Rabu, 26 Juli 2017

AFTER CANDU


Segala yang pergi selalu memiliki cara untuk kembali
Kalimat yang membuatku yakin, kau akan kembali padaku suatu hari nanti
Dan aku dengan lugunya hidup dengan harapan konyol tentang keterkembalian dirimu di hidupku
Harapan yang membuatku hidup hanya dengan menyimpan namamu seperti syair yang merdu

Tapi sejumput harapan itu gugur dan layu, ketika kudapati dirimu tak pernah lagi datang
Lagumu masih menggema dengan syair yang tak lagi berdendang
Dan aku sadar, tidak semua dalam hidup akan kembali
Tapi yang hilang akan selalu memiliki pengganti


---AfterCandu---

Selasa, 25 Juli 2017

Buju’ Tolombung, Desa Batokaban Kec Konang Kab Bangkalan




BATU PETAPAN, ‘CIKAL BAKAL’ BATOKABAN

Masyarakat Madura umumnya menyebut makam kyai dengan sebutan Buju’. Namun ada satu Buju’ yang bukan makam, melainkan bongkahan batu dengan sumber air asin (laut). Buju’ Tolombung, salah satu tetenger Desa Batokaban Bangkalan yang ditengarai merupakan cikal bakal desa itu sendiri. Seperti apakah?


Dilihat dari kondisi wilayah, Desa Batokaban jelas bukan kawasan pesisir. Tak ada jejak kehidupan maritim di wilayah sisi Timur Laut Jembatan Nasional Surabaya-Madura (Suramadu) ini. Sawah, ladang, hingga wilayah perbukitan menjadi pemandangan utama salah satu dari 13 desa di Kecamatan Konang tersebut.


Desa Batokaban bisa ditempuh selama sekitar satu jam tiga puluh menit dari Jembatan Suramadu. Tidak banyak hal menarik di wilayah ini. Jalan beraspal/makadam hanya ada di jalur utama dengan tambal sulam di hampir semua titik, rumah warga yang masih didominasi kayu, hingga keseharian masyarakat meladang, beternak, pertukangan kayu, dan warung makanan kecil.

Di Madura, tentu bukan rahasia lagi jika sosok kyai merupakan figur panutan yang tetap dihormati bahkan meski telah lama meninggal. Makam kyai seringkali dianggap sebagai tempat keramat, terutama bagi mereka yang memiliki hajat tertentu. Beberapa makam juga diberi sebutan Buju’, yang dalam bahasa Madura berarti orang yang sangat tua dan dituakan dalam silsilah keluarga dan patut dituruti segala nasehat dan arahannya.

Akan tetapi, berbeda dengan sebagian besar tempat yang disebut buju’. Ada satu lokasi berjuluk Buju’ Tolombung yang bukan merupakan makam. Tempat yang dikenal sebagai petapan (tempat bertapa, red) ini, hanyalah bongkahan batu besar di tengah area persawahan dengan sumber air di bagian tengahnya. Yang menjadikannya istimewa adalah, air yang muncul dari dalam batu ini berasa asin seperti halnya air laut. “Masyarakat disini percaya, Buju’ Tolombung ini sebagai Bujellah Tasek (Pusarnya Samudera, red),” ujar Abdul Hamid (34 th), salah seorang tokoh pemuda Ketua Karang Taruna Desa Batokaban Kab Bangkalan.

Kepercayaan ini dipertegas dengan adanya cerita tentang seseorang yang dikabarkan tenggelam di Buju’ Tolombung, saat berusaha mengambil celuritnya yang jatuh ke dalam sumber. Setelah beberapa hari, mayat pemuda yang tenggelam tersebut konon di temukan di pantai utara, yang oleh masyarakat disebut Tobiruh.

