anakmu, Ibu Radha. Kalau Ibu Kunti tidak membuangku bagaimana aku akan mendapatkanmu, Ibu Radha? Dia, Vasudev, diapun anak dari dua ibu, lalu kenapa aku tidak bisa seperti itu, Ibu Radha? Kenapa aku tidak bisa?
Sadewa               : Apakah Karna Raja Angga anakmu, Ibu?
Kunti                   : Ya, anakku. Karna Raja Angga adalah kakak tertuamu. Dia adalah anakku. Anakku..

***

Masa-masa itu kembali diputar layaknya pertunjukan yang kami saksikan sendiri. Hari-hari dimana kami dengan kejamnya, mencabut seluruh hakmu di masyarakat bahkan dari pengabdian kami. Kakak, bagaimana bisa kami buta akan sinar keagunganmu? Dan bagaimana bisa kau biarkan kami menanggung kutukan akan kebenaran yang kau simpan ini? Apakah ini hukuman untuk kami? Kakak, jika saja kutahu ini sebelaumnya, maka sungguh jangankan kemenangan ini, nyawa kami pun akan kami persempahkan di telapak kakimu.

Arjuna                : Apa yang membuat perbedaan, anggaplah ini kalimat kematianmu. Karna Raja Angga kamu telah mengambil harga diri dalam kemampuanmu dan juga kebijakan untuk penyalahgunaan seperti pengemis lemah? Ingatlah! Kamu akan kehilangan kemampuanmu dan pengetahuanmu saat waktunya kamu mati. Jiwamu akan habis ketika kamu mati.
Bhima                 : Pergilah, Anak Kusir! Dengarkan ayahmu, karena dia tahu orang sepertimu tidak punya kemampuan!
Karna                  : Ketika aku melihat teratai ini aku teringat akan kakimu, Yang Mulia!
Nakula                : Kita seharusnya menunduk sebelum menghadapi kematian Karna Raja Angga!
***
Yudhistira           : Kamu telah melakukan perbuatan yang tidak benar, Ibu! Siapa yang menyembunyikannya adalah dosa, yang mengungkapkannya dianggap terpuji.
Karna                  : Tidak!
Yudhistira           : Dengan menjaga pahala sebagai rahasia kamu memberi kesialan dosa!
Nakula                : Kami seharusnya menyentuh kaki kakak kami. Tapi, kita malah menaruh senjata dihadapannya.
Bhima                 : Dia berhak sebagai yang terhormat. Akan tetapi aku menghinanya sepanjang hidupku. Dia layak menjadi bagian dari mahkota. Bagaimanapun aku selalu menganggap bahwa mutiara tetap berharga walaupun diletakkan di kaki.
Arjuna                : Aku telah melakukan perbuatan yang jahat, Kakak! Bagaimana bisa, Ibu? Bagaimana bisa kamu membuat dosa besar?
Karna                  : Aku yang melakukannya, Arjuna! Untuk membuktikan bahwa aku itu hebat. Tetapi aku senang, pada akhirnya aku sudah membuktikan bahwa diriku hebat. Untuk membunuhku kamu harus melakukan penipuan.
Arjuna                : Bagimana aku bisa selamat dari beban dosa ini, Kakak? Bagaimana bisa?
Karna                  : Letakkan kepalamu di pangkuan ibu, Arjuna! Disitulah tempat keselamatanmu berada. Aku telah menemukan milikku.
                           Ibu Radha! Inilah waktu untuk kepergianku, Ibu Radha!
                           Adik-adikku tercinta! Sebagai kakak tertuamu, maukah kalian mengikuti perintahku? Tolong jangan menghina Ibu Kunti. Dan kau Arjuna, ajarkanlah anakku kesaktian.
Arjuna                : Aku berjanji, Kakak! Anakmu akan mendapatkan kehormatan yang selayaknya dia dapatkan. Kaulah pewaris tahta Indraprastha. Anakmu juga akan menjadi pewaris ini, Kakak. Dia akan mewarisinya.
Karna                  : Melawanmu adalah kesalahan terbesarku, Arjuna. Aku mungkin hebat, tapi kamu lebih hebat. Kamu tiada duanya, Adikku. Kamu tiada duanya. Pemakaman terakhirku, pantasnya dilakukan olehmu, Adikku.
                           Vrushali! Apakah kamu ingat, Vrushali? Aku pernah berkata padamu, kalau seseorang yang berkeliling melalui lautan dapat dipimpin oleh bintang kutub sekalipun. Kau selalu menuntunku ke jalan yang benar, Vrushali. Walaupun itu terjadi di nasibku, aku pasti akan menempuh itu suatu hari nanti. Tapi kebahagiaan itu, aku tidak ditakdirkan untuk mendapatkannya, Vrushali. Berkeliling melewati samudera kehidupan, aku kehilangan pandangan bintang kutubnya. Aku mengabaikan bintang petunjuk itu, Vrushali. Maafkan aku, Vrushali!
                           Aku akan pergi, Ibu!



