Sabtu, 27 September 2014

Kunti Singing the Lullaby for Karna in His Last Moment


Surya Dev so gaye, chhaya andhera
Mentari telah tidur, hadirlah kegelapan

Chup-chaap yeh gagan so gayi hai dhara
Diam-diam langit tertidur, bumi juga tertidur

Tu bhi so jaa, laal mere
Kau juga tidurlah, anakku

Kehna na maa ka, tu taal re
Jangan kau tak menuruti kata-kata ibumu

So jaa mere laal re
Tidurlah, anakku sayang

So jaa mere laal re
Tidurlah, anakku sayang

Tu Hriday ka mere tukraa hai
Kaulah belahan hatiku

Mere Naina ka hai tu taara
Kaulah bintang mataku

Meri bhul kshama kar laal mere
Maafkanlah kesalahanku, anakku

Mera pyaar, tu mera dulaara
Cintaku, kau buah hatiku

Godi meri mamtaa tarpe
Dalam pangkuanku rasa keibuan menyiksa

Kuchh bhi nahi, bas laachaari hai
Ini bukan apa-apa, hanya keadaan
So jaa mere laal re
So jaa mere laal re
Suryadev so gaye, Chhaya Andhera
Chup-chaap ye gagan so gayi hai dhara
So jaa mere laal re
So jaa mere laal re

Senin, 01 September 2014

KOTAK PANDORA II

 Some Letters For You

2 Oktober 2013
Pukul 23:47
“Ternyata, jujur pada hati pun tak membuatku merelakanmu. Ada perasaan aneh yang terus saja menggelayut di otakku. Terkadang seperti di ubun-ubun.
Mendidih rasanya jika ingat aku mengingatmu. Dirimu yang bahkan tak terlalu indah untuk dikenang”

2 Nopember 2013
Pukul 21:39
“Kau tahu, tadinya tak peduli bisa bertemu denganmu atau tidak. Karena aku telah memasrahkan taqdir cintaku pada-Nya. Itu jika ini dianggap sebagai cinta. Yang aku tahu, aku bahagia hanya dengan melihat binar mata apimu.
Tapi pada saat muncul harapan akan hadirmu, aku tak mengelak jika aku lebih dari berharap melihatmu.
Senyum perahu nagamu itu… indah… ^_^”

Pukul 22:04
“Apa aku bagaikan mengharap bulan ada di pangkuannku dengan mengharapkanmu?
Aku tetap senang, binar mata api dan senyum perahu nagamu mala mini, masih indah, seperti dulu . . .”

5 Nopember 2013
Pukul 11:48
“Karena hanya namamu yang tetap berat untuk kulepas dari hatiku”
Yang Bercahaya!

Pukul 18:28
“Berkecamuk rindu dan rasa takut dalam jiwaku. Mencintaimu hal yang indah, merindukanmu pemantik semangatku, dan mengenangmu jadi pengisi mimpiku.
Tapi sungguh, kau mendaki terlampau tinggi, juga terbang terlampau jauh. Sayap patah dan tongkat kecilku tak kuasa mengejarmu.
Dan jikapun kau pilih berhenti sejenak, menuntunku, apa itu pantas? Rasanya cinta ini seperti ketidaktahudirian. Dan benar, aku lupa siapa diriku.
Masi pantaskah menyimpan cinta ini untukmu?”

6 Nopember 2013
“Jika boleh jujur, kau sepeerti jus jeruk tanpa gula. Sudah pasti bervitamin. Beruntung jika yang dijadikan jus, jeruk mandarin. Jika jeruk nipis? Yang ada malah bikin mules.
Seperti itulah, aku bertahan dengan segala kenangan indah itu meski dengan hati perih. Karena hanya dengan cara ini aku merasa lebih baik.”

8 Nopember 2013
Pukul 4:52
            “Aku menanti. Menantikan setiap momen bersua denganmu. Meski kadang harus berlalu begitu saja. Senyum perahu naga dan binar mata apimu itu serupa candu. Yang melegakan, namun tak pernah memuaskan dahagaku.
Selalu rindu momen yang sama Candu.”

