Senin, 25 Mei 2015

Elok Rege Napio, Fashion Designer

Bertutur Lewat Desain



DARI hobi menjadi profesi. Itulah yang dijalani Elok Rege Napio, desainer kebaya asal Surabaya. Mengusung tema etnik kontemporer, ia mencoba menggabungkan ketertarikannya pada seni menggambar dengan kemilau pernak-pernik. Hasilnya, tak hanya kebaya yang anggun, tapi juga seni yang mengandung cerita.


BUAH jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Ungkapan itu memang ada benarnya.  Buktinya, Elok Rege Napio, Kecintaannya pada seni gambar yang diturun dari papanya telah membawanya bereksplorasi hingga ia mahir mendesain pakaian. Saat daya seni itu digabungkan dengan indahnya pernak-pernik pada kebaya, lahirnya sentuhan konsep detail yang unik dan berbeda.
“Sejak kecil saya suka gambar, komik, dan manga. Keahlian ini sepertinya menurun dari papa. Beliau sering menggambar sendiri untuk film-film yang dibuat di percetakannya,” kisah Elok,  yang kini tercatat sebagai anggota Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Jawa Timur ini.
Hanya saja, hobi turunan itu ternyata tidak dipupuk dan dikembangkan melalui jalur formal. Keinginannya tidak sejalan sang ayah. Ia pun mengikuti pendidikan umum hingga berlanjut ke Fakultas Ekonomi Jurusan akuntansi di Unika Widya Kusuma Surabaya.
Namun, lantaran kecintaannya terhadap dunia seni yang tidak bisa dihilangkan, memasuki semester dua di jurusan akuntansi, Elok memutuskan untuk mendaftar ke Lembaga Pendidikan Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo Surabaya. Meski sempat mengalami kerepotan mengatur jadwal kuliah, Elok akhirnya dapat lulus secara hampir bersamaan pada tahun 2001.
Apakah pendidikan tata busana memudahkan jalannya menjadi desainer? “Tidak juga. Setelah lulus saya masih nganggur. Karena jujur saya masih belum pede disebut desainer meskipun saya lulusan Susan Budiarjo. Jadi saya buka usaha konveksi dan baju anak dulu selama hampir dua tahun,” kisahnya kepada Puspa saat ditemui di rumah, sekaligus showroomnya di kawasan Rungkut Asri Barat Surabaya,  April lalu.
Usaha yang dirintisnya bersama sang tante itu pun terpaksa gulung tikar. Penyebab utamanya karena kurangnya modal. Elok yang juga lulusan terbaik LPTB Susan Budihardjo tahun  2001  ini pun sadar, untuk konsen di usaha garmen ia harus memiliki modal yang besar. Sebab, barang dikirim paling cepat baru akan cair tiga bulan berikutnya. Sementara gaji pegawai, perputaran modal tidak bisa menunggu. Dalam kondisi menjelang kolaps itulah titik awal Elok mulai merintis pembuatan baju kebaya.
Tahun 2003, Elok secara kebetulan mendapat permintaan dari temannya untuk membuatkan sebuah kebaya pengantin. Berbekal tekad dan kemampuan, Elok pun menciptakan desain kebaya pengantin lengkap dengan detai-detail hiasannya.
“Saya tidak menyangka, kebaya hasil rancangan saya  mendapat pujian banyak tamu yang hadir. Sejak itu, marketing  dari mulut ke mulut terus berjalan. Bulan berikutnya, satu per satu orang mulai berdatangan pesan baju hingga sampai saat ini,” ujar perempuan yang mengaku baru pede disebut desainer setelah masuk APPMI tahun 2009 ini.
Terhitung sejak tahun itu, Elok tercatat telah mengikuti sejumlah peragaan busana di kota Surabaya dan Jakarta. Sebut saja Indonesia Fashion Week, Surabaya Fashion Parade,  Surabaya Moslem Festival, East Java Batik Carnival, Fashion Tendance, serta berbagai roadshow yang rutin dilakukan hingga hampir lima kali dalam setahun.
Berdasar banyaknya jumlah even yang diikuti, puluhan koleksi telah berhasil dirancangnya. Ia menjelaskan, untuk satu koleksi kebaya yang terdiri 10-15 desain, ia membutuhkan setidaknya tiga bulan pengerjaan. Sedangkan untuk gaun, yang umumnya memiliki detail yang lebih sederhana dapat diselesaikannya dalam waktu satu bulan.
 Sementara untuk harga, satu desain kebaya dibandrol harga mulai Rp 6,5 juta untuk ukuran pesta. Kebaya pengantin Rp 15 juta untuk akad nikah atau pemberkatan, dan gaun mulai Rp 3,5 juta.

Seni dan Riset
Cita rasa tinggi dan eksklusivitas, diwujudkan Elok dalam berbagai desain pakaian yang dibuat. Mengusung brand “Dola Ap” untuk desain kebaya dan ‘Elok Re Napio’ untuk gaun, Elok selalu mengutamakan perpaduan warna yang tegas dan payet untuk memperkuat detail setiap sisi baju agar berkesan mewah dan elegan.
Mengenai ide, elok mengaku bisa mendapatkannya dari manapun. Seperti yang baru-baru ini ditampilkannya dalam kesempatan Indonesia Fashion Week (IFW) 2015. Elok menampilkan pesona keindahan alam Gunung Singgalang, Sumatera Barat.
“Saya belum pernah ke Gunung Singgalang. Jadi saya searching di internet. Nah, darisana saya tahu bahwa yang paling menarik itu adalah hutan lumutnya. Hiasan berupa lumut itu saya aplikasikan ke ornamen baju dan aksesorisnya,” tutur alumni S1 Akuntansi Unika Widya Mandala Surabaya tersebut.
Selain riset mengenai desain, mantan Finalis Lomba Concourse International Paris Majalah Dewi tahun 2000 ini juga memperhatikan detail siapa yang akan memakai gaun rancangannnya. Terutama jika gaun itu merupakan pesanan. Dalam menangani klien, mulai dari pertemuan pertama untuk konsultasi desain sampai pada fitting terakhir, Elok melakukannya secara personal.
Jika datang ke desainer, Anda pasti akan diarahkan. Tetapi kita juga tetap harus tahu jenis manakah yang nyaman kita pakai. Sebab jika kita sendiri saja bingung, maka orang lain juga akan bingung,” ujar Elok memberi saran. (ati, via)

Tak Lelah Belajar dan Berinovasi

SEBAGAI seorang desainer, selain wajib mengikuti  atau mengadakan show sebagai bentuk pertanggungjawaban profesi, Elok juga dituntut memiliki cerita dari masing-masing koleksi yang ditampilkan.
“Seorang desainer tidak hanya harus tahu cara membuat baju bagus, tapi dia juga harus paham konsep. Ketika kita buat koleksi harus nyambung, antara satu baju dengan lainnya itu harus punya cerita. Kalau tidak? habis kita dicaci maki sesama desainer,” tutur ibu satu anak tersebut.
Elok mengisahkan, pameran pertama yang ia ikuti saat dirinya telah masuk sebagai anggota APPMI. Pengagum Alexandre Mcqueen, desainer asal Inggris ini pun mengaku, pameran pertama yang ia ikuti gagal total. Itu karena jarak kelulusan dari sekolah mode di tahun 2001, kemudian masuk APPMI tahun 2009, Elok mengaku kelimpungan ketika harus menentukan desain untuk koleksinya.
Belajar dari pengalaman itulah, perempuan kelahiran 15 November 1978 itu terus berupaya menggali kemampuannya dalam hal desain. Salah satunya dengan kembali mengikuti kursus di Arva School Of Fashion Surabaya. Selain itu, ia juga tidak segan untuk belajar dari desain yang dibuat para desainer besar, seperti halnya Anne Avantie.
“Saya sering belajar dari desain orang. Bukan dalam arti menjiplak, tapi sedapat mungkin dengan melihat desain mereka, desain yang saya buat nantinya bisa hadir dengan nuansa yang berbeda,” jelas Elok.
Dalam hal desain kebaya, nama Anne Avantie bisa jadi merupakan magnet tersendiri. Sehingga ke depan, Elok berharap ada banyak desainer lain yang mencapai sukses serupa. Untuk itu, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Terutama untuk memberikan ruang bagi para desainer guna melebarkan sayapnya. (ati,via)
           
BIODATA
Nama               : Elok Rege Napio
Alamat             : Jl. Rungkut Asri Barat 9 no 12 Surabaya, Jawa Timur
TTL                 : Surabaya, 15 November 1978
Anak               : Nathania Caya Dewi
Pendidikan      : S1 Akuntansi Unika Widya Mandala Surabaya
Prestasi            :
·         Siswa terbaik LPTB Susan Budihardjo tahun  2001
·         