***

Tubuhmu yang terbaring di atas kayu pembakaran, kau memintaku menyelesaikan upacara terakhirmu. Ini seperti aku melakukan puja untuk kematianku sendiri, Kakak! Bagaimana bisa hidup menjadi begitu tidak adil bagi kita berdua? Api yang sedikit demi sedikit memisahkan ragamu dari kami, membakar kami sepenuhnya. Selamanya, takkan lagi ada kebanggaan akan kemenangan yang kau tebus dengan nyawamu. Takkan ada. Seumur hidup kami menabur luka di hatimu. Dan kami akan menghabiskan seumur hidup kami untuk meratapinya.

Arjuna                : Perang ini bercampur menjadi kesedihan dan kebahagiaan dengan cara membedakan kesedihan dan kebahagiaan telah menjadi tidak mungkin, Madhav.
Khrisna               : Ini adalah kenyataan dari perang, temanku. Itulah mengapa, hal terbesar dalam kehidupan adalah bukan kekerasan. Tidak ada dasar yang lebih besar daripada bukan kekerasan.
Sadewa               : Tapi kamu membiarkannya menjadi perang besar, Vasudev?
Khrisna               : Kamu tidak pernah mengambil bagian dalam perang ini, Sadewa! Ketidakkerasan kami akan menjadikan kami sebagai pengecut. Bukan kekerasan adalah keberhasilan, hanya ketika ini lahir dari kekuatan dan kemampuan dan bukan ketakutan. Dengan kata lain, ketidakkerasan kami akan menjadikan kami disebut pengecut , Sadewa! Bagaimanapun inilah waktunya untuk perang ini berakhir.
Bhima                 : Vasudev benar. Hanya Duryodhana yang belum dihukum. Aku akan membunuhnya saat fajar.
Khrisna               : Kamu tidak kan bisa membunuhnya kalau begitu, Kakak Bhima! Duryodhana adalah ksatria yang mampu tapi kamu harus membunuhnya saat matahari terbenam. Kalian semua harus pergi dan beristirahat sekarang. Kita semua harus bersiap untuk perang besok.

Karna : Menuju Pembebasan (2)


Aku selalu memegang teguh kebenaran yang kuyakini. Menjadikan itu sebagai dharma menjalani kehidupanku yang selalu berkubang dalam ketidakbenaran. Namun, akupun tak sepenuhnya beruntung dikendalikan oleh kebenaran itu sendiri. Sehingga hidupku terikat pada dharma yang kubaktikan untuk jalan yang tak sepenuhnya benar.
Adikku, jika untuk ketidakbenaran itu aku harus menumpahkan darahku, maka seperti janjimu, tunaikan itu melalui tanganmu. Tanganyang juga akan membawakan kendi pemujaan dai upacara terakhirku. Satu-satunya tangan yang pernah dengan kemarahan mencuci kakiku.