Pukul 21:39
            Kembali harus kutelan pil pahit atas rasa rahasiaku. Kembali harus kuyakinkan diriku, masihkah aku benar-benar menginginkanmu? Kembali harus kupertanyakan sosok sepertimukah yang kudamba? Bisakah akumenerima kau yang penuh ambisi hingga nyaris lupa diri?
            Tuhan, aku masih cinta dia kini, tapi aku meragu.”

9 Nopember 2013
Pukul 20:04
            “Aku mencintaimu, hanya itu alasanku. Meski harus kutelan kepahitan. Entah kenapa aku tetap bertahan. Cinta selalu menjadi alasan yang kuat bahkan untuk melakukan hal yang konyol. Itu yang kupercayai dulu, dan mungkin juga sampai hari ini. Meski semua telah berubah, mungkin juga dengan cintaku. Semakin dalam atau semakin curam.”

Pukul 00:26
            “Hadirmu mengejutkan, manis. Saat kau pilih duduk disampingku, aku terbuai rasa yang tak terbahasakan. Bahkan ketika tanganmu merangkul kursi yang kududuki, nyaris jantungku terlepas dari tempatnya.”

14 Nopember 2013
Pukul 21:39
            “Candu, melihat setiap catatan seperti melihatmu tengah melenggang di hadapanku. Melempar senyum perahu naga itu, menegerlingkan binar mata apimu, lantas pergi menyisakan beragam rasa dan tanya.
            Dasar kau pria bodoh, rindu ini seperti parasit. Menjalar ke setiap sudut tanpa bisa kukendalikan”

25 Nopember 2013
Pukul 20:08
            “Candu, tiba-tiba merasa bosan denganmu, atau cinta ini? Bosan mengingatmu yang sama sekali tak pernah terkenang indah. Bosan mengintaimu dari kejauhan, bahkan dari balik punggungku sendiri. Seperti pencuri tanpa barang curian. Apa yang akan kucuri? Sementara mungkin hatimu tak ada di tempatnya”

29 Nopember 2013
Pukul 22:42
            “Aku tahu, bahwa rasa ini akan sakit juga suatu ketika. Tapi perasaan ini indah, aku merasa ini tak lebih buruk ketimbang kenyataan kekosongan tanpa luka yang lucu ini? Mungkin benar ini konyol, atau bodoh.”

7 Desember 2013
Pukul 18:15
            “Aku seperti si bodoh dengan khayalan konyol. Masih berpikir jika tiba-tiba namau muncul di layar handphone-ku sekalipun hanya berisi pesan “Maaf aku sibuk”

19 Desember 2013
Pukul 21:46
            “Entahlah, kenapa membenci dan mencintaimu dalam satu waktu.”

17 Januari 2014
Pukul 19:43
            “Kembali kulewati jalan itu. Jalan yang selalu mengingatkanku pada semua hal tentangmu. Bhakan dalam waktu yang cukup lama barangkali kan habis waktuku untuk melihat ke arahmu. Sembari berharap kau melintas dan secara diam-diam kubuntuti langkahmu dengan pandanganku. Atau kau yang lebih dulu melihat ke arahku dan menyerukan namaku.
            Sudah kubayangkan, jantungku kiranya bisa lepas dari tempatnya karena senang bercampur gugup. Ah, agaknya terlalu dalam lamunku akanmu. Rasanya berhenti akal sehatku karenanya.”

2 Juni 2014
            “Entahlah, kenapa segala hal tentangmu menjadi indah? Sungguh aku tak ingin melewatkannya barang satu momen pun.”

You
            “Kesinio, ini kita sedang bahas tema tabloid. 6 orang ini”
Me
“Adik-adik sudah bsan ngobrol dengan Mbaknya. Sekarang saatnya mereka sharing dengan bapaknya.”
You
            “Kesinio kok bawa makanan”.
Me
“Emang aku petugas catering?? Ogah terlanjur pw ogah yang mau turun tangga.”
You
“Yah…”
Me
            “Huuhh ngambek..
Eh iya, kalau gak repot pean aja yang kesini ada titipan. Tadinya aku minta *** yang ambil tapi dia kuliah.”
You
“Titipan dari siapa dan untuk siapa? Pean kesini sekarang, ini sedang bahas tema.”
Me
“Buat pean sama ***. Diatasi dewe aja bisa tho.. lagian kalau urusan teoritis aku angkat tangan. Pean jagonya.”
You
            “Lah pean kan bisa menyemangati”
Me
“Udah keseringan. Mereka sudah tidak perlu itu dari aku”
You
            “Aku yang perlu kamu
(kau tahu, aku nyaris berteriak histeris. Seketika asupan oksigen di sekitarku menipis. Hebat! Kau berhasil membuatku mengalah)”
Me
“Perlu dibawakan makanan? Bukan pedagang keliling kang,”

