Selasa, 28 Februari 2017

AKU INGIN


Aku teringat padamu
Lagi,
Setelah cukup lama
Atau anggaplah aku tengah berdusta
Sebab, hikayat tentangmu masih lekat dalam memori
Selekat darah dan nadi di tubuhku
Mengabaikannya?
Bisa saja
Tapi nyatanya, hidupku terpaut padanya

Kau,
Dulu, adalah mimpi yang ingin kugapai
Kini, serupa mimpi yang tak tergapai
dan sejak itu,
Aku lupa, apa yang benar-benar kuinginkan dalam hidupku

Aku hidup
Bernapas
Berjalan
Bahkan juga melanjutkan hidup
Tapi waktu seolah berjalan di tempat yang sama

Baiklah,
Sekarang bisakah kau membantuku?
Bantu aku menghitung apa yang seharusnya kuinginkan dalam hidup

Aku ingin cantik
Cukup cantik untuk bisa jadi penghibur pandanganmu
Menjadi alasanmu untuk menutup mata dengan senyum
Karena bahkan dalam lelapmu
Hanya akulah yang terbayang dan menemanimu

Aku ingin jadi baik
Cukup baik untuk selalu kau banggakan
Cukup layak untuk memiliki dan dimiliki olehmu
Dan sangat cukup untuk melengkapi hidupmu

Aku ingin menjadi cukup pantas untukmu
Menjadi cukup cantik untukmu
Cukup baik untukmu
bahkan menjadi segalanya untukmu

Untukmu yang kelak akan menjadi -mu yang lain

Senin, 27 Februari 2017

Desa Pocong, Kecamatan Tragah, Kabupaten Bangkalan


DESA SUBUR KAYA POTENSI SUMBER AIR
Apa yang Anda bayangkan jika berkunjung ke desa bernama Pocong? Sebuah desa seram yang dipenuhi hantu pocong, kah? Jika benar, maka bersiaplah untuk kecewa. Kenyataannya, Desa Pocong layaknya The Hidden Paradise. Seperti apakah kondisinya?
Gerimis perlahan turun. Cuaca cerah berganti mendung. Masih terlihat para petani sibuk di tengah sawah yang berpetak-petak. Beberapa nampak mengangkut hasil panen di tepi sawah, ada juga yang mencari rumput untuk ternak. Seakan tak terganggu dengan rintik gerimis yang membasahi.

Hamparan tanaman padi, barisan alam yang asri dan sejuk dengan pepohonan menjulang seolah menyembunyikan perkampungan, adalah pemandangan yang akan menyambut setiap pengunjung. Seolah berkata ''Selamat Datang di Desa Pocong.'' 
Maklum, lebih dari separuh luas Desa Pocong yang mencapai sekitar 20,000 Hektare memang masih berupa lahan pertanian dan tegalan. Hanya ada sekitar 40% dari luas keseluruhan desa yang dijadikan wilayah pemukiman. Itu pun masih terpusat di Dusun Karang Asem. Dusun Karang Guddul dan Karang Anyar masih didominasi lahan pertanian. Sebab, jumlah penduduknya pun cukup sedikit, sekitar 190 KK atau 1300 jiwa.
Dari seluruh jumlah tersebut, sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Sehingga, sektor pertanian menjadi tumpuan utama perekonomian warga. Daerah persawahan Desa Pocong ini berada di lingkar luar desa. Mengelilingi daerah perkampungan. Kondisi itu menyebabkan daerah persawahan terbagi menjadi dua.
Pertama, persawahan yang dekat dengan sungai dan memiliki akses irigasi lancar di dusun Karang Guddul dan Karang Anyar. Kedua, persawahan yang jauh dari sungai sehingga menjadi sawah tadah hujan, seperti di persawahan sebelah timur Karang Asem. Sebab, sungai dan sumber mata air Desa Pocong berada di sisi selatan dan barat desa, yakni dari dusun Karang Asem sebelah selatan ke Karang Guddul mengalir ke arah barat dan berbelok ke utara menuju barat Dusun Karang Anyar.
Untuk mengatasi ketimpangan sumber air tersebut, Pemerintah Desa Pocong sejak dua tahun silam telah memberikan bantuan kepada petani berupa pembangunan sumur bor. Ada lebih dari 20 sumur yang telah dibagun di sawah-sawah yang jauh dari sumber air. “Dulunya cuma bisa dua kali panen. Mentok sampai tiga saja. Tapi sekarang, bisa digunakan sepanjang musim,” terang Masduki, Carik Desa Pocong.
Selain pembangunan sumur bor yang masih akan dilanjutkan, keseriusan pemerintah desa untuk membantu petani juga terlihat dari pembentukan BUMDes. Melalui BUMDes pihak desa memberikan fasilitas berupa mesin pompa air dan traktor yang bisa dipinjam petani. Alat-alat tersebut, bisa digunakan masyarakat dengan biaya Rp 10 ribu sekali pakai.