Khrisna               : Pengetahuan yang dikumpulkan dengan menjauhi etika, selalu meninggalkan Pria disaat krisis. Ini bukan kutukan Bagwan Parasurama, Raja Angga. Tetapi hukum alam.
Karna                  : Tetapi aku sudah terlibat tanpa kenal lelah pada apapun kecuali kerja keras untuk mendapatkan pengetahuan, Basudev. Lalu bagaimana aku bisa melupakan pengetahuanku?
Khrisna               : Kenapa kamu mencoba untuk mendapatkan pengetahuan, Raja Angga? Apakah kamu mengerti pentingnya pengetahuan? Selagi mencapai pengetahuan apakah kamu berkeinginan untuk berguna di masyarakat? atau kau mencapai pengetahuan hanya untuk meminta balas dendam dari penghinaanmu? Kebenarannya, untuk mendapatkan pengetahuan seseorang tidak perlu terlibat dalam kerja keras. Cukup dengan konsentrasi dan dedikasi. Pengetahuan bukanlah kualitas tidak mudah dari jiwa dan kamu itu pintar. Kamu bilang aku selagi mencapai pengetahuan kenapa pikiran tidak dapat fokus?
                           Ketika seorang pria dianggap mengerti pengetahuan dan untuk mendapatkan sesuatu dia mempersiapkan untuk mendapatkan pengetahuan. Ketika mendapatkannya dia tidak dapat menenangkan pikirannya. Pengetahuan tidak dapat menjadi kualitas jiwanya. Seperti warna, ia bukanlah kualitas alami dari pakaian. Itulah kenapa warna tersamar dalam matahari. Sesorang yang mendapatkan pengetahuan dengan mengerti nilai dari suatu kesatuan yang tidak ternilai, hebat dalam bidangnya. Bagaimanapun seseorang yang mendapatkan pengetahuan dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu tetap bersaing sepanjang hidupnya untuk membuktikan dirinya hebat. Bagaimanapun dia tidak akan pernah hebat. Kamu juga mendapatkan pengetahuan dengan maksud walaupun memiliki perlindungan dari Yang Maha Kuasa kau tidak dapat menenangkan pikiranmu. Kau tetap bersaing dengan Arjuna yang sudah jauh. (*) Maksudmu untuk mendapatkan pengetahuan tidaklah benar jadi kamu terikat untuk melupakan pengetahuan. Kau tidak pernah mendapatkannya, Raja Angga.

(aku akan kembali. Tetapi biarkan aku meyakinkanmu, kalau aku akan kembali sebagai pemanah terhebat di India. Dan aku akan lebih hebat dari semua muridmu.

