Kamis, 10 April 2014

VIOLET YANG AMBISIUS by Kahlil Gibran


Dahulu kala, hiduplah setangkai bunga violet yang indah serta harum dengan tenang di antara teman-temannya di sebuah kebun. Suatu pagi, ketika mahkotanya dihiasi bintik-bintik embun, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke sekelilingnya. Ia melihat setangkai bunga mawar yang jangkung dan indah, berdiri bangga serta menjulur ke tempat yang tinggi, seperti obor yang menyala-nyala di atas pelita emerald.
Sang violet membuka bibirnya yang biru dan berkata, "Betapa malangnya aku di antara bunga-bunga ini, dan betapa rendahnya posisiku dihadapan mereka! Alam telah merancangku pendek dan miskin...Aku hidup sangat dekat dengan tanah dan aku tak dapat menaikkan kepalaku ke langit biru, atau memalingkan wajahku ke matahari, seperti bunga-bunga mawar itu".
Dan bunga mawar itu mendengar kata-kata sesamanya itu; ia tertawa dan berkomentar , "Betapa aneh perkataanmu itu! Engkau beruntung, tetapi engkau tidak memahami keberuntunganmu. Alam telah menganugerahimu keharuman serta keindahan yang tidak dianugerahkannya kepada yang lain... Buanglah pikiran-pikiranmu itu dan cukupkanlah dirimu, dan ingatlah bahwa dia yang merendahkan dirinya akan ditinggikan, dan dia yang meninggikan dirinya akan dihancurkan".
Sang violet menjawab,"Engkau menghiburku sebab memiliki apa yang kudambakan... Engkau ingin membuatku sakit hati dengan makna bahwa engkau hebat... Betapa menyakitkan khotbah yang beruntung kepada hati yang nelangsa! Dan betapa kejam yang kuat ketika menjadi penasihat diantara yang lemah!"

Alam mendengar percakapan antara violet dengan mawar. Ia mendekat dan berkata, "Apakah yang terjadi padamu, anakku violet? Selama ini engkau rendah hati dan manis dalam segala perbuatan dan kata-katamu. Apakah ketamakan telah merasuk hatimu dan mengebaskan inderamu?"
Dengan suara memelas, sang violet menjawab, "Oh ibu yang agung serta penuh belas kasih, penuh kasih dan simpati, kumohon kepadamu, dengan segenap hati dan jiwaku, agar menganuhgerahkan permohonanku dan membiarkan aku menjadi bunga mawar suatu hari nanti".
Alam menjawab, "Engkau tidak tahu apa yang engkau minta; engkau tidak sadar akan rencana tersembunyi di balik ambisi butamu itu. Seandainya engkau menjadi bunga mawar, engkau akan menyesal, dan pertobatanmu akan sia-sia".
Sang violet bersikeras, "Ubahlah aku menjadi bunga mawar yang tinggi, sebab aku ingin mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dengan bangga; dan terlepas bagaimana nanti nasibku, itu adalah risikoku".
Alampun mengalah, dan mengatakan, " Baiklah violet yang tidak tahu dan pemberontak, akan kupenuhi permintaanmu. Tetapi kalau bencana menimpamu, mengeluhlah kepada dirimu sendiri".
Alampun mengulurkan jari-jemarinya yang misterius dan ajaib dan menyentuh akar-akar bunga violet itu, yang seketika itu juga berubah menjadi mawar yang jangkung, tinggi di atas bunga-bunga lainnya di kebun itu.
Menjelang malam langit menjadi tebal dengan awan-awan hitam, dan unsur-unsur yang mengamuk mengganggu keheningan keberadaan dengan gunturnya, dan mulai menyerang kebun itu, mengirimkan hujan lebat dan angin kencang.
Badai itu mencabik dahan-dahan dan mencabut akar-akarnya serta mematahkan akar bunga-bunga yang tinggi, membiarkan hanya bunga-bunga kecil yang tumbuh dekat bumi yang ramah. Kebun itupun sangat menderita dari langit yang mengamuk.
Ketika badai menjadi tenang dan langit cerah kembali, semua bunga rebah dan tak ada satupun yang terluput dari murka alam selain violet-violet yang kecil, yang bersembunyi dekat dinding kebun itu.
Setelah mengangkat kepalanya dan menyaksikan tragedi yang dialami bunga-bunga serta pepohonan di sana, salah satu gadis violet itu tersenyum senang dan berseru kepada teman-temannya, "lihatlah apa yang telah diperbuat badai terhadap bunga-bunga yang sombong!" Setangkai violet lainnya berkata, " Kita kecil dan hidup dekat dengan tanah, tetapi kita aman dari murka langit". Dan yang ketiga menambahkan,"Sebab kita tidak jangkung, badai tak dapat menaklukkan kita".
Ketika itu ratu violet melihat di sebelahnya violet yang telah diubah, rebah ke rumput yang basah oleh badai seperti prajurit yang lunglai di medan pertempuran. Sang ratu violet mengangkat kepalanya dan berseru kepada keluarganya, " Lihatlah, anak-anakku, dan renungkanlah apa yang telah diperbuat ketamakan terhadap violet yang telah menjadi mawar yang sombong selama satu jam. Biarlah kenangan pemandangan ini menjadi pengingat akan keberuntungan kalian yang baik."
Mawar yang sekarat itu mengerahkan sisa-sisa kekuatannya dan berkata, " Dasar kalian bunga-bunga penurut yang bodoh; aku tidak pernah takut terhadap badai. Kemarinpun aku pasrah dan mencukupkan diri dengan Kehidupan, tetapi kecukupan diri telah menjadi penghalang di antara keberadaanku dengan badai kehidupan, mengurungku dalam kedamaian serta ketenteraman pikiran yang pesakitan serta malas.”
“Aku bisa saja hidup seperti kalian sekarang ini dengan berpegang ketakutan kepada bumi... Aku bisa saja menantikan musim dingin menutupiku dengan salju dan mengirimkanku kepada maut, yang tentu akan memangsa semua violet... Aku bahagia sekarang sebab aku telah keluar dari duniaku yang kecil, ke dalam misteri alam semesta ... sesuatu yang belum pernah kalian lakukan.”
“Aku bisa saja melupakan ketamakan, yang sifatnya lebih tinggi daripadaku, tetapi ketika kudengarkan keheningan malam, aku dengar dunia sorgawi berbicara kepada dunia bumi ini, Ambisi di luar keberadaan itu merupakan maksud penting dari keberadaan kita. Ketika itulah rohku memberontak dan hatiku merindukan posisi yang lebih tinggi daripada keberadaanku yang terbatas.”
“Aku sadar bahwa jurang tak berdasar tak dapat mendengar nyanyian bintang-bintang, dan ketika itulah aku mulai melawan kekerdilanku dan mendambakan apa yang bukan kepunyaanku, hingga pemberontakanku berubah menjadi kekuatan besar, dan dambaanku menjadi kehendak yang tercipta... Alam, yang adalah objek besar dari mimpi-mimpi  kita yang lebih mendalam, menganugerahi permintaanku dan mengubahku menjadi bunga mawar dengan jari-jemarinya yang ajaib".
Bunga mawar itu terdiam sejenak, dan dengan suara yang semakin lemah, berbaur dengan kebanggan serta prestasi, ia berkata, " Aku telah hidup satu jam sebagai bunga mawar yang bangga; aku sempat menjadi ratu; aku telah melihat Alam Semesta dari balik mata setangkai mawar; aku telah medengar bisikan langit lewat telinga mawar dan menyentuh lipatan-lipatan pakaian terang dengan daun-daun bunga mawar. Adakah disini yang dapat mengklaim kehormatan seperti itu?"
Setelah berkata demikian, ia tundukkan kepalanya, dan dengan suara tercekik ia melanjutkan, " Sekarang aku akan mati, sebab jiwaku telah mencapai sasarannya. Akhirnya aku telah memperluas pengetahuanku ke dunia di luar goa kelahiranku yang sempit. Inilah rancangan Kehidupan... Inilah rahasia Keberadaan".
Lalu bunga mawar ini gemetar, perlahan-lahan melipat daun-daun bunganya, dan menghembuskan nafasnya yang terakhir  dengan senyum sorgawi di bibirnya... senyum kepenuhan pengharapan serta maksud dalam kehidupan... senyum kemenangan... senyum Ilahi.