You
“Sinioooo!”
(aku seperti melihat wajahmu yang cemberut lantas menarik tanganku agar mendekat ke arahmu. Kendati kucoba mengelak kau tak mengalah. Kau selalu begitu. Selalu tak pernah mau aku menang. Akhirnya, apa kau piker aku bisa menolak? Bodoh! Tidak bisa)
Hari ini aku merasa tengah engkau manjakan. Tak seperti biasanya, dimana kau selalu membuatku kesal. Kali ini unyk pertama kalinya aku merasa senyum perahu naga dan binary mata apimu itu benar-benar kau limpahkan ahnya untukku.
Apa kau tak lagi takut aku mencurinya??
Aku senang dan juga tersipu saat kau bilang, bahwa semua yang kau lakukan selama ini adalah karena kau menyayangiku. Aku takkan menuntut sayang yang seperti apaitu, karena seperti apapun bentuknya aku akan tetap senang.
Tapi kau juga membuatku jengkel saat dengan terang-terangan kau bilang di depan adik-adik kita ini tak terpisahkan. Tak bisa lepas satu sama lain. (meski versi kalimatnya terdengar sedikit egois, “Itu sebabnya Mbak Nur ini tidak pernah bisa lepas dari saya).
Bahagia melihatmu hari ini… ohya juga saat kemarin dengan egois kau merebut kunci sepeda yang sebenarnya ingin kuberikan pada ***.kau bilang “Sudah biar aku saja yang mbonceng Nur” sumpah kau buat aku gila dua hari ini.

4 Juni 2014
            “Kemarin kita kembali berdebat. Seperti biasa tentang bagaimana seharusnya kita menjalankan peran kita pada adik-adik. Kita selalu berseberangan. Meski pada akhirnya kau selalu berhasil membuatku mengalah. Entahlah, mungkin kau terlahir untuk selalumendominasi, sangat egois. Tapi aku sedikit lega, karena ternyata masih ada kepedulianmu pada adik-adik. Tak seperti yang sempat kuragukan.
Apa jika kita ditaqdirkan bersama kelak, kau akan tetap begitu/ selalu mnedominasi dan mebuatku harus mengalah? Apa aku akan suka?
Candu, kau teramat manis. ^_^”

22 Januari 2014
Pukul 22:07
            “Beruntung atau sayang, aku tak duduk di ujung ruangan itu. Di tempat dimana aku bisa dengan mudah mengintai jalan tempatmu barangkali melintas.”

31 Januari 2014
Pukul 10:27
            Belum sekalipun aku melihatmu smenjak aku berpindah ke dekatmu. Mungkin Tuhan menjagamu, menjagaku, atau menjaga kita berdua. Agar tetap berada dalam rindu yang indah ini, atau dijaga untuk salaing melupakan. Entahlah!”

9 Februari 2014
Pukul 22:12
            “Aku sadar hatiku terus saja berbohong. Aku mungkin mnecintainya, tapi kutampakkan benci. Aku merindukannya, tapi kutunjukkanrasa tak peduli, aku mengharapkannya tapi kuacuhkan dia. Aku ingin dia da tapi aku terus berupaya membuangnya.
Mungkin karena itu aku terbelenggu oleh rasa ketidakpastian hatiku sendiri. Aku tak bisa menemukan belenggu seerat ikatanmu. Sehingga aku tak mampu berpaling. Hingga aku memilih menutup mata. Berharap dengan cara ini aku bisa mendengar kata hati yang konon tidak pernah berbohong.
Tapi bahkan dalam pejam mataku sorot cintamu masih terlampau tajam dank au selalu nampak berbeda. Aku ingin hening agar dapat kubicara pada hatiku. Mengapa dilemma ini membelitku? Mengapa jalan ini serasa tanpa ujung? Mengapa di setiap tikungannya aku melihatmu? Dari kejauhan, sedang kau tak memalingkan muka sedikitpun.
Mengapa hatiku menolak melepasmu? Sementara tak sekalipun tangan tergenggam olehmu. Mengapa langkahku terhenti pada tempat yang sama, padamu? Sementara aku masih terlampau takut menyapamu.”