Sebagai tempat yang dianggap keramat, banyak lamat (pesan mistis, red) yang selalu dikaitkan dengan keberadaan Buju’ Tolombung. Seperti bahwa airnya diyakini dapat menyembuhkan segala penyakit, setiap orang yang ketika datang dapat melihat gelembung air yang muncul dari dalam lubang berarti keinginannya akan terkabul, hingga pantangan yang sedikit diskriminatif bagi perempuan. “Di Buju’ Tolombung ini hanya laki-laki yang boleh naik ke atas dan mengambil air. Sebab, menurut cerita orang tua, pernah ada seorang perempuan yang naik keatas. Akhirnya air yang dulu sumbernya besar menjadi semakin menyusut. Sejak saat itu, perempuan dilarang naik ke atas,” ujar Bujati, salah seorang warga yang tinggal tepat di sisi barat Buju’ Tolombung.

Ada kisah menarik Buju’ Tolombung, sebagai Petapan yang berada di kawasan Dusun Paser ini. Konon, setiap kali seseorang bertapa disana pada suatu malam pertapaannya bongkahan batu tersebut akan berubah menjadi ular besar yang melilit tubuh sang pertapa. Itu sebagai bagian dari ujian kesungguhan niat si pertapa. “Buju’ Tolombung ini banyak kisah mistisnya. Mungkin karena itu tempat ini dikeramatkan,” ujar Abdul Hamid.

Tak hanya Buju’ Tolombung, di area yang sama sekitar 100 m arah barat daya terdapat hamparan batuan padas seperti yang biasa ditemui di pesisir pantai. Lengkap dengan butiran pasir dan batu-batu kecil menyerupai karang. Di lokasi ini, terdapat semburan air yang muncul dari dalam batu dan tanah yang airnya juga terasa asin. Semakin ke hilir, luberan air yang membentuk anak sungai kecil ini, airnya tidak lagi terasa asin. Justru semakin tawar dan sedikit ada rasa manis. Beberapa titik semburan juga nampak berwarna keruh yang diperkirakan mengandung belerang. “Pernah ada dari pertamina yang ingin mengebor di tempat ini tapi belum terealisasi sampai sekarang,” kisah Hamid.



Tetenger Desa

Sejarah selalu hadir dengan begitu banyak versi, yang entah berkaitan atau semakin jauh dari kisah aslinya. Budaya tutur tinular salah satu alasannya. Sebagaimana penamaan Buju’ Tolombung dan sejarah yang menyertainya.

Cerita pertama menyebutkan, disebut Buju’ sebab dahulu merupakan tempat bertapa seorang yang sakti mandraguna. Seorang sakti yang kini diyakini bermakam di Desa Kokop Kec Konang Kab Bangkalan. “Makanya setiap bulan baik, seperti menjelang Bulan Ramadhan, juru kunci Makam Kokop datang kesini mengambil air untuk dicampurkan ke sumur yang ada di makam sana,” cerita Bujati yang mengaku tidak tahu persis nama pemilik makam yang diberi sebutan Buju’ Kokop tersebut.

Sedangkan untuk penamaannya, beberapa orang meyakini nama Tolombung merupakan gabungan dari dua suku kata dalam Bahasa Madura. Yakni Betoh, pendeknya Toh (Batu, red) dan Lombung (Lumbung Padi, red), disingkat menjadi Tohlombung atau Tolombung. Sebab bongkahan batu Buju’ Tolombung yang menyerupai lumbung padi. Bahkan dari kejauhan, dua pohon besar yang mengapit batu nampak seperti penyangga lumbung padi.


