Minggu, 28 Desember 2014

Dra M E Budi Siwi R, Pengrajin Batik Khas Ngawi Peraih Pro Poor Award kategori perseorangan Prov Jatim 2014


LEGALITAS ATAS KUALITAS


“Didalam batik terdapat social oriented. Dimana saya menikmati bagaimana bersama orang-orang desa yang bisa dididik, dibina dan berpotensi untuk berkarya. Disamping juga menjadi sumber penghasilan bagi mereka”


Keringat di wajahnya seolah berkata bahwa tubuhnya mulai terasa letih. Sepatu hitam dengan hak 3 cm yang melekat manis di kaki jenjangnya pun sempat dilepasnya. Alih-alih merasa canggung perempuan paruh baya itu justru nampak santai menemui pengunjung, dan beberapa awak media yang hilir mudik menemuinya.
Dialah Dra M E Budi Siwi Riyayanawati, peraih penghargaan Pro Poor Award kategori perseorangan Prov Jatim 2014. Ditemui di sela-sela Peringatan HKG PKK ke 42 dan BBGRM ke 11 Prov Jatim di Kabupaten Ngawi, Budi Siwi bertutur mengenai ketertarikannya pada batik.
Satu hal menurut Budi Siwi, bahwa batik itu memiliki sosial oriented (orientasi kemasyarakatan) disamping profit oriented (orientasi keuntungan) sebagai sebuah usaha yang menjanjikan. Melalui batik Budi Siwi menikmati bagaimana bersama orang-orang desa yang bisa dididik, dibina dan berpotensi untuk berkarya.
“Batik, dari berbagai sisi sangat membantu. Dari sisi ekonomi jelas, ada banyak peningkatan pendapatan ekonomi. Kemudian dari sikap dan budaya, mereka yang dulunya tidak tahu apa itu canting menjadi tahu, lebih menghargai nilai seni dan tahu kenapa batik itu mahal. Ada pendapatan, kesadaran, pengertian terhadap seni batik yang harus dihargai, juga sense of belonging yang besar,” tutur Budi Siwi menggebu.
Kecuali itu, dengan adanya penghargaan Pro Poor Award yang diterimanya, Budi Siwi mengaku semakin tertantang untuk bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. Kendati untuk hal itu dirinya pun harus berupaya lebih keras untuk memperluas ekspansi pasar dari produk miliknya. Dan yang tak bisa dihindari, persaingan dengan kompetitor yang bukan tidak mungkin menggunakan segala macam cara. Termasuk persaingan yang tidak sehat.
Menanggapi hal tersebut, ibu dari tiga putera ini memilih menjadikannya sebagai tantangan untuk tetap maju dan berjuang. Baginya, segala sesuatu yang dimilikinya saat ini adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tanggung jawabnya hanya berupaya memastikan orang-orang yang bekerja dan bergantung pada usahanya bisa tetap mendapatkan penghidupan layak.