11 Februari 2014
“Aku melihatmu, pertama kali sejak aku pindah ke dekatmu. Aku merasa begitu senangnya. Meski kau bahkan tak mengenaliku. Padahal aku berada tepat di depanmu. Tapi ya sudahlah, yang penting melihatmu. Untuk sekarang itu cukup.”

21 Februari 2014
Pukul 21:15
            “Ini gila, aku tahu itu. Tapi dengar, aku belum menemukan alasan untuk melepasnya. Mungkin bukan saja gila aku uga bodoh. Mana ada orang yang memilih menghindar dari hal yang diharapnya.”
23 Februari 2014
Pukul 14:08
            “Kapankah kan Kau cukupkan rasa ini Gusti? Sungguh ahmba seperti musafir yang tersesat, pertapa yang lupa lafal mantranya, pun sperti air yang hilang tempat bermuara.”

21 Maret 2014
Pukul 20:39
            “Jantungku berdegub tiba-tiba. Beruntung tak terlalu eras sehingga hanya aku yang mendengarnya. Saat Maskur bilang kau mencariku. Meski aku sadar kau tak akan menyebut namaku. Tapi entahlah, aku berkhayal itu tanda kau merindukanku. Seperti rinduku yang tengah berkarang dan membatu.”

28 Maret 2014
Pukul 22:44
            “Mendengar lagi suaramu setelah begitulama. Kau tahu? Otakku berhenti bekerja seketika dan aku mulai bertindak konyol. Tadinya aku ingin arah, saat kau buat aku menunggu begitu lama tanpa kepastian. Tapi benci ini tak sedalam rinduku. Sungguh kau menjadi penyakit bagi hati dan otakku yang tak bisa lepas mengenangmu.”

22 April 2014
Pukul 00:19
            “Karena kau seperti candu. Aku sadar mengingatmu hanya akan merusakku. Tapi aku tak sanggup menghindar.”

27 April 2014
“Aku berkhayal inilah caramu membuatku agar ada buatmu. Khayalan yang indah ya? Seindah mata telagamu sore ini.”

7 Juli 2014
            “Ada yang datang Candu. Dia juga konyol sepertimu. Hanya saja dia jauh lebih terbuka disbanding kau. Apa yang harus kulakuakn? Apa kuterima saja dia di hidupku? Bagaimana dengan hatiku? Kau masih mengikatnya hingga kini. Lalu aku bisa apa?
            Lelah Candu!”

***
            “Candu, kau suka lihat Mahabharta? Iya. Serial India yang sedang booming. Genre yang sama-sama kita suka. Tiba-tba aku benci Khrisna, muak dengan Pandawa, geli dengan Draupadi, Kunti, dan banyak lagi tokoh baiknya. Aku justru jatuh hati pada Karna. Sekutu Duryudana, kesatria terbuang yang sebenarnya sulung para Pandawa yang sombong itu.
Karna selalu diposisikan di tempat yang salah. Menjadi kambing hitam dari superioritas para kesatria. Tapi di akhir cerita, ia tetap dipaksa menjalankan dharma sebagai kesatria? Tidak adil.”
***
            “Candu, umi hamil. Harusnya dia bahagia tapi umi justru sedih dan itu menyakiti perasaanku. Rasanya aku tak pernah berhasil membuat umi terbebas dari beban memikirkanku. Aku nyaris putus asa Candu.
            Candu, datanglah untukku. Aku ingin mendengar suaramu. Aku lelah berpura-pura kuat. Aku butuh kau sekarang. Bahkan sekalipun kau dating hanya untuk memarahi kebodohanku ini”.