Selain sektor pertanian, Desa Pocong juga memiliki potensi lain seperti ukir kayu. Ada dua jenis ukir kayu yang berkembang, yakni ukir inlay atau teknik ukir dengan cara memasukkan atau menempelkan kayu-kayu kecil ke kayu yang lebih besar untuk membuat pola. Juga ada ukir kayu biasa dengan metode mengukir kayu menggunakan alat ukir.
Menurut Masduki, dulu, ukir kayu dari Desa Pocong sempat menjadi salah satu usaha yang besar dan cukup terkenal. Terutama di Bali, yang menjadi salah satu konsumen terbesar. Sayangnya, setelah Bom Bali tahun 1998, banyak konsumen dari Bali yang menghentikan pesanan sehingga produksinya pun kini menurun.
Melimpah Sumber Air
Potensi lain yang ada di Desa Pocong adalah alamnya yang kaya. Terutama sumber air. Setidaknya, ada tujuh titik sumber air besar dan tersebar di wilayah Desa Pocong.  Disamping, sumber-sumber kecil yang juga masih kerap muncul dan menjadi titik sumber air baru. Keberadaan sumber-sumber tersebut pun telah dimanfaatkan bukan saja oleh warga desa tetapi juga pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Salah satu sumber, yakni Sumber Guddul dijadikan sumber air PDAM Kabupaten Bangkalan. Air


tersebut kemudian di alirkan ke daerah-daerah sulit air sampai ke Kabupaten Sampang. Sebagian lagi diproduksi menjadi air minum kemasan. “Desa Pocong ini memang yang airnya paling melimpah. Desa Pamorah yang berbatasan dengan Pocong masih sering kekeringan, tetapi di sini, tidak pernah,” jelas Khairul Anwar, salah satu Guru SDN Pocong asal Sampang yang sudah berdinas sejak tahun 1980an.
Selain itu, Sumber Potat sejak lebih dari sepuluh tahun digunakan TNI AL untuk keperluan air bersih ketika berlayar. Lokasi ini sebenarnya menjadi lokasi terbatas dan hanya orang yang mendapat ijin yang boleh masuk. Tetapi belakangan, Sumber Potat menjadi salah satu destinasi wisata yang cukup ramai dikunjungi. "Selain sumber air yang melimpah, disini juga banyak Bhuju' (Makam keramat, red). Konon, Desa Pocong bisa saja tenggelam karena saking banyak dan besarnya sumber air kalau saja tidak kuat-kuatnya Karomah Bhuju' Desa," imbuh Khairil Anwar.
Keelokan alam dan kejernihan sumber-sumber air yang ada di Desa Pocong memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Namun, meski sudah banyak dikunjungi wisatawan, pemerintah desa masih belum memiliki rencana untuk mengelolanya menjadi wisata. ''Sumber Pocong sudah menjadi wisata yang viral di media sosial. Coba cari tentang Visit Madura Kekinian, disana Sumber Pocong menjadi salah satu lokasi yang disarankan untuk dikunjungi,” terang Masduki. (tur,hay)

DATA DESA
Nama Desa                  : Pocong Kec Tragah Kab Bangkalan
Kepala Desa                : Siti Fadhilah (2016-2022)
Sekretraris Desa          : M. Rusdi
Carik                           : Masduki
Kaur
ü  Keuangan        : Ernawati
ü  Umum             : Husni Mubarak
ü  Perencanaan    : Fuadz Hasan Basri
Kasi
ü  Kesra               : Hasan
ü  Pemerintahan  : Masduki
ü  Pelayanan        : Tanti
Nama Dusun
ü  Karang Anyar, Kasun  : Mustofa
ü  Karang Asem, Kasun  : Juri
ü  Karang Guddul, Kasun : Mu'id
Ketua BPD                 : Muhammad Anwar MB
Luas Wilayah              : 
Jumlah Penduduk       : 1300 Jiwa
Jumlah KK                  : 190 KK
Batas Desa
ü  Utara               : Desa Pamorah Kec Tragah
ü  Timur               : Desa Banyubesi Kec Tragah
ü  Selatan                        : Desa Ja'ah Kec Tragah
ü  Barat               : Desa Pacangan Kec Tragah
Titik Lokasi Sumber Air
ü  Karang Anyar              : S.Gantung, S.Potat, S.Kerrek
ü  Karang Asem              : S.Payung, S.Brumbung, S.Loncak
ü  Karang Guddul           : S.Guddul
Makam Keramat (Bhuju')
ü  Karang Anyar              : Makam Tangghung
ü  Karang Asem              : M.Kelenang, M.Beher
ü  Karang Guddu            l           : M.Guddul, M.Bilaporah, M.Langgher, M.Raden Manggul