Inspirasi dari alam
            Budi Siwi melalui karya batiknya, seolah ingin menyampaikan pada dunia betapa kayanya Kabupaten Ngawi. Lebih dari 50 motif batik yang telah diciptakan, tak lepas dari inspirasi yang didapatnya dari kekayaan alam dan latar belakang sosial masyarakat Ngawi.
Ngawi merupakan kabupaten di ujung barat Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Menurut sejarah, Ngawi berasal dari kata ‘Awi’ dalam bahasa Sansekerta bermakna bambu. Berada di lereng Gunung Lawu menjadikan beberapa wilayah dataran tinggi Kabupaten Ngawi memiliki udara yang sejuk dan asri. Seperti halnya di area perkebunan teh jamus yang jua meruipakan salah satu objek wisata.
Beda di dataran tinggi, beda pula di dataran rendah. Wilayah dataran rendah Kab Ngawi didominasi hamparan lahan pertanian. Bahkan Kabupaten dengan slogan ‘Ngawi Ramah’ ini pun kondang dengan julukan ‘Lumbung Padi Jatim’.
Tidak jauh dari pusat Kota, terdapat titik pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang disebut Kali Tempuk. Tempat ditemukannya situs manusia purba Pythecantropus Erectus .
Tak hanya itu, Ngawi juga tersohor akan Musium Trinil, Benteng Pendem, dan Alas Ketonggo atau Alas Srigati, yang menjadikan Ngawi dianggap sebagai Daerah Pusaka. Lantaran memiliki keterkaitan langsung dengan sejarah berdirinya Bangsa Indonesia. Bahkan, 35 persen wilayah Ngawi yang merupakan hutan mampu menghasilkan se-abreg batang kayu pohon jati.
Batik Widi Nugraha, merupakan branding produk yang disematkan untuk karya batiknya. Mengambil nama putra keduanya yang memiliki keahlian menjahit, mereka berkomitmen untuk membuat Batik Tulis dengan nuansa Asli Khas Ngawi. Berbeda dengan batik yang sebelumnya ada di Ngawi, yang umumnya menghadirkan motif–motif klasik yang berkiblat pada batik Solo dan Surakarta.
Memulai usaha dari nol, Budi Siwi yang tidak memiliki keahlian membatik pun menjalani kursus selama setahun di tahun 2010. Selain itu Budi Siwi juga aktif mencari informasi dan referensi tentang batik di internet. Mulai dari motif , corak pewarnaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan batik tulis.
Usahanya berbuah, dengan semakin dikenalnya brand Batik Widi Nugraha di masyarakat. Dalam beberapa kesempatan, batik hasil desain Budi Siwi yang juga dijahit langsung putranya Widi Nugraha pun dipakai beberapa tokoh penting. Seperti Presiden SBY, Mentri BUMN Dahlan Iskan, Istri Wapres, hingga Istri gubernur Jatim Bude Karwo.
“Semua ini merupakan pengakuan, bahwa batik yang saya ciptakan diminati masyarakat. Itu yang membanggakan dan memacu kami untuk lebih maju. Bagaimanapun bentuknya yang ingin menjatuhkan kami, persaingan seperti apapun saya percaya pada janji Tuhan. Tuhan yang memberi, Tuhan pula yang akan menjaga. Karena tujuan saya adalah bagaimana bisa mengangkat harkat hidup masyarakat untuk menjadi lebih baik dari sisi ekonomi,” tutur pengrajin yang mengaku telah mengantongi uji kelayakan dan kualitas batik dari Balai Batik Nasional dan memiliki cabang di tiga kota besar, Jakarta, Bandung, dan Surabaya tersebut.
(ati,via,tin)



Agar Dia Tetap Eksis Dalam Hidupnya…
Keberhasilan yang dicapainya barangkali merupakan buah dari usaha dan tekadnya yang kuat. Namun tak banyak yang tahu, dibalik kegigihan memberdayakan masyarakat, ada kasih ibu yang tanpa batas yang mencoba melindungi putranya. Widi Nugraha, putra kedua Budi Siwi yang terlahir dengan keterbatasan fisik tunarungu alasannya.
Saya setiap ditanya kok bisa batik, itu anugerah Tuhan. Dan kenapa saya membatik, karena anak kedua saya tunarungu. Dia sekolah SLB, skillnya di tata busana. Kalau hanya menjahit dan terbatas kemampuannya, dia tidak akan bisa bersaing dengan mereka yang normal. Lalu saya beri nilai tambah di batik. Supaya tidak hanya menjahit tapi dia juga bisa menciptakan produknya sendiri,” kenang Budi Siwi dengan mata berkaca.
Perempuan 50 tahun ini pun mengaku bersyukur jika kemudian usaha yang dilakoninya bersama putranya tersebut mendulang sukses. Tak hanya menjanjikan kemandirian bagi putra-putranya, usaha itupun telah mampu menampung puluhan tenaga kerja dari masyarakat sekitar.
Diakhir pertemuan perempuan yang menggenapkan umur pada 15 Februari ini tak lupa menyampaikan wejangan sekaligus harapan agar setiap orang bisa menghargai dan menghormati hak karya cipta orang lain. Seperti halnya batik, karena didalam batik tersimpan makna filosofis yang mendalam, buah dari kerja keras para pengrajinnya.
“Dari saya pertama, hargai dan hormati hak karya cipta seseorang. Kedua, Batik Widi Nugraha bisa tetap eksis dan tetap bisa menghidup orang banyak, kita tetap bisa berkembang dengan kualitas yang lebih baik dan makin diminati baik lokal maupun nasional hingga mancanegara,” tuturnya dipungkasi tawa renyah dari wajah ayu ibu berkacamata ini.
 (ati,via,tin)

