Jumat, 06 Februari 2015

Belajar nulis or ngedit Its same, Angel!

Tulisan dibawah adalah tulisan versi asli milikmu, tanpa perubahan. Warna merah menunjukkan kata ataupun kalimat yang menurutku tidak tepat pemakaiannya. Sebelum lebih jauh, penting kiranya kita samakan persepsi dulu. Pertama, aku tidak menilai isi tulisan (ilmune gak nyandak nek ngurusi iku). Kedua, sebagaimana kapasitasku penilaian estetika kepenulisan akan cenderung mengarah pada estetika kepenulisan secara jurnalistik. Dimana lebih mengandalkan, efektifitas pemakaian bahasa. Intinya, bagaimana pembaca itu bisa memahami maksud tulisan tanpa harus menguras banyak energi (umumnya tulisan akademis kayak begitu). Ketiga, kalaupun nati ada perubahan dalam versiku, itu juga mengabaikan kesinambungan antar paragraph.
Sedikit refreshing pegetahuan jaman sekolah dasar dulu.
1.    Satu kalimat itu terdiri dari satu pokok pikiran.
2.    Satu paragraf berisi satu induk dengan beberapa anak kalimat, yang masih dalam satu tema pembahasan..
3.    Baik secara akademis ataupun jurnalistik, pemborosan kalimat itu tidak dibenarkan.
4.    Penggunaan tanda baca secara tepat, penting untuk membuat tulisan itu nyaman dibaca.
5.    Dalam sebuah tulisan setiap paragraf satu dengan yang lainnya harus saling terkait dalam sebuah grand tema. (artinya, jangan sampai paragraf pertama bahas telo, paragraf kedua bahas harga cabe, gak nyambung!)
Sepakat? Mari kita mulai!





Pendidikan karakter anak bisa di mulai dari kamar

Saya mendapati seorang ibu muda dan seorang (kata ini seharusnya tidak perlu lagi. Itu pemborosan kata.) putra kecilnya yang nampak seperti kelas 3 SD berada di dalam warung, (ini seharusnya titik bukan koma. Karena kalimat selanjutnya memiliki pokok pikiran sendiri. Ingat satu kalimat satu pokok pikiran. Jangan buat pembaca menguras energi dengan kalimat yang terlalu panjang.) mereka bercengkrama dengan sangat akrab dan hangat. Pada saat si ibu ingin membayar makan, ibu ini (ini juga pemborosan.) memberikan sebuah tanggung jawab kepada putranya dengan menitipkan tasnya kepada anaknya (pemborosan). Dengan bangga si anak menerima tanggung jawab yang di berikan oleh (bukan pemborosan, tapi kata yang tidak perlu. Kurangi penggunaan kata yang jika tidak dipakai pun arti kalimat tidak terganggu) ibunya, (seharusnya titik.) terlihat sangat jelas bahwa anak tersebut mendekap erat tas itu (‘anak tersebut’ ‘tas itu’ kombinasi kata yang menjemukan. Serasa tengah didikte.) dengan menggunakan kedua tanggannya (aku sarankan menggunaan titik disini. Kalimatmu lagi-lagi beranak cucu kalimat, kepanjangan.) seakan-akan anak ini tidak ingin membuat tas kesayang ibunya hilang dan akhirnya membuat si ibu kecewa (pada kalimat ini banyak sekali partikel ‘nya’ yang dipakai.). Inilah sebuah bentuk sederhana dari rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh anak itu.
Keberhasilan anak yang terlihat dan dirasakan para orang tua saat ini tidak terlepas dari pola asuh yang berkarakter dari orang tuanya. Anak-anak adalah rezeki atau anugrah yang paling dahsyat yang di berikan oleh Allah swt kepada para pasangan yang baru saja menikah atau pun yang pasangan yang sudah lama menikah. (kepanjangan.) Sebagai rasa syukur kepada sang pencipta, sudah semestinya jika orang tua sangat memperhatikan pendidikan anak, memilihkan lingkungan yang baik, pola asuh yang benar, asupan gizi yang cukup dan lain sebagainya.
Membangun rasa tanggung jawab pada anak merupakan hal sederhana yang bisa di lakukan oleh keluarga. Anak pada umur 6 tahun sampai 10 tahun merupakan masa-masa penting bagi orang tua dalam pembentukan karakter. Kegiatan sederhana yang dapat membangun rasa tanggung jawab terhadap anak yaitu dengan mengajak anak untuk merapikan dan membersihkan kamar sendiri. Kenapa harus dimulai dengan kamar? Kamar anak adalah teritori tanggung jawabnya secara langsung. Mungkin orang tua beranggapan dia masih terlalu muda untuk membersihkan kamarnya sendiri. Tapi ini tidak berarti, orang tua atau pembantu mengambil alih tanggung jawab atas kamar anak. Secara bertahap, anak bisa di ajak untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap ruangannya sendiri. Kewajiban orang tua adalah mengenalkan dan mendampingi buah hatinya untuk mengerti dan memahami pentingnya memiliki sifat tanggung jawab.(kurangi penggunaaan partikel ‘nya’ yang tidak perlu.) Langkah paling mudah bagi orang tua untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak, bisa dimulai dengan mengajak anak bersama-sama mengganti seprai dan sarung bantal/guling. Mulai usia 6 tahun, anak semestinya sudah bisa mengganti sarung bantal dan guling. Ajak anak bersama-sama mengganti seprai dan sarung bantal/guling. Mulai usia 6 tahun, anak semestinya sudah bisa mengganti sarung bantal dan guling. Ketika mengganti seprai, minta anak untuk membantu memegang satu sisi seprai. Ajari anak untuk melipat pinggiran seprai ke bawah kasur. Pada usia 10-12 tahun anak juga bisa belajar menyapu kamarnya sendiri agar Anda sekeluarga tidak terlalu bergantung pada pembantu atau orang tua. (paragraf ini kepanjangan. Ada lebih dari satu tema tulisan didalamnya. )
Jika kita melihat sebuah sumber cahaya ataupun lampu jika dalam rumah. (dalam kaidah jurnalis diperbolehkan memakai dan di awal kalimat. Tapi kali ini peletakan ini tidak sesuai. Dua Kalimat ini seharusnya bisa disederhanakan.) Dan pada saat itu kita berdiri tepat dibawah sumber cahaya, maka secara otomatis bayangan kita berada di bawah tepat kita berdiri. Apabila kita bergeser menjauhi dari sumber cahaya, maka bayangan juga akan menyesuaikan pada letak, posisi, dan ukuran mengikuti kondisi kita. Jika bayangan tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak mungkin kita akan memarahi bayangan tersebut. Pastilah kita yang akan menyesuaikan diri dengan sumber cahaya (titik) agar letak bayangan sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Begitu juga dengan anak, anak merupakan hasil dari citra dan bayangan para orang tua masing. Baik dan menawannya tindakan anak merupakan hasil dari pola pendidikan karakter dan pola asuh orang tua. Kepribadian para orang tua dalam mendidikan anak juga akan berpengaruh besar dalam pembentukan karakter. Mulailah memiliki rasa tanggung jawab dari para orang tua terlebih dahulu.



Kalau saja aku bertindak sebagai editor, maka kurang lebih tulisanmu akan jadi seperti ini. (tanpa melihat apakah setiap paragraf saling terkait atau tidak. Karena aku hanya menata struktur kalimat yang kau pakai.)



Pendidikan Karakter Anak Bisa Di Mulai Dari Kamar

Saya mendapati seorang ibu muda dan putra kecilnya yang nampak seperti kelas 3 SD, berada di dalam warung. Mereka bercengkrama dengan sangat akrab dan hangat. Pada saat si ibu ingin membayar makan, ia memberikan sebuah tanggung jawab dengan menitipkan tas kepada anaknya. Dengan bangga si anak menerima tanggung jawab yang di berikan ibunya. Terlihat sangat jelas bahwa anak tersebut mendekap erat tas dengan menggunakan kedua tanggannya. Seakan-akan tidak ingin membuat tas kesayangan sang ibu hilang dan membuatnya kecewa. Inilah sebuah bentuk sederhana dari rasa tanggung jawab yang dimiliki anak itu.
Keberhasilan anak yang terlihat dan dirasakan para orang tua saat ini, tidak terlepas dari pola asuh yang berkarakter dari orang tuanya. Anak-anak adalah rezeki atau anugrah paling dahsyat yang di berikan oleh Allah swt kepada para pasangan. Baik yang baru saja menikah atau pun yang pasangan yang sudah lama menikah. Sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta, sudah semestinya jika orang tua sangat memperhatikan pendidikan anak, memilihkan lingkungan yang baik, pola asuh yang benar, asupan gizi yang cukup, dan lain sebagainya.
Membangun rasa tanggung jawab pada anak merupakan hal sederhana yang bisa di lakukan keluarga. Anak pada umur 6 sampai 10 tahun merupakan masa-masa penting bagi orang tua dalam pembentukan karakter. Kegiatan sederhana yang dapat membangun rasa tanggung jawab terhadap anak yaitu dengan mengajak anak untuk merapikan dan membersihkan kamar sendiri. 
Kenapa harus dimulai dengan kamar? Kamar anak adalah teritori tanggung jawabnya secara langsung. Mungkin orang tua beranggapan dia masih terlalu muda untuk membersihkan kamarnya sendiri. Tapi ini tidak berarti, orang tua atau pembantu mengambil alih tanggung jawab atas kamar anak. Secara bertahap, anak bisa di ajak untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap ruangannya sendiri. Kewajiban orang tua adalah mengenalkan dan mendampingi buah hatinya untuk mengerti dan memahami pentingnya memiliki sifat tanggung jawab.
Langkah paling mudah bagi orang tua untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak, bisa dimulai dengan mengajak anak bersama-sama mengganti seprai dan sarung bantal/guling. Mulai usia 6 tahun, anak semestinya sudah bisa mengganti sarung bantal dan guling. Ajak anak bersama-sama mengganti seprai dan sarung bantal/guling. Ketika mengganti seprai, minta anak untuk membantu memegang satu sisi seprai. Ajari anak untuk melipat pinggiran seprai ke bawah kasur. Pada usia 10-12 tahun anak juga bisa belajar menyapu kamarnya sendiri. Sehingga Anda sekeluarga tidak terlalu bergantung pada pembantu atau orang tua.
Jika kita melihat sebuah sumber cahaya ataupun lampu dan berdiri tepat dibawahnya, maka secara otomatis bayangan kita berada tepat di bawah kita berdiri. Apabila kita bergeser menjauhi dari sumber cahaya, maka bayangan juga akan menyesuaikan pada letak, posisi, dan ukuran mengikuti kondisi kita. Jika bayangan tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak mungkin kita akan memarahi bayangan tersebut. Pastilah kita yang akan menyesuaikan diri dengan sumber cahaya. Agar letak bayangan sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Begitu juga dengan anak. Anak merupakan hasil dari citra dan bayangan para orang tua. Baik dan menawannya tindakan anak merupakan hasil dari pola pendidikan karakter dan pola asuh orang tua. Kepribadian para orang tua dalam mendidikan anak juga akan berpengaruh besar dalam pembentukan karakter. Mulailah memiliki rasa tanggung jawab dari para orang tua terlebih dahulu.




SATU LAGI YANG HAMPIR KETINGGALAN. PENGGUNAAN EYD JUGA PENTING DIPELAJARI KETIKA INGIN MENULIS!!! ^_^


Kamis, 05 Februari 2015

Karna, First and Last

Aku tidak tahu, dimasa mendatang apakah aku akan dikenang atau tidak. Kalaupun dikenang seperti apakah orang akan menilai peran yang kujalani. Tapi hal itu tak lagi penting bagiku. Bheesma Yang Agung benar, kemalanganku telah menjadi kemalangan seluruh masyarakat. Kemenangan kalian sudah digariskan, karena itu pimpinlah masyarakat dengan segenap keagungan yang lahir bersama doa dari kelahiran kalian.
Yudhistira, pribadi surgawimu akan menjadi jalan terang bagi masyarakat. Ketahuilah, harga yang dibayar oleh generasi ini teramat mahal. Karenanya tugasmu bukan saja memimpin masyarakat baru tersebut. Lebih dari itu, dipundakmu terbebankan tugas membawa mereka mencapai keadilan. Sesuatu yang menjadi landasan perang besar ini dianggap jalan mencapai dharma.
Bheema, kau yang terkuat. Kekuatan penyangga kebesaran Hastinapura. Sejarah besar terukir dari keteguhan dan tekadmu yang tak tergantikan. Seperti angin, tak ada hal yang bisa mencegah langkahmu. Sepanjang kisah kau menanm kebencian untukku, tapi di langkah terakhirku benci itu tercerabut hingga dari akarnya. Apa yang akan lebih kubanggakan daripada itu adikku? Tuntaskan tugasmu, tunaikan sumpahmu, lalu beri kebahagiaan untuk dinastimu.
Arjuna, adikku tersayang. Nasib apa yang menjalin kita berdua. Kau layaknya cerminan diriku, yang nyaris kulihat sebagai kutukan. Kau tahu, kakakmu ini tak pernah mendapatkan tempat bahkan di sisi orang-orang yang dikasihinya. Dan entah bagaimana caranya kulepas duka dihatimu atas kematianku. Nasib aneh kita berdua telah menyisakan luka yang teramat dalam dihati dinasti kita.
Arjuna, berdukalah untukku. Dukamu adalah kasih yang melepas dosa kehidupanku. Tapi tetaplah hidup untukku, layaknya pertapa ambillah tempatku dan biarkan jiwaku bersemayam dalam dirimu. Jalani segenap dharma yang tak sempat kuukir di hidupku. Biarkan ibu melihatku dalam dirimu. Katakan padanya, Suryaputra anaknya tidak pernah mati. Jadilah lambang kejayaan bagi kerajaan yang dipimpin kakakmu.
Nakul dan Sahadev, permata kecil keluargaku. Seperti kelahiran kalian yang menghapus luka. Jadilah sungai yang terus mengalir tanpa kering. Sejukkan hati dinasti yang telah menanggung duka karena kekejian yang mengakar ini.
Ibu, aku tidak bisa menyangkal aku marah akan kelahiranku. Juga keputusan melapasku dari ayunanmu. Hidupku dipenuhi dengan kedewaan ayahku, tapi penderitaan menjadi warna dari pilihanmu. Namun apalagi yang bisa kuminta, cinta yang tertanam dari doa kelahiranku membuatku selalu berakhir di kakimu. Kini, bersama dengan dharma bhakti yang tak tuntas kutitipkan salam rindu untukmu. Kenanglah aku sebagai putramu. Kurasa itu cukup membayar semua deritaku selama ini.