Dari Mitos Air Penyembuh Hingga Hikayat Pulau Madura

MENGUNJUNGI Desa Pocong bak membuka lembaran buku sejarah Pulau Madura. Mengapa? Karena Dari Pocong lah sejarah Ke' Lessap diyakini bermula. Salah seorang tokoh sejarah yang perjalanannya melahirkan penamaan kabupaten di Tanah Garam tersebut.
SEJARAH memang tak pernah tunggal. Selalu ada pembanding atas setiap versi yang muncul. Begitu juga dengan Desa Pocong. Kesan seram dari penamaan desa di Kecamatan Tragah tersebut pun memunculkan versi cerita yang tidak kalah mencekam.
Tidak ada literatur pasti terkait penamaan tersebut. Salah satu versi cerita yang beredar di masyarakat menceritakan, dahulunya Desa Pocong merupakan wilayah hutan belantara yang belum banyak dihuni masyarakat. Suatu ketika, saat ada masyarakat meninggal yang sebagaimana adat istiadat mayatnya pun dipocong  (Jasad yang dipakaikan kain kafan) dan dikebumikan.
Ketika malam tiba, masyarakat dikejutkan dengan penampakan pocongan yang berjalan kesana kemari melewati hutan-hutan, semak belukar, dan pemukiman penduduk. Kejadian tersebut berlangsung hingga 40 hari kematiannya. "Nah, karena setiap kali ada yang meninggal katanya selalu jadi pocong, akhirnya desa ini diberi nama Desa Pocong," kisah Masduki yang sejatinya juga tidak sepenuhnya yakin dengan kevalidan cerita yang berkembang tersebut.
Versi lainnya yang juga banyak diyakini menjadi cikal bakal penamaan Desa Pocong, ada kaitannya dengan kebiasaan Orang Madura yang suka mengubah pelafalan kata sesuai logat lokal. Masyarakat Madura tentu akrab dengan lagu yang dinyanyikan Penyanyi Madura Khoirul Anwar (Al-Abror) berjudul Reng Madureh (Orang Madura). Salah satu lirik lagunya berbunyi "Keng sayang bahasana reng madureh nyamana, bilu' ta' etemmo konco' bungkana" (Hanya sayang bahasa orang Madura, bengkok tak jelas asal mulanya).
"Sebenarnya kata Pocong itu asalnya dari  kata Pucang, sejenis pohon pinang. Tapi pengucapannya berubah mengikuti lidah orang Madura jadi Pocong," ungkap Dwi Ratno Varianto, yang juga salah seorang guru di SDN Pocong.
Menurut Dwi Ratno yang mendapat cerita dari sesepuh desa ini menjelaskan, bahwa penamaan Pucang yang beralih menjadi Pocong tersebut, dikarenakan salah satu titik sumber pertama yang ditemukan, konon muncul dari bawah Pohon Pucang. Di beberapa daerah, Pohon Pucang memang dipercaya sebagai salah satu tanaman yang memiliki nilai magis. Sehingga tidak heran ketika masyarakat memiliki kepercayaan mistis terhadap air yang berasal dari sumber-sumber yang ada di Desa Pocong.
Salah satu sumber bahkan dipercaya memiliki khasiat penyembuh, yaitu Sumber Kerrek yang berada di Dusung Karang Anyar. Dikisahkan, dahulu salah seorang Putri Raja Bangkalan menderita penyakit kulit dan sulit disembuhkan. Suatu ketika sang raja mendapat wangsit, bahwa penyakit tersebut akan sembuh jika sang putri mandi di Sumber Air Desa Pocong.
Ajaib, setelah mengikuti saran sang ayah. Tubuh putri yang sebelumnya dipenuhi dengan penyakit kulit yang mulai mengering, yang dalam Bahasa Madura disebut Kerrek pun lenyap seketika. Sumber air tempat sang putri mandi itulah yang kini disebut Sumber Kerrek. “Selain katanya menyembuhkan, sumber air yang lain juga banyak dipakai dalam ritual perkawinan sumber oleh warga desa lain yang sumbernya kering. Dengan mencampurkan air dari sumber asal dan Sumber Pocong,” ungkap Masduki.
Cikal Bakal Tanah Garam
Namun, kendati memiliki versi yang simpang siur terkait asal mula nama Pocong, literatur sejarah menyepakati satu hal, bahwa penamaan Desa Pocong sudah ada bahkan sebelum nama-nama kabupaten-kabupaten di Pulau Madura. Sebagaimana diketahui, Pulau Madura terbagi atas empat kabupaten. Dari ujung barat ada Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep di ujung Timur. Penamaan masing-masing kabupaten tersebut konon berawal dari kisah salah seorang pemuda Desa Pocong yang terkenal, yakni Ke' Lesap.