BIODATA
Nama              : Dra Maria Elisabeth Budi Siwi Riyayanawati
TTL                 : 15 Februari 1964
Alamat            : Dsn Nglarangan Ds Karangasri Kec Ngawi Kab Ngawi
Workshop      : Desa Munggut RT 01/01 Kec Padas Kab Ngawi.
CP                    : 08123431175

Lydia Waskito Setiawan, Pengrajin sekaligus Owner NiO-EL Art n' Design Wire Jewelry


BIODATA USAHA
Nama               : NiO-EL Art n' Design Wire Jewelry
Alamat                        : Jl. Jeruk 6/No. 6, Pondok Tjandra Indah Waru-Sidoarjo 61256
Owner             : Lydia Waskita Setyawan
                          Esther Lestari Handajani
Tahun Berdiri  : 2011
Telp.                : 0856-4822-7681 (Esther)
                          0817-9318-335 (Lydia)
Email               : nio_el2@yahoo.com
Facebook         : nio_el@yahoo.com

Lydia Waskito Setiawan, Pengrajin sekaligus Owner NiO-EL Art n' Design Wire Jewelry
BERKARYA UNTUK INDONESIA

Apa tujuan seseorang berwirausaha? Keutungan? Nama besar? Prestise?. Lydia Waskito Setiawan menjawabnya untuk Indonesia. Satu dari sedikit pengrajin dan pengusaha yang menjadikan keuntungan bukan tujuan utama, melainkan pemberdayaan. Seperti apakah?