Cerita lainnya, Batokaban berasal dari kata Betoh dan Kambeng (mengambang, red), artinya batu yang mengambang. Konon, dahulu air yang mengalir dari Buju’ Tolombung melimpah hingga membuat batunya seolah mengambang karena hanya terlihat bagian atasnya. Versi lain, bahwa nama Batokaban berasal dari kata Betoh dan Kaben/Keben (tempat air, red), artinya batu yang menjadi tempat air. Selain keberadaan Buju’ Tolombung, hal itu juga dikaitkan dengan kebiasaan orang di Batokaban menyimpan air di dalam gentong dari tanah liat atau batu. “Sekarang memang sudah jarang orang pakai Keben. Kalau dulu semua orang punya, terutama sebagai tempat untuk cuci muka atau wudlu,” jelas Abdul Hamid. (nurhayati)

Selasa, 18 Juli 2017

TERE BINA

Ost. Ashique 3

Zinda Rehti Kya Karoon
Apa yang akan menjadi alasanku untuk hidup
Tere Binaa....
Bila tanpa dirimu...
Dhondhe Hai Jawaab Ho
Mencari jawaban untuk itu
Jo Dil Ne Di Sakaa....
Itulah yang hatiku lakukan...

Jo Bhi Sapne Dekhe Aur Likhe Thi
Mimpi tahu apa yang sudah ditulisnya
Jeena Lamho Ko Samjho Ke Rakhe Thi
Bagaimana aku bisa merubahnya
Jaa Chor Ke.. Oho.. Sab Bhula Ke
Pergilah... Lupakanlah semuanya
Jaa Chor Ke.. Oho.. Sab Bhula Ke
Pergilah... Lupakanlah semuanya

Kaise Hai Jalan, Seene Mein Jo Ban
Mengapa semua ini terjadi, hatiku menolaknya
Aur Saansein Be Raheem
Semua yang terjadi sudah merubah segalanya
Nare Nehi Esa Mera Tanha Jeena
Tidak.. Semua ini tidaklah mudah
Duniya Mein Tere Bin
Di dunia ini tak ada yang sepertimu lagi

Mein To Har Gaye, Mein To Thoota Gaye
Aku telah kalah, Ini sudah berakhir
Aur Ankhein Meri Naam
Bahkan dimataku hanya ada namamu

Zinda Rehti Kya Karoon
Apa yang akan menjadi alasanku untuk hidup
Tere Binaa....
Bila tanpa dirimu...
Dhondhe Hai Jawaab Ho
Mencari jawaban untuk itu
Jo Dil Ne Di Sakaa....
Itulah yang hatiku lakukan...

Kaise Tanha Hu Mein, Ab Dil Ko
Apa yang harus hati ini katakan lagi
Joona Tera Ho Sakaa...
Yang kamu mau bukanlah perpisahan
Kaise Bhi Baasi, Hai Yeh Zindagi
Aku mohon mengertilah dengan keadaan ini
Phir Bhi Chalti Mein Raha
Duduklah dan jangan menyesalinya...

Abhi Je Rahi, Is Humein To Mein
Dalam hal ini kita percaya
Laut Ghi To Ek Din
Suatu hari nanti kita akan bersama kembali

Zinda Rehti Kya Karoon
Apa yang akan menjadi alasanku untuk hidup
Tere Binaa....
Bila tanpa dirimu...
Dhondhe Hai Jawaab Ho
Mencari jawaban untuk itu
Jo Dil Ne Di Sakaa....
Itulah yang hatiku lakukan...


Minggu, 16 Juli 2017

Hari Dimana Arjuna Membasuh Kakiku



Kemarahan siapakah yang ada di matamu ibu?

Kemarahan seorang ratu yang terus hidup dalam ketidakadilan. 
Seorang istri yang harus menerima kenyataan berbagi singgasana di hati suaminya. 
Atau seorang ibu yang tidak rela melihat anaknya terhinakan?

Katakan padaku ibu, Adakah yang lebih paham tentang semua rasa sakit itu selain diriku?

Aku adalah kesatria yang terlahir dengan jiwa murni Sang Surya. Tapi nasib membawamu untuk menjauhkanku dari pangkuanmu menuju tempat dimana hanya kenistaan yang menjadi takdir hidupku. 
Aku memiliki hak dan kemampuan untuk duduk dengan bangga diatas singgasana. Tapi bahkan semua itu hanya kudapat sebagai amal. 
Aku, bukankah juga putramu. Tapi pernahkan sekali saja kau menangis untuk kenistaan yang kutanggung sepanjang hidupku?


Jika pernah, maka biarlah itu menjadi berkatmu yang pertama dan terakhir untuk hidupku, dan akan kubawa keberuntungan itu sebagai persembahan di kaki ayahku.

---Karna---

Kamis, 13 Juli 2017

DOA



Beberapa orang ada yang seperti taqdir, yang datang didalam hidupku. 

Dan ada juga orang yang seperti sebuah doa, yang mampu mengubah taqdir. 

Sebagai hasil dari doa-doaku selama ini, kaulah taqdirku. 

Dan aku ingin doa ini bisa mengubah taqdirku juga.

--AfterCandu--

Rabu, 05 Juli 2017

KAUN TUJHE



Tu aata hai seene mein
Kau merasuk ke hatiku
Jab jab saansein bharti hoon
Setiap kali aku bernapas
Tere dil ki galiyon se main har roz guzarti hoon
Dari jalan di hatimu, aku melewatinya setiap hari,
Hawaa ke jaise chalta hai tu
Kau bergerak bagai angin
Main ret jaisi udti hoon
Aku terbang bagai pasir
Kaun tujhe yun pyar karega jaise main karti hoon
Siapa yang akan mencintaimu seperti aku
Ho ho….

Meri nazar ka safar
Perjalanan pandangan ku
Tujhpe hi aake ruke
Terhenti hanya padamu
Kehne ko baaqi hai kya
Apa lagi yang  harus ku katakan
Kehna tha jo keh chuke
Aku telah mengatakan semua yang ingin ku katakan
Meri nigahein hain teri nigahon ki tujhe khabar kya be-khabar
Mataku milik matamu apa yang kau tahu, o kau yang tidak menyadari
Main tujhse hi chhup chhup kar
Aku bersembunyi hanya dari mu
Teri aankhen padhti hoon
Dan membaca matamu/ pandangan mu
Kaun tujhe yoon pyaar karega jaise main karti hoon
Siapa yang akan mencintaimu seperti aku...
Tu jo mujhe aa mila
Saat kau datang padaku,
Sapne hue sirphire
Mimpi-mimpiku menggila
Haathon mein aate nahi
Hingga ku tak dapat menggenggamnya dalam tanganku,
Udte hain lamhe mere
Kini waktuku terbang..
Meri hansi tujhse
Senyumku berasal darimu,
Meri khushi tujhse
Kebahagiaanku berasal darimu,
Tujhe khabar kya beqadar
Tapi kau tidak tahu, oh yang tak peduli.
Jis din tujhko na dekhun
Di hari aku tidak melihatmu,
Pagal pagal phirti hoon
Aku berkelana seperti orang gila.
Kaun tujhe yoon pyaar karega jaise main karti hoon

Siapa yang akan mencintaimu seperti aku...

Selasa, 04 Juli 2017

30/06/2017 08:55




Bisakah aku lebih tidak beruntung lagi dari ini?

Jika bisa, maka biarlah tuntas hari ini. Agar kelak saat kau datang, tak ada lagi ketidakberuntungan yang harus kuterima.

Aku menelan begitu banyak rasa sakit sendirian, dalam sunyi. Bukan untuk apa, aku hanya ingin memiliki kekuatan untuk berdiri dengan senyuman orang-orang yang kucintai. Bagiku, biarlah aku jatuh jika itu sepadan dengan kebahagiaan mereka.

Tapi tidak, itu adalah keinginan yang konyol. Nyatanya, mereka selalu menjadi alasan dari kelemahanku. Menggerogoti sedikit demi sedikit pertahanan hidupku. Aku selalu pulang untuk kembali mendapati luka yang sama. Aku selalu berdiri di jalan yang sama, tempat dimana aku terhempas tanpa siapapun, seorang diri dalam keterpurukan.

Aku memang akan selalu bangkit. Itu hal yang setiap saat kuyakini. Tapi untuk alasan yang sama, aku selalu dipaksa jatuh dan tersungkur di tempat yang sama. Seolah aku tidak pernah belajar, bagaimana, dan seperti apa rasa sakit itu.

Cinta, dimanapun kini dirimu telah sampai. Kuharap kau mendengar, bagaimana rindu dan cinta yang tersisa dari hatiku untukmu, nyaris berlumur darah dari rasa sakitku. Hari ini, aku hanya berharap, kau datang di saat yang tepat. Saat dimana cinta ini dan rindu ini masih hidup untuk tercurahkan. Bukannya menjadi kenangan yang tak teraih.

Karena saat kau datang, itu adalah hari dimana ketidakberuntungan yang terakhir dalam hidupku telah dituntaskan.



29/06/2017 17:00



Cinta, aku mandi di sungai muara tiga aliran sungai. Seperti pesan darimu lewat mimpi kita.

Seperti sungai ini, yang menjadi muara dari tiga aliran, datanglah padaku dari tiga arah yang kau suka. Karena pada satu arah lainnya aku akan menunggumu dengan harapan membuncah.


Datanglah cepat! Aku mungkin saja merasa lelah dalam batas tunggu ini.


Semoga saja lelah ini tidak berubah menjadi menyerah sebelum tiba saatnya kau datang.


28/06/2017 14:00



Hari ini pergi ke Buju' Tolombung, Cinta.


Kau tahu, aku ditemui/bertemu/menemukan (entahlah mana yag benar) dua ekor ular. satu melinta tepat di depanku saat aku berjalan. satunya lagi, seolah menyambutku tanpa bergerak.

Seperti biasa, aku sejujurnya takut. tapi aku memiliki ketenangan seperti air.

Dan entah pula untuk pertanda apa. Semua orang menjadi didera kekhawatiran tak beralasan. Mereka bilang, hidupku selalu dilingkupi hal berbau ular. Seolah binatang itu terus berada di sekitarku tanpa kutahu dan kuminta. -_-

28/06/2017 09.57



Cinta, bukankah kau seharusnya datang hari ini?
Batas 50 harimu telah habis.
Apa kau meminta waktu lagi?

Baiklah,
Tapi berapa lama?
I am still and always love you
And miss you so much.


27/06/2017 20:18



Pernikahan seharusnya menjadi momen bahagia bersatunya dua dunia yang berbeda
Bukannya menjadi genderang perang dua ego yang berseberangan

Ya, aku sadar ini kehidupan. Hitam-putih kadang terbagi tanpa satir yang jelas, tapi nyata itu memiliki sekat. Lalu ketika lajur kanan dan kiri menolak berbagi sisi, yang terjadi hanyalah kekacauan, yang mungkin saja berakhir dengan keterpurukan, kesakitan, dan tentu luka.

Kata kuncinya sederhana, saling memahami. Tapi itupun sulitnya seperti merajut kain dari busa -_-

LEMBAYUNG BALI


By: Saras Dewi

Menatap lembayung di langit Bali
dan kusadari betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
bebas berandai memulang waktu

Hingga masih bisa kuraih dirimu
sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
Oh Cinta

Teman yang terhanyut arus waktu
mekar mendewasa
masih kusimpan suara tawa kita
kembalilah sahabat lawasku
semarakkan keheningan lubuk

Hingga masih bisa kurangkul kalian
sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
tegar melawan tempaan semangatmu itu
oh jingga

Hingga masih bisa kujangkau cahaya
senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
tak terbangun dari khayal keajaiban ini
oh mimpi

Andai ada satu cara
tuk kembali menatap agung surya-Mu

Lembayung Bali