Ke' Lesap merupakan tokoh yang terkenal sakti dan tak terkalahkan. Ia merupakan keturunan Raja Bangkalan, Pangeran Cakraningrat IV (versi lain mengatakan Cakraningrat III) dari salah seorang selirnya yang berasal dari Desa Pocong dan dikenal nama Nyi Pocong.
Ke' Lesap tumbuh dewasa tanpa tahu siapa sebenarnya sang ayah. Hingga suatu ketika sang ibu menjelaskan asal usulnya dan memberikan barang peninggalan sang ayah sebelum memutuskan kembali ke kerajaan meninggalkan Nyi Pocong dan Ke' Lesap yang masih dalam kandungan.
Singkat cerita, Ke' Lesap sampai di Keraton Bangkalan dan bertemu dengan raja setelah menunjukkan barang yang diberikan sang ibu. Ia diterima untuk tinggal di istana tapi sebagai penjaga kuda. Kendati mendapat pengakuan, namun perlakuan berbeda yang diberikan sang ayah pun mematri kecemburuan di hati Ke' Lesap. Ke' Lesap yang memang terkenal suka melakukan tirakat, memutuskan untuk bertapa agar memperoleh kesaktian. Salah satu tempat yang konon pernah ditempati bersemedi adalah Gunung Geger di Bangkalan.
Dari hasil pertapaan tersebut, Ke' Lesap mendapat kesaktian sebuah calok (golok) bernama Kodhi Crancang yang bisa mengamuk dengan sendirinya tanpa ia kendalikan. Kecemburuan yang dirasakan Ke' Lesap pun berubah menjadi pemberontakan terhadap ayahnya sendiri. Wilayah yang pertama kali ditaklukkan adalah kerajaan  paling timur Pulau Madura yang kemudian hari dinamakan Songennep, atau Sumenep. Kata Songennep berasal dari kata Moso (Musuh), Ngenep (Menginap). Sebab dikisahkan, Ke' Lesap sempat menginap di wilayah tersebut dalam rangka penaklukan.
Setelah Sumenep berhasil ditaklukkan, perjalanan Ke' Lesap dan bala tentaranya menuju ke barat. Dalam perjalanannya Ke' Lesap sempat mengirim utusan untuk mengabarkan rencana penaklukan, Dan dalam waktu yang tak lama daerah tersebut pun takluk dibawah kuasa Ke' Lesap. Pesan peringatan, yang dalam bahasa Madura disebut Mekasan pun menjadi cikal bakal nama Pamekasan.
Sedangkan nama Sampang, dinisbatkan pada kata nyimpang yang artinya berjalan menyerong. Dikisahkan wilayah di timur Bangkalan ini dipimpin Adipati Adikoro IV. Ketika hendak menyerang, Ke' Lesap dan bala tentaranya sempat mengambil jalan menyerong untuk mengecoh pasukan sang adipati. Dalam pertempuran yang sengit sang adipati pun gugur dan sekali lagi, Ke' Lesap mendapat kemenangan.
Menyadari kesaktian dan semakin banyaknya kekuatan yang dihimpun Ke' Lesap, Raja Cakraningrat IV pun memiliki siasat untuk melumpuhkan Ke' Lesap. Untuk mengecoh Ke' Lesap, Raja mengirim pasukan yang berpakaian seperti penabuh gendang dan para penari yang cantik jelita sembari membawa bendera putih tanda menyerah.
Melihat hal itu, Ke' Lesap menyangka bahwa Raja Cakraningrat IV telah mengakui kekalahan dan tunduk padanya. Ia pun menjadi lupa diri dan tidak siaga. Ditengah hiruk pikuk pesta perayaan kemenangan itulah, pasukan Raja Cakraningrat IV menyerang Ke' Lesap dan bala tentaranya yang telah lengah dan mabuk berat. Setelah berhasil dilumpuhkan, Ke' Lesap digiring menemui sang raja. Sesaat ketika Pangeran Cakraningrat IV hendak menancapkan tombak ke tubuh Ke' Lesap, tubuh Ke' Lesap muksa (sebagian mengatakan meninggal setelah tertusuk).
"Raja yang gembira atas kematian Ke' Lesap pun berseru Bengkah La'an' yang artinya mati sudah. Sejak hari itulah wilayah ini dikenal dengan sebutan Bangkalan. Desa tempat Ke' Lesap dilumpuhkan juga disebut Juno', e Jujjuh Nyuno' atau ditusuk, " jelas Dwi mengisahkan. (hay, tur)


