Rabu, 16 Desember 2015

Wisata Religi Segoropuro Pasuruan

Situs

Berburu Berkah Sang Wali

Hari menjelang senja, ketika tim DD memutuskan berbelok menuju arah Desa Segoropuro, Kec Rejoso, Kab Pasuruan. Sekitar 10 kilometer arah timur dari jantung Kota Pasuruan melalui jalur Pasuruan-Surabaya. Dari arah tersebut sebelah kiri jalan terdapat gapura Desa Kemantren Rejo. Selanjutnya, masuk 2,5 kilometer menuju makam Segoropuro ditandai gapura Desa Segoropuro.
Tujuannya tak lain adalah berziarah ke makam Sayid Arif bin Abdurrahim, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Segoropuro. Bagi yang belum pernah ziarah ke Makam Segoropuro, akses menuju lokasi terbilang mudah. Didukung pula dengan banyaknya penunjuk arah menuju kompleks makam. Wisata Religi Makam Segoropuro, begitulah bunyi tulisan penunjuk lokasi yang terpampang di pinggir jalan raya.
Sebuah halaman parkir yang nampak lengang menyambut DD saat memasuki kompleks makam. Luasnya area parkir sempat membuat DD memarkir kendaraan leluasa dan diparkir tepat di depan pintu masuk makam. Pemandangan lain, yang juga sempat terlihat adalah jajaran toko di sisi timur yang menjual aneka suvenir, makanan dan minuman.
“Kok sepi?” sebuah pertanyaan tak terucap muncul di benak kami. Maklum, bagi pengunjung yang berasal dari Surabaya-Sidoarjo mungkin akan sedikit dibuat heran dengan kondisi makam yang cenderung sunyi. Betapa tidak, di Surabaya terdapat makam Sunan Ampel yang nyaris tidak pernah sepi pengunjung maupun pedagang yang memadati area sekeliling makam. Namun, kesan itu mulai terbantahkan ketika tak lama berselang datang dua rombongan mobil besar turut memasuki area makam Segoropuro.
“Kalau hari biasa para peziarah datang silih berganti, Biasanya jumlah pengunjung melonjak saat malam Jumat Legi, peringatan haul setiap 10 Jumadil Akhir, atau pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir puasa Ramadhan.,” tutur pria paruh baya yang menyambut DD di pintu masuk.
Beruntung DD datang di hari biasa. Jika tidak, jangankan bebas menentukan tempat parkir, duduk tenang berdzikir pun mungkin sulit. Sebab, pada hari-hari tertentu suasana makam yang lengang akan berubah menjadi lautan manusia yang memadati hampir setiap sudut makam.
Di luar hari-hari khusus, kompleks makam Segoropuro memang menyajikan suasana yang hening cenderung mistis. Rindangnya pepohonan, kicauan burung, juga lokasi makam yang agak tinggi atau berbukit menambah kesan alami. Kendati di area seluas 2.500 meter persegi itu, telah dibangun aneka bangunan bergaya modern, seperti masjid, tempat wudlu, musala khusus putri, juga area makam utama dibentuk menjadi bangunan bercungkup.
Tempat menarik lainnya, di sudut kompleks makam dapat dijumpai sebuah goa, yang konon dipercayai sebagai alternatif tempat tirakatan bagi yang ingin melakukannya. “Yang datang ke sini bukan cuma mereka yang ingin berziarah. Ada pula yang melakukan tirakatan atau ritual khusus. Termasuk mereka yang tengah mencalonkan diri di jabatan-jabatan tertentu,” kata Abdul Karim, juru kunci makam ditemui di rumahnya yang tak jauh dari kompleks makam.
Abdul Karim juga menjelaskan, peziarah yang datang tak hanya dari dalam kota, namun juga dari Jember, Banyuwangi, Malang, Sidoarjo, Surabaya, Jombang, Madura, Solo, bahkan Cirebon. Sesekali, tempat ini juga mendapat tamu dari luar negeri.
Di kompleks makam Segoropuro terdapat tiga makam utama, yaitu Sayid Arif Abdurrahim, Sayid Abdurrahman, dan Mbah Kendil Wesi. Ketiga tokoh tersebut merupakan penggerak syiar Islam di pesisir Jawa, seperti Madura dan Pasuruan.

Cahaya, Karomah dan Sebutan ‘Mas’
            Bercerita mengenai Makam Segoropuro, dalam hal ini kisah Sayid Arif bin Abdurrahim tidak akan lepas dari kisah beberapa tokoh ulama besar lainnya. Sayid Arif yang memiliki nama lengkap Sayid Ali Al-arif Basyaiban merupakan putra sulung dari Sayid Abdurrahman bin Umar Basyaiban asal Yaman.
Ibundanya adalah Ny Syarifah Khadijah binti Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) atau yang dikenal dengan sebutan Raden Ayu Bangil. Sayid Arif merupakan kakak kandung dari Sayid Sulaiman Basyaiban yang dimakamkan di Kanigoro, Kab Jombang. Sementara itu, keduanya juga merupakan keponakan, murid, sekaligus menantu dari Kyai Sholeh Semendi bin Syarif Hidayatullah.
            Seperti halnya putra seorang ulama, keduanya mendapat pendidikan agama yang kuat dari orangtua dan pamannya. Tak hanya itu, ketika masih muda atas perintah sang ayah keduanya juga sempat menimba ilmu di pesantren Sunan Ampel Surabaya. “Konon, waktu mondok inilah karomah beliau berdua mulai terlihat. Sampai kemudian keduanya mendapat sebutan mas (sejenis ‘Gus’),” kata Abdul Karim.
            Kisah itu bermula, ketika salah seorang pengasuh pondok yang tengah berjalan di sekitar area pesantren mendapati cahaya menyilaukan dari salah satu kamar santri. Karena kondisi sekitar yang gelap, sang kyai kesulitan mengenali tubuh dua orang yang ternyata menjadi sumber cahaya tersebut. Sehingga munculah inisiatif membuat ikatan pada sarung keduanya.
            Pagi harinya, sang kyai menanyakan perihal ikatan yang dibuatnya tersebut. Sampai akhirnya diketahui bahwa tubuh yang mengeluarkan cahaya emas menyilaukan tersebut adalah Sayid Arif dan Sayid Sulaiman. Sehingga sang kyai berpesan pada semua santri agar mulai hari itu, keduanya dipanggil dengan sebutan ‘Mas’.
            Kisah menarik lainnya adalah sekembalinya dua bersaudara tersebut dari pesantren dan menemui sang ibunda di Cirebon. Selang beberapa waktu, sang ibunda kembali meminta keduanya menemui pamannya, Kyai Sholeh Semendi di Pasuruan untuk menimba ilmu.
            Singkat cerita, sesampainya di Pasuruan, Kyai Sholeh memberikan perintah yang mustahil pada keduanya. Membabat hutan dalam waktu sehari. Namun karena kebersihan hati dan ketawadluan keduanya, perintah tersebut tetap dipatuhi. Dan sungguh luar biasa, tugas itu berhasil dengan baik kurang dari sehari, dan tanpa berbekal alat berat apa pun. Selain pisau kecil yang konon diberikan sang bunda sebelum berangkat.
            “Kisah tentang karomah beliau banyak sekali. Makanya kebiasaan di sini adalah tawassul Alfatihah ditujukan pada Sayid Arif, Sayid Abdurrahman putra beliau, dan Mbah Kendil Wesi, murid beliau yang juga punya karomah. Hajat apa pun, pendidikan, pekerjaan, jodoh, keselamatan, dengan hati bersih dan tulus mohon pada Allah, Insyaallah makbul (terkabul),” tutur Abdul Karim. (hay, uul, yus)