Minggu, 27 Agustus 2017

APIKU CAHAYAMU



Hari Ketika Kehormatanku Digadaikan

Kenapa semua ini terjadi padaku?

Kenapa aku menuai apa yang tidak kutanam?

Kenapa aku menerima balasan dari kesalahan yang tidak kulakukan?

Lalu setelah semua itu, aku harus menyediakan hati seluas samudera untuk memaafkan

Aku ingat, kau hanya berdiri melihat kehancuranku

Seolah bersyukur dan menikmati pembalasan atas penghinaan yang kulakukan

Tapi kemudian aku tahu, kau jauh lebih terluka dariku

Dalam pergolakanku aku dijanjikan kemenangan

Sementara kau, ditaqdirkan menjadi tameng adharma untuk menuntaskan langkah kelahiranku

Kau benar, cahaya tak pernah jadi kelemahan api

Tapi api ini tak lagi memiliki arti, ketika cahayanya redup di medan laga....

Subadra


Seperti udara, yang tak pernah tersebut dalam napas

Hidupku untuk melengkapi wiracarita dari perjalanan para pahlawan

Dari rahimku lahir pembawa lantaran kejayaan tanah ini

Dan ketika tiba waktunya, kuharap maksud dari kelahiranku menjadi doa bagi kemenanganmu

MANISAN


Kau membawakanku manisan, tapi berlutut di hadapanku. Apa kau sedang merayakan kekalahanku?

Tidak. Aku sedang menikmati ketidakberdayaanku

Berdirilah, Kesatria! Singgasanamu akan mengutukku jika kau berada di kakiku

Biarkan aku disini sejenak. Biarkan aku melihat dari arah ini sementara waktu. Biarkan tempat ini mengingatkanku betapa kuatnya dirimu, dan lemahnya aku

Bagaimana cahaya menjadi kelemahan api? Bagaimana kau kalah, sementara aku berdiri sebagai lambang kejayaanmu?

Tidakkah kau lelah menghiburku?

Apa kau lelah menjadi kekuatanku?

Tidak. Tapi aku juga menjadi kelemahanmu

Percayalah. Itu adalah akibat dari kita sebagai manusia. Dan itu nilai kesempurnaan kita.