Kamis, 05 Februari 2015

Karna, First and Last

Aku tidak tahu, dimasa mendatang apakah aku akan dikenang atau tidak. Kalaupun dikenang seperti apakah orang akan menilai peran yang kujalani. Tapi hal itu tak lagi penting bagiku. Bheesma Yang Agung benar, kemalanganku telah menjadi kemalangan seluruh masyarakat. Kemenangan kalian sudah digariskan, karena itu pimpinlah masyarakat dengan segenap keagungan yang lahir bersama doa dari kelahiran kalian.
Yudhistira, pribadi surgawimu akan menjadi jalan terang bagi masyarakat. Ketahuilah, harga yang dibayar oleh generasi ini teramat mahal. Karenanya tugasmu bukan saja memimpin masyarakat baru tersebut. Lebih dari itu, dipundakmu terbebankan tugas membawa mereka mencapai keadilan. Sesuatu yang menjadi landasan perang besar ini dianggap jalan mencapai dharma.
Bheema, kau yang terkuat. Kekuatan penyangga kebesaran Hastinapura. Sejarah besar terukir dari keteguhan dan tekadmu yang tak tergantikan. Seperti angin, tak ada hal yang bisa mencegah langkahmu. Sepanjang kisah kau menanm kebencian untukku, tapi di langkah terakhirku benci itu tercerabut hingga dari akarnya. Apa yang akan lebih kubanggakan daripada itu adikku? Tuntaskan tugasmu, tunaikan sumpahmu, lalu beri kebahagiaan untuk dinastimu.
Arjuna, adikku tersayang. Nasib apa yang menjalin kita berdua. Kau layaknya cerminan diriku, yang nyaris kulihat sebagai kutukan. Kau tahu, kakakmu ini tak pernah mendapatkan tempat bahkan di sisi orang-orang yang dikasihinya. Dan entah bagaimana caranya kulepas duka dihatimu atas kematianku. Nasib aneh kita berdua telah menyisakan luka yang teramat dalam dihati dinasti kita.
Arjuna, berdukalah untukku. Dukamu adalah kasih yang melepas dosa kehidupanku. Tapi tetaplah hidup untukku, layaknya pertapa ambillah tempatku dan biarkan jiwaku bersemayam dalam dirimu. Jalani segenap dharma yang tak sempat kuukir di hidupku. Biarkan ibu melihatku dalam dirimu. Katakan padanya, Suryaputra anaknya tidak pernah mati. Jadilah lambang kejayaan bagi kerajaan yang dipimpin kakakmu.
Nakul dan Sahadev, permata kecil keluargaku. Seperti kelahiran kalian yang menghapus luka. Jadilah sungai yang terus mengalir tanpa kering. Sejukkan hati dinasti yang telah menanggung duka karena kekejian yang mengakar ini.
Ibu, aku tidak bisa menyangkal aku marah akan kelahiranku. Juga keputusan melapasku dari ayunanmu. Hidupku dipenuhi dengan kedewaan ayahku, tapi penderitaan menjadi warna dari pilihanmu. Namun apalagi yang bisa kuminta, cinta yang tertanam dari doa kelahiranku membuatku selalu berakhir di kakimu. Kini, bersama dengan dharma bhakti yang tak tuntas kutitipkan salam rindu untukmu. Kenanglah aku sebagai putramu. Kurasa itu cukup membayar semua deritaku selama ini.