>>>> Masduki, Carik Desa Pocong
''Saya Carik, Tapi Bukan Sekdes''
TAK hanya penamaan Desa Pocong yang mengecoh dengan kesan seramnya. Masduki, sang carik pun tidak kalah mengecoh. Sebagai salah seorang punggawa desa, pembawaannya yang sederhana dan ramah khas masyarakat pedesaan pun hampir mengecoh Tim Derap Desa yang berkunjung ke kediamannya.
Mendapat rekomendasi langsung dari Klebun (Kepala desa, red) Pocong, Siti Fadhilah yang baru menjabat pada 14 Desember 2016 lalu. Masduki yang tak lain adalah kakak kandung dari Masturi, Suami Klebun Siti Fadhilah memang notabene-nya lebih memahami seluk-beluk desa.
Rekam jejak Masduki sebagai Carik Desa Pocong dimulai sejak 1994. Sempat vakum pada kisaran 2000-2008, suami dari Nurhayati tersebut kembali aktif saat sang adik, Masturi, memenangi pilkades dua periode pada 2009-2016. Dan berlanjut pada masa kepemimpinan Siti Fadhilah, setelah Masturi memasuki masa akhir jabatan dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Bukan saja karena adanya hubungan kekerabatan yang menjadikan Masduki dipilih sebagai Carik. Kedekatan dengan warga serta rekam jejaknya selama mendampingi sang adik pun menjadi pertimbangan. Bahkan sekalipun secara administratif dirinya bukanlah Sekretaris Desa (Sekdes) yang diangkat dan digaji pemerintah. “Saya memang Carik, tapi bukan Sekdes,” ujar Masduki kala menjabarkan tentang susunan pemerintahan desa.
Namun, kenyataan tersebut tak mengurangi semangat pengabdian Masduki pada tanah kelahirannya. Bagi Masduki, ada kebanggaan tersendiri kala dirinya bisa melayani kepentingan masyarakat, berbaur, serta menjadi orang pertama yang memahami kebutuhan masyarakat. Meskipun, Masduki juga tidak menampik bahwa ada kendala dan masa-masa sulit yang harus dihadapi. “Setiap pengabdian memang tidaklah mudah dan dibutuhkan pengorbanan. Tak jarang, kepentingan kita berbenturan dengan kepentingan masyarakat. Jika sudah begitu, pilihannya adalah berbesar hati untuk mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujar Masduki bijak.
Disamping itu, dalam catatan perjalanannya, beberapa pembangunan baik dalam aspek fisik maupun pemberdayaan masyarakat telah banyak dilakukan. Diantaranya seperti pembuatan sumur pantek (bor, red) untuk pengairan sawah yang jauh dari sumber air, pengaspalan dan pavingisasi jalan desa, masjid, serta jembatan desa. Tak ketinggalan juga menggagas kelompok drum band yang dikelola pemuda karang taruna desa.
Kedepan, pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan bidang pertanian memang masih akan menjadi prioritas utama. Mengingat, pertanian merupakan sektor utama pendapatan masyarakat desa. “Kalau untuk potensi wisata, memang belum ada perencanaan. Tapi kalaupun terealisasi besar kemungkinan kami masih harus menggandeng pihak ketiga,” ujar pria  46 tahun yang menggenapkan usia pada 22 Januari tersebut memungkasi. (hay, tur)
BIODATA
Nama   : Masduki
TTL     : Bangkalan, 22 Januari 1971
Istri      : Nurhayati
Anak   : 4 orang
ü  Hafifah
ü  Isnaini Fajariyah
ü  Lailatul Izzati
ü  Fikriyatul Mukarromah