Bersama rekannya, Esther Lestari Handajani, Lydia –panggilan akrabnya- memprakarsai berdirinya "NiO-EL Art n' Design Wire Jewelry", sebuah rumah kerajinan yang menyediakan berbagai macam kerajinan berupa perhiasan dan aksesoris dari kawat.
Dengan hanya dibantu oleh tiga orang pekerja yang bekerja paruh waktu, Lydia dan Esther menjalankan usaha yang diakui beromset sedikitnya 2-3 juta perbulannya. Mulai menekuni kerajinan kawat sejak tahun 2005. Pada 2008 Lydia dan Esther berinisiatif untuk membuat sebuah buku keterampilan dari kawat. Pada tahun 2009 buku perdana berjudul Aksesori dari kawat ( 90 desain dari aksesori dari artistic wire ) pun terbit.
Melalui buku tersebutlah nama keduanya mulai dikenal oleh banyak kalangan termasuk dinas-dinas di lingkungan pemerintahan Provinsi Jatim yang kerap mengontaknya untuk berbagai event pameran. Diantaranya seperti pada event Jatim Fair atau Inacraft. Melalui kesempatan pameran ini juga Lydia dan Esther memperoleh ladang promosi dan kerapkali menerima pesanan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Seluruh desain serta cara perakitan kawat dan batu memang merupakan kreasi dari Lydia dan Esther. Kendati mengaku tidak pernah belajar di sekolah seni namun hasil kreasi keduanya cukup banyak diminati konsumen.
Desain kecil yang umumnya bisa dikerjakan secara masal seperti bros atau cincin memang lebih banyak diserahkan pada ketiga ibu rumah tangga pekerjanya. Para pekerja tersebut adalah ibu rumah tangga yang mengambil bahan untuk kemudian dikerjakan di rumah sembari mengurus rumah, setelah sebelumnya diajarkan cara membuatnya oleh Lydia atau Esther. Upah untuk setiap kerajinan yang dihasilkan yang dibuat sekitar Rp. 15.000
Sementara untuk desain yang rumit dikerjakannya sendiri, baik oleh Lydia maupun Esther. Desain rumit tersebut umumnya berupa kalung, gelang, atau paket perhiasan dengan tingkat kerumitan tinggi yang beberapa merupakan pesanan pelanggan.
 Untuk pengerjaan yang besar bisa mencapai 2-3 bulan tergantung dari jenis kerumitan anyaman dan bahan yang dipakai. Jadi untuk beberapa customer yang menginginkan model khusus harus memesan terlebih dahulu. Tetapi kami juga kerap membuat kreasi sendiri yang jika customer suka, bisa langsung dibeli,” jelas Lydia.
Bahan untuk kerajinan seperti batu alam paling banyak didatangkannya dari Pacitan dan Sukabumi. Meskipun untuk beberapa jenis batu mulia seperti swarowsky harus didatangkannya dari luar negeri. Diantaranya Malaysia, Singapura, China, hingga Australia.
Indonesia itu sebenarnya kaya. Bukan, sebetulnya memang kaya. Tapi kita kalah di teknologi. Batu-batu mulia seperti ini bahannya sebenarya ada di Indonesia tapi teknologi yang bisa membetuk adanya di luar negeri. Sehingga ujung-ujungnya kita tetap harus impor dari sana,” ujar Lydia menunjuk beberapa kreasi perhiasan buatannya dari batuan swarowski.
Pasaran untuk barang kerajinan memang memiliki pasang surutnya. Namun hal itu tidak menjadi beban pikiran baginya maupun Esther. Keduanya yang juga kerap digandeng oleh Dinas Provinsi untuk memberikan pelatihan kewirausahaan mengaku menjalani usaha dengan santai. Bagaimanapun usaha yang dijalaninya ini berawal dari hoby.
Bahkan Lidya mengaku sama sekali tidak tertarik untuk mengajar pelatihan di luar negeri, seperti yang banyak dilakukan oleh rekan sesama pengrajinnya. Kendati dengan iming-iming uang saku yang besar. Bisa jadi lebih besar dari keuntungan usaha yang digelutinya.
“Daripada saya memintarkan dan memperkaya orang luar negeri kan lebih baik saya melatih orang-orang Indonesia untuk kemudiaan bisa mengelola sumber daya alamnya sendiri. Itu lebih baik kan?” ujarnya berapi dengan nada bertanya.
Menjual Seni
Melalui tangan dinginnya, kawat tembaga dipadu dengan batuan alam pun disulapnya menjadi berbagai aksesori yang tidak kalah cantiknya dengan perhiasan emas dan sejenisnya. Tapi jangan tanyakan dimana semua keahlian seni itu dipelajarinya, karena semuanya murni kreasi alias otodidak.
Kendati menyukai hal-hal berbau seni sejak kecil namun keinginannya untuk belajar di sekolah seni tak kesampaian. Lantaran terkendala orang tua yang menganggap bahwa seniman tidak memiliki masa depan.
Tapi hal itu tak menyurutkan kecintaannya pada dunia seni. Sebelum akhirnya bergelut dengan kerajinan kawat, Lydia sempat aktif bersama Asprinta (Asosiasi Pengusaha Bunga Kering dan Buatan), sebuah perkumpulan yang bergerak  di bidang kerajinan daun kering dan bahan-bahan artificial.
Dari sana kami juga tidak jauh-jauh dari kawat dan semacamnya itulah yang kemudian membawa saya menekuni kerajinan kawat sampai sekarang,” ujar Lydia sembari menunjukkan alat-alat kerjanya yang ternyata hanya berupa obeng-obeng kecil untuk memelintir dan membentuk kawat menjadi berbagai bentuk.
Tak hanya sibuk dengan usaha kerajinan kawat, Lydia bersama Esther pun menerbitkan buku. Tujuannya adalah agar lebih banyak tangan-tangan terampil yang juga bisa mempelajari kreasi yang mereka ciptakan. Beberapa judul buku mereka seperti buku Aksesori dari kawat ( 90 desain dari aksesori dari artistic wire ), Aksesori Futuristik, Aksesori Kain Flanel, dan aksesori dari kawat II ( Padu Padan Kreasi Kawat dengan perca Batik ).
Penulisan buku-buku tersebutlah yang kemudian membangun inisiatif keduanya untuk mendirikan rumah kerajinan dengan nama " NiO-EL Art n' Design Wire Jewelry " pada tahun 2011. Sebuah konsep yang mewakili Kecantikan ,keindahan, kelembutan dan sebuah kekuatan yang berada di dalam setiap kepribadian para wanita, begitulah salah satu tagline yang diusung dalam websitenya.