17 Juli 2014
            “Candu, boleh aku bicara? Kemarin aku berdoa agar bisa segera dipertemukan dengan jiwa yang ditaqdirkan untukku. Meski hingga kini kau yang kuinginai aku tetap tidak mau mendikte Tuhan. Jika memang ada yang lebih baik menurut-Nya aku akan terima jika itu bukan kau. Tapi ya sudahlah, jangan pikirkan itu sekarang. Hari ini aku masih memilihmu dengan sepenuh hatiku. Meski hal itu juga kau belum tentu tahu.
Aku ingin bercerita, masih tentang Arjuna, kesatria penengah Pandawa yang berjuluk lelananging jagad, kuat, penuh dedikasi dan tentu saja kesayangan semua orang. tapi rasanya aku takut jika kau seperti dia, karena aku akan sangat sulit menggapaimu jika kau berdiri terlampa tinggi.
Aku juga sejenak kagum pada tokoh Karna. Buikan orangnya tapi perannya, catet!. Dia tak pernah hidup bergantung pada kasta yang melahirkannya. Dia diakui dunia karena perjuangannya walau untuk itu nyawa taruhannya. Dunia memandangnya salah, bagiku dia hanya berada di tempat, dan kondisi yang tidak tepat. Pun begitu aku tetap tidak ingin kau seperi dia. Mana bisa aku melihatmu di lading berlumpur sementara aku ingin kau bertahta di hatiku.
Lalu Khrisna, jelmaan Wisnu. Dewa parlente itu sekilas nampak sepertimu. Banyak berspekulasi dan sangat sulit dipahami. Jangan jadi terlalu mirip dengan dia ya? Aku bisa mati berdiri karena lelah memahamimu.
Lalu Shiva. Di sangat penyayang tapi teramat lugu. Tahu banyak hal tapi sangat pendiam. Penuh misteri. Mirip kau kalau sedang marah. Kalau kau sperti dia, maka nasibku juga akan seperti Sati, kau akan lelah meladeni aku yang bandel.
Ah… aku lelah. Karena itu jangan jadi siapapun. Jadilah kau candu yang manis, menjengkelkan tapi selalu kurindukan. Penuh amarah tapi sangat penyayang.
Love you Candu.”

2 Agustus 2014
            “Candu, kau tahu cinta ini rahasia. Aku tidak pernah punya keberanian untuk mengatakannya padamu. Dan barangkali jika kita tak ditaqdirkan bersama, cinta ini akan terkubur sebagai rahasia hidupku.
Hari ini aku mendengar kabar pernikahanmu. Aku terkejut, tapi aku tidak menangis. Barangkali aku lupa bagaimana cara menghadapi kesedihan atau sebenarnya ini bukan kesedihan. Hanya kemalanganku karena harus menelan pil pahit dari cinta rahasiaku.
Tadinya aku ingin tidak percaya, tapi apa gunanya? Barangkali aku memang tidak pernah ada di hatimu. Seperti pertapa yang hanya mengingat lapal manteranya aku masih berharap agar dipertemukan dengan Candu, meski itu bukan dirimu.”

4 Agustus 2014
            “Tadinya aku pikir aku tidak akan menangis. Aku piker aku telah lupa cara menghadapi kesedihan. Ternyata tidak, duniaku seperti terbalik, aku kalah, dan aku menangis. Hidup ini lucu jika tidak boleh kubilang tidak adil saat ini.
Tapi hidup tetap harus dijalani kan Candu, aku pasti bisa melewati ini semua. Meski kali ini tanpa sayap. Keduanya telah patah. Dan biarlah kini kujalani hidupku layaknya manusia biasa engan segala ketidaksempurnaannya. Tapi aku akan punya mimpi lagi.
Mimpi tentangmu telah usai. Selamat tinggal Candu. Semoga kita tak perlu bertemu lagi. Aku tidak membencimu, aku anya bermimpi semua akan kembali normal.
Duniaku selalu dimulai dengan luka. Tapi akan kujalani dengan manis dan akan berakhir dengan indah. Kisahmu menggores luka kecil yang dalam, Tapi itu akan sembuh. Aku akan mulai hidup baruku. Tapi maaf jika sebelumnya harus kubuang semua tentangmu, atau berhubungan denganmu. Karena aku tidak sekuat itu jika harus terus terluka karenamu. Aku hanya manusia dengan segenap ketidaksempurnaan wujudnya. Tapi akan kusempurnakan kejadianku ini. Aku janji”