Karna                  : Kenapa aku belum hebat, Basudev? Kenapa aku berkompromi dengan hidupku? Soaialitasi ini selalu menghancurkan kemungkinanku. Ini tidak memberikanku hormat pada kekuatanku. Tidak menerima mimpiku. Selalu menghinaku dengan memanggilku anak kusir. Kemungkinan yang diberikan oleh-Nya dalh hak manusia, Basudev. Lalu kenapa masyarakat ini mengasingkan seseorang dari haknya?
Khrisna               : Itu adalah kejahatan yang serius, Radheya. Mendiskriminasi orang berdasarkan kasta dan kepercayaan, berdasarkan keyakinan yang salah, membuat seseorang diasaingkan dari masyarakat, dari tujuan yang benar, harta atau kehormatan, benar-benar terhadap kebenaran.
Karna                  : Lalu kenapa aku disalahkan, Basudev? Jika ketidakpuasan terlahir padaku, jika aku mampu, dan jika aku mencoba mendapatkan hakku dengan kekuatan, lalu apakah aku melakukan kesalahan, Basudev?
Khrisna               : Ada suatu waktu, Raja Angga, ketika anak dari Kritavirya, Kritavirya Arjuna, seorang Raja Kesatria telah membunuh petapa hebat Jamadagni. Apakah kamu tahu apa yang anak petapa tersebut lakukan? Meskipun menderita dia bermeditasi, kenapa ayahnya, sang petapa hebat terbunuh. Dia ingin tahu dimana ketidak benaran berkembang. Dia lupa akan penderitaannya. Mengambil penderitaannya dari seluruh masyarakat dan dengan menghancurkan semua ketidakbenaran Ksatria dia mensucikan seluruh wilayah Arya. Karena dia telah mendapatkan mantar ini dari hidupnya. Dia berada di neraka hanya bertekad balas dendam, dia mungkin tidak dipanggil Baghwan Parasurama hari ini.
                           Ya, Radheya. Kesedihan dan penghinaan yang kamu alami adalah nyata. Bagaimana[un kalau mengubah itu menjadi tujuan lalu masyarakat akan mengambil keuntungan dari itu dan kamu akan menjadi makmur juga. Jika dasar dari manusia yang kuat sepertimu dapat diperoleh oleh orang-orang yang telah dirugikan lalu kehidupan dari banyak orang akan menjadi bahagia. Kamu memiliki kemungkinan, kamu memiliki kemampuan, dan kamu tahu seperti apa rasanya penderitaan, tapi kamu tidak mendedikasikan hidupmu kepada orang-orang. Kamu mendedikasikan hidupmu pada Duryodhana! Dia tidak memiliki apa-apa selain ketidakbenaran di pihaknya. Lihatlah situasimu sekarang! Kamu tetap mendukung Duryodhana. Kamu menjadi bagian dari dosa membuka pakaian Panchali. Kamu tidak dapat menghargai Ibumu. Kamu membunuh dua putra dari saudaramu sendiri. Dan hari ini dengan kehilangan kebenaranmu, pengatahuanmu, dan kepuasanmu kamu disiapkan untuk mati ditangan saudara termudamu.
Karna                  : Kamu benar, Basudev! Tapi aku tidak dapat melupakan kebaikan temanku Duryodhana.
Khrisna               : Kebaikan apa, Radheya? Setelah menjadi teman Duryodhana, apakah semua kusir dan orang Hastinapura yang dirugikan haknya diberi kesempatan mendapatkan pengetahuan? Apakah dia mengambil komunitas dari perbuatan berani dan merugikan? Tidak. Tidak, Radheya! Dia menjadi temanmu hanya untuk keuntungannya sendiri. Semangat bersaingmu untuk melawan Arjuna adalah alasan kenapa dia berteman denganmu. Kamu lupa akan kesengsaraanmu dan mengambil itu dari masyarakatmu. Kamu mungkin sudah tahu kebenaran dari pertemanan palsu Duryodhana. Jika duryodhana mempunyai sedikit saja kaebaikan untukmu, lalu dengan perantaranya kamu dapat menolong kerugian dari dunia. Kebenarannya adalah kamu dapat membebaskan dia dari semua ketidakbenaran dan kejahatan. Bagaimanapu kamu tidak pernah tahu kebenaran ini. Kebenarannya adalah semua kebaikan yang telah dilakukan untukmu tidak berarti.
Karna                  : Seluruh hidupku aku telah terlibat dalam amal dengan yang dirugikan dan malang, Basudev. Aku tidak pernah menyimpan apapun
Khrisna               : Manfaat sejati dari membagikan kekayaan pergi ke orang yang terlibat dalam amal bukan kepada yang menerima. Sudahkah kamu menggunakan kemampuanmu untuk membebaskan orang yang telah dirugikan sepertimu semua orang tentu sudah menikmati dari itu, Radheya. Kamu berkata bahwa masyarakat menghancurkan kemungkinanmu tapi harga dari kemungkinan diberikan oleh Tuhan tidak akan kamu ketahui. Jangan mengindahkan kebenaran ini! Seseorang yang hidup untuk masyarakat juga menjadi manfaat. Tapi seseorang yang hidup seolah-olah untuk dirinya sendiri. Merugikan bukan hanya dirinya sendiri tapi juga seluruh masyarakat.
                           Permusuhan yang terjadi di Kurushetra hari ini bukanlah karena Duryodhana atau Paman Shangkuni, ini karena dosa dari tiga Maharathi. Yang Mulia Bhisma, Guru Drona, dan Kamu, Radheya. Kalian bertiga telah meninggalkan apa yang kalian anggap benar, pemikiran akan kesejahteraan masyarakat, dan dengan tidak membantu Duryodhana perang ini tidak akan berlangsung.
Karna                  : Kamu benar, Basudev! Bahkan ketidakbenaran tidak akan menyakiti masyarakat yang kejam, kebenarannya lebih menyakitkan kalau dilakukan karena kelambanan dalam kebenaran. Dosa dari perang besar ini, adalah beban yang harus kami tanggung.
Khrisna               : Sekarang adalah waktunya, Radheya! Untuk melupakan kesengsaraanmu untuk menyerah pada ketidakbenaranmu dan menerima kematianmu. Ini untuk kesejahteraan masyarakat dan kamu, Radheya!
Karna                  : Aku terima perintahmu, Basudev! Aku bahkan menerima kematianku. Katakana pada Ibu Kunti untuk memaafkanku. Katakan pada Panchali, kalau aku telah menumpahkan darahku untuk menghapus noda dari penghinaanku. Aku hanya punya satu pertanyaan, Basudev! Akankah kemampuanku tidak akan pernah memiliki identitas?
Khrisna               : Radheya, kamu tidak memiliki busur di tanganmu, roda keretamu masuk kedalam lumpur, dan kamu telah melupakan seluruh pengetahuanmu. Kami harus mengambil keuntungan dari situasi tersebut untuk membunuhmu. Apakah ini bukan bukti akan kemampuanmu?


Aku rasa ini cukup. Tidak ada lagi yang perlu kubuktikan. Aku mencari kehormatan, sudah keudapatkan dengan kehadiran Vasudev di hadapanku. Aku ingin pengakuan, telah kuperolaeh sejak kuikhlasakan kavaca dan kundalaku untuk kemenangan adik-adikku. Aku ingin pembebasan, akan kudapat itu segera setelah darah dari tubuhku teralirkan untuk terakhir kalinya. Sungguh ini cukup.