OJO PRITUNGAN
Mendirikan usaha bersama parnert bukanlah perkara mudah. Kerapkali perbedaan dalam diri masing-masing orang bisa menjadi kendala serius dalam perjalanan usaha. Hal ini agaknya bukan menjadi kendala bagi Lydia dan Esther. Keduanya justru bak sejoli yang selalu seiya sekata.
Partner itu kalau kita bicara soal pekerjaan, jangan dianggap seperti orang lain. Bahkan sudah seperti suami istri. Memang harus sehati sejiwa satu tujuan. Kita sudah tidak memikirkan untung rugi apa yang kita dapat ya itu kita bagi berdua. Kita juga tidak itung-itungan siapa yang kerja siapa yang tidak,” ujar perempuan berkulit putih yag mengaku pernah mendapat pesanan pembuatan bunga hiasan hotel sebanyak 200 buah saat masih aktif di Asprinta.
Prinsip tidak suka pritungan itu bukan saja mengenai hubungannya dengan Esther. Dalam penjualan hasil kerajinan pun Lydia mematok harga sesuai kondisi. Kerajinan dengan bentuk cincin misalnya, untuk harga jual sekitar 100 ribu dilepasnya dengan harga 65 ribu jika pembeli mengambil dalam jumlah yang besar untuk dijual kembali. Sedang batu-batuan (tanpa desain, red) paling murah dipatok dari harga 25 ribu untuk batu asli. Sedangkan untuk batu sintetis (atom) mulai dari 5ribu.
Pengalaman menarik yang sempat membuatnya berbisik saat menceritakannya ketika ditemui di sela-sela pameran pada kesempatan Rakor TP PKK Provinsi Jatim, 25 Desember 2013 yakni saat mendapati pembeli dari luar negeri. Pasalnya, sang pembeli sempat menawar harga dengan tidak wajar karena berpikir Lydia menaikkan harga untuk pembeli luar negeri.
Padahal saya memberikan harga sesuai dengan tingkat seni dari kerajinan itu sendiri, gak peduli yang beli itu orang Indonesaia atau bule,” ujar pengrajin berdarah cina tersebut.
BIODATA
Nama               : Lydia Waskita Setiawan
Alamat                        : Jl. Jeruk 6/No. 6, Pondok Tjandra Indah Waru-Sidoarjo 61256
T.T.L               : 6 Juni 1978
Nama Suami    : Ir. Gideon Setiawan
Pendidikan      : SMEA Akuntansi

Desa Badarasri Kec Ngoro Kab Mojokerto


Data Desa:
Nama Desa: Bandarasri, Kec. Ngoro, Kab. Mojokerto
Kepala Desa: Darsianto
Dusun   :  ada 4
·         Dusun Bandarasri
·         Dusun Kalanganyar
·         Dusun Sengon
·         Dusun Tawangsari
Batas Desa:
-          Barat: Tanjangrono, Ngoro
-          Timur: Tambakrejo, Krembung, Sidoarjo
-          Utara: Tanjekwagir, Krembung, Sidoarjo
-          Selatan: Ngoro



