Senin, 15 Desember 2014

REDUPNYA CAHAYA SURYAPUTRA


Seorang ibu adalah kekuatan bagi putranya. Keberanian yang akan membawanya menuju kemenangan, atau setidaknya kebanggaan menuju nirwana. Tapi sekali lagi aku tidak memiliki keduanya untuk hidupku, adikku Arjuna. Aku seperti melihat kematianku dimatanya.

            Pagi hari menjelang  perang dihari ke17, Ibu Kunti datang menemuiku. Disaat yang sama, airmata menetes dari mataku tanpa kutahu alasannya. Kali ini pun sama, dia datang karena kekhawatiran akan keselamatanmu. Dia tahu bahwa hanya aku satu-satunya orang yang mampu mengalahkan kesatria tangguh sepertimu. Dia hanya tidak tahu bahwa aku telah kehilangan kebencianku kepadamu. Dan setiap senjata yang kuarahkan padamu adalah ketidakberdayaanku. Ketidakberdayaan sebagai seorang kakak yang seharusnya mengangkat tangan untuk merestui adiknya. Bukannya busur untuk membunuhnya.
            Aku melihat jelas duka di matanya, saat tangan agungnya memegang belati. Dia datang meminta kemurahanku untuk mengakhiri hidupnya. Hidup yang seperti kematian ketika harus melihat kedua putranya berduel. Coba katakan padaku, Adikku! Jika kau berada dalam posisiku, ibumu datang dan meminta kematiannya, apa yang akan kau lakukan? Itu seperti doa untuk kematianku sendiri, Adikku.
Ibu Kunti: Anakku, Karna!
Karna: Ibu Ratu, kau kesini untuk mendoakanku atau meminta kehidupanku sebagai amal? Aku telah mengecualikan nyawa keempat anakmu sebagai amal sebelumnya.
Ibu Kunti: Jika satu bagian tubuh terpotong maka penderitaan akan dirasakan oleh seluruh anggota tubuhnya, Anakku. Sama halnya jiika kehidupan salah satu anakku dalam bahaya, maka kehidupan ibunya juga dalam bahaya. Aku punya satu permintaan, lakukanlah! Bermurah hatilah pada ibumu. Aku  tahu kau terikat oleh sumpahmu, itu sebabnya aku tidak memintamu untuk melanggar sumpahmu. Tapi daripada merasakan kematian setiap saat, jika aku mati saat ini, hari ini ketika kau menghadapi adikmu sendiri, Arjuna. Aku akan merasakan kematianku sendiri. Itulah sebabnya aku memintamu untuk mengakhiri hidupku saat ini juga.
Karna: Apa maksudmu, Ibu? Mengucapkan kata-kata itu tidak akan ada gunanya. Kau ibu dari kesatria. Di medan pertempuaran ini anak-anak dari ibu lain tidak terhitung yang telah dikorbankan. Cobalah untuk mengingat ratapan mereka. Kau adalah seorang ibu ratu. Kau figur seorang ibu diseluruh kerajaan. Kau memiliki anak-anak yang tangguh. Jika mereka sampai tahu bahwa demi melindungi mereka kau sampai ingin mengakhiri hidupmu, maka kemampuan mereka akan ternoda.
Ibu Kunti: Tapi Anakku,,,
Karna: Seorang ibu adalah kekuatan anak-anaknya. Dia adalah keyakinannya. Aku meminta padamu, agar mengijinkan anak-anakmu melaksanakan kewajibannya.
Ibu Kunti: Tapi Anakku aku,,,
Karna: Anakmu, pasti akan mengingat janjinya. Seluruh dunia mengakui, Ibu Kunti adalah ibu dari lima anak yang tangguh. Bahkan sampai perang ini berakhir ,itu akan tetap berlaku.
Ibu Kunti: Aku hanya punya satu permintaan, diseluruh kehidupanku ini aku telah menyimpan kisah kelahiranmu sebagai rahasia. Dan beban ini selalu menjadi beban dihatiku. Pertama keberanianku telah terkalahkan. Kemudian rasa percaya dirimu telah terkalahkan. Dan sekarang di medan pertempuran ini kasih sayang seorang ibu akan pula dikalahkan. Itulah kenapa aku memintamu, aku memintamu anakku, setelah perang ini usai, aku akan meminta ijinmu untuk mengungkap kisah dari kelahiranmu dihadapan semua orang.
Karna: Jika aku melihat kata-katamu Ibu Ratu, maka kau telah memutuskan akulah yang akan mati dalam perang besar ini.
Ibu Kunti: Tidak nak,,,
Karna: Sebab jika Arjuna yang mati, maka aku terikat sumpah untuk menyatakan diriku sendiri sebagai anakmu yang kelima. Tetapi jika Arjuna memiliki kemampuan untuk membunuhku maka aku akan memberikanmu ijin. Bahwa setelah kematianku, anak-anakmu dapat melakukan upacara terakhirku bukan sebagai musuh tapi sebagai seorang saudara.
Iya adikku, bahkan dalam ketidaksadarannya IbuKunti lupa menyalakan obor kehidupanku. Aku yang terlahir dari kesalahannya, selamanya hanya akan hidup untuk berjuang. Dan mati sebelum perjuangan itu mencapai hasilnya. Tapi mungkin aku harus bangga, karena kematianku terjadi ditanganmu. Tangan yang juga akan membawa kendi pemujaan di upacara terakhirku, atas namaku, dengan cinta dan penghormatan. Sungguh, ini indah pada akhirnya.