Wakili Kecamatan dalam Lomba KB-Kesehatan
                Dari 19 desa yang ada di Kecamatan Ngoro, Bandarasri terpilih untuk mewakili Ngoro dalam lomba KB-Kesehatan tingkat kabupaten. Kemajuan program dan tingkat partisipasi warga menjadi faktor terpilihnya desa ini.
                Letak Desa Bandarasri yang berbatasan langsung dengan wilayah Sidoarjo membuat perjalanan dari Surabaya ke desa ini lebih dekat jika melalui Kecamatan Krembung, Sidoarjo. Rutenya pun relatif mudah dicari. Cukup temukan jembatan Sungai Porong, lantas ikuti jalan kecil yang berada di sebelah utara jembatan.
                Melihat lokasinya, siapa sangka Desa Bandarasri mempunyai berbagai potensi yang unggul daripada daerah sekitarnya. Salah satunya adalah Kesatuan Gerak Keluarga Berencana (KB)-Kesehatan. Bahkan, karena perkembangan yang baik dalam KB-Kesehatan, Desa Bandarasri terpilih untuk mewakili kecamatan yang terkenal sebagai daerah industri itu dalam lomba KB-Kesehatan tingkat kabupaten. Terlebih, di desa ini hampir tidak pernah terjadi banjir dan kasus demam berdarah (DBD).
                 Dalam penilaian yang dilakukan tim dari kabupaten pada 10 Desember 2013 lalu, terlihat antusiasme warga dalam berusaha memenangkan desanya. Persiapan dari keempat Pokja PKK dilakukan dengan matang. Di samping itu, berbagai kegiatan yang berhubungan dengan KB dan kesehatan pun digelar. Mulai dari cuci tangan pakai sabun, senam, donor darah hingga pemasangan alat KB. Kader PKK, BKB, BKR, BKL serta warga desa lain turut berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan tersebut. Mereka bergerak bahu membahu demi memikat tim penilai.
                Tim penilai yang merupakan gabungan dari beberapa instansi, yakni Bapemas, Dinkes, PKK, dan beberapa instansi lain dengan telaten meneliti laporan-laporan program dari keempat Pokja PKK dan bidan desa dengan detail. Beberapa pertanyaan mengenai perkembangan program di desa juga diajukan tim penilai.
                Meski harus bersaing dengan desa-desa lain, Camat Ngoro, Ketua TP PKK Kecamatan Ngoro dan jajaran perangkat desa tidak berkecil hati. Mereka tetap optimis Desa Bandarasri menang.
“Mudah-mudahan bisa diunggulkan dan mewakili kabupaten sebagai desa KB-Kesehatan,” harap Ketua TP PKK Kecamatan Ngoro, Etik Ridwan.

Mitra Pabrik Gula
                Potensi lain yang menjadi unggulan Bandarasri adalah pertanian. Namun, meski dekat dengan Sungai Porong, tanah di Bandarasri termasuk kering, sehingga tidak memungkinkan untuk ditanami padi atau jenis palawija lain. Para petani di desa ini hanya menanam satu jenis tanaman saja, yaitu tebu. Bahkan, sudah sejak lama para petani tebu di desa ini menjadi mitra dan binaan dari Pabrik Gula (PG) Kremboong dan PG. Candi yang berada di Sidoarjo.
                 Tahun ini, hasil rendemen (prosentase gula dalam tebu) yang rendah membuat para petani tebu, termasuk di Bandarasri mengeluh. Karena dengan rendemen yang rendah, penghasilan para petani juga menyusut.
                “Sekitar tahun 1996/1997 waktu saya jadi petani, saya pernah demo pada PTPN karena rendemen rendah. Waktu itu kami diberi dana sharing dari PTPN, tapi kalau tahun ini sepertinya tidak,” ujar Darsianto, Kepala Desa Bandarasri.
                Ketergantungan petani tebu di desanya dengan pabrik gula membuat para petani tidak bisa berbuat banyak ketika rendemen rendah. Selama ini harga gula memang ditentukan pemerintah, sedangkan rendemen ditentukan pabrik. Agar petani tidak terlalu bergantung dengan pabrik, Darsianto mempunyai ide agar petani tebu di desanya bisa memproduksi tebu sendiri, entah berbentuk gula merah atau yang lainnya. Untuk merealisasikannya, pria yang baru beberapa bulan menjabat kepala desa ini berencana datang ke BLK dan mengusulkan pelatihan dan pembinaan untuk petani tebu di desanya.
                Selain berencana membuat pelatihan mengolah tebu sendiri, Darsianto juga berkeinginan untuk membuat sumur bor. Mengingat kendala yang dihadapi warga dalam menanam palawija adalah pengairannya, sehingga jika terdapat sumur bor di desanya akan lebih memungkinkan warga untuk menanam palawija atau tanaman lainnya.
                Kenapa harus sumur bor? Menurut Darsianto, jika harus membuat bendungan akan lebih tidak mungkin, dikarenakan sumber airnya ada di desa sebelah yang masuk dalam wilayah Sidoarjo. (uul, hay)


               
               Dawiyono, Bagian Budchips (Penyediaan Bibit Tebu) PG Krembung,
KELUHKAN ADANYA KONTRAKTOR
Kondisi tenaga kerja yang minim memaksa PG Krembung untuk mengoptimalkan produksi lahan tebu yang ada. Berbagai inovasi dari penyediaan bibit siap tanam hingga alternatif pengairan yang efektif dan efisien pun diupayakan. Seperti Apa?
Memulai kemitraan dengan masyarakat sejak tahun 1975, PG Krembung yang sebelumnya merupakan BUMN bertindak sebagai penyewa lahan untuk kemudian dijadikan lahan pertanian. Lahirnya Inpres No. 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi membawa babak baru dalam hal hubungan PG dengan Pemilik lahan (yang kemudian diperbarui dengan Intruksi Presiden No.5 tahun 1998).
Dalam Inpres tersebut petani tebu diberikan tempat istimewa. Dengan kata lain, inpres ini bertujuan agar para petani tebu menjadi “raja” di tanahnya sendiri.  Kebijaksanaan ini mengubah hubungan Pabrik Gula (PG)-Tanah, menjadi Pabrik Gula-Petani, dan petani memasok tebu kepada PG. Inpres ini bertujuan meningkatkan pendapatan petani tebu, peningkatan produksi gula dan mencapai swasembada gula konsumsi rumah tangga.
Sejak saat itulah PG yang kemudian berperan sebagai pembina terus mengupayakan perbaikan dalam setiap sietem kerjanya. Diantaranya dalam hal penyediaan bibit temu bagi petani. Sebelumnya bibit diperoleh dengan cara stek batang dari jenis tebu bagalan, yang diakui memiliki resiko kematian yang masih cukup tinggi.
Dengan kondisi tenaga kerja yang minim, PG Krembung melalui bagian Budchips yang tersebar di setiap wilayah pun mengupayakan penyediaan bibit dengan prosentase kehidupan mencapai 95%. Yakni dengan menanam bibit yang telah hidup, dengan kata lain tanaman tebu hidup yang berusia 3 sampai 3,5 bulan dan telah mengalami proses pengerdilan. Bibit ini kemudian dijual kepada petani denga harga Rp.450.
Kondisi tanah untuk wilayah Kec Krembung dan sekitarnya termasuk Desa Bandarasri merupakan daerah delta (kawasan aliran sungai) dan pegununungan. Untuk wilayah delta dengan kondisi drainase yang tinggi umumnya menggunakan bibit dari varietas tebu jenis 92750, 862, dan Kidang Kencono.
Namun, diungkapkan Dawiyono, kecenderungan sulitnya tenaga kerja serta bukan lagi petani murni yang mengerjakan lahan tebu menjadi permasalahan tersendiri. Sejauh ini tujuan dari kemitraan yang diharapkan pemerintah adalah bagaimana para petani merasakan sendiri menggarap dan memperoleh keuntungan dari lahannya, tak terealisasi.
“Jadi tebu yang ada dihamparan ini yang sejumlah 13,4 ha ini itu aslinya kan dari PG juklaknya itu kan juklak petani tetapi ternyata ini miliknya orang satu yaitu kontraktor. Jadi yang menjual tebu pada kita itu pada dasarnya adalah kontraktor,” jelas Kepala Bagian Budchips PG Krembung Desa Bandarasri tersebut.
Jadi petani kembali buruh? Tidak. Menurut Dawiyono, saat ini jarang sekali petani yang mengerjakan lahannya. Tenaga kerja justru banyak yang mendatangkan dari luar daerah.
“Petani kebanyakan sekarang lebih banyak menyewakan lahannya, kalau habis masa sewanya ya disewakan lagi. Jadi sekedar menikmat hasil sewa tanah tersebut. Ndak mau jegur sendiri padahal kami dari PG sendiri sudah memfasilitasi segala sesuatunya yang dikehendaki petani yang kooperatif. Yaitu petaninya sendiri, lahannya sendiri, bibitnya dari PG dan SKHUnya bagi hasil diwakili oleh ketua kelompok yang ada di desa, koptan tebu yang dipilih sendiri oleh masyarakat,” keluh Dawiyono sembari memperlihatkan sistem penyiraman baru yang dikembangkan PG Krembung.
Menggunakan pipa paralon yang disambungkan dengan pompa air yang akan langsung menyiram bibit dibawahnya begitu listrik pompa air dinyalakan. Hal ini terbukti lebih efisien daripada menyiram secara manual. Sekaligus mengurangi beban tenaga kerja.
(hay,uul)


Darsianto, Kepala Desa Badarasri Kec Ngoro Kab Mojokerto
IRI KABUPATEN SIDOARJO
Kendati mengakui keguyuban masyarakat, Darsianto tetap saja merasa resah. Pasalnya, desa yang belum genap satu periode dipimpinnya masih menyisakan banyak masalah, khususnya terkait pengairan lahan pertanian.
Desa Bandarasri merupakan satu dari beberapa desa yang berbatasan langsung dengan Kec Krembung Kab Sidoarjo. Sehingga tidak mengherankan jika atmosfer Kota Delta itu masih sangat kental di desa milik Bumi Majapahit ini.
Dengan sekitar 10 Ha lahan pertanian, masyarakat Bandarsri mayoritas menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian, terutama tebu. Hanya sekitar 15% lahan yang ditanami palawija. Hal ini melihat kondisi tanah yang cenderung kering.
Berada tidak jauh dari aliran Sungai Porong, nyatanya tak membuat masyarakat di desa Bandarsri merasakan manfaat penuh darinya. Mengingat Sungai Porong secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kec Krembung Kab Sidoarjo. Sehingga jikapun ingin mengusahakan pengairan untuk lahan, yang paling memungkinkan adalah dengan membangun sumur bor.
Kondisi tanah yang kering dengan pengairan yang minim, menjadi salah satu alasan kenapa tebu menjadi komoditas utama Desa Bandarasri. Tebu, merupakan jenis tanaman rumput yang terkenal tahan terhadap cuaca kering.
Namun harga rendemen gula yang rendah lagi-lagi menjadi masalah klasik yang membuat masyarakat tak bisa mengharap banyak dari komoditas utama desanya tersebut. Hal inilah yang juga mengganggu pikiran Darsianto sebagai kepala desa.
Dirinya berharap, kendatipun menjadi mitra binaan PG Krembung dan PG Candi masyarakat tetap memiliki daya kreatifitas lain guna mengatasi harga gula yang tidak menentu. Seperti halnya membuat pelatihan khususn agar masyarakat bisa mengolah sendiri hasil tebu yang dimilikinya. Untuk itu, diperlukan keikutsertaan pihak terkait untuk memberikan perhatian.
Harapan kami kepada Pakde Karwo (Pemerintah, red), seyogyanya desa kami bisa seperti desa-desa lain di sekitar, tetangga kami. Termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo, berikutnya wilayah kecamatan krembung, baik nanti bisa mengintruksikan kepada bupati atau pihak tertentu. Terkait keluhan sebagian besar masyarakat di desa kami,” ujar Kades yang baru menjabat sekitar 2 bulan tersebut.
(hay,uul)


BIODATA
NAMA                                   : Darsianto
TTL                                        : Mojokerto, 10 Juni 1964
ISTRI                                     : Retno Pujianti
TTL ISTRI                            : Mojokerto 25 Agustus 1966
ANAK 2                                 : Rani Indah Kurniawati
                                                 Reni Dwiyana Mayasari
PEND TERAKHIR              : SLTA
TLP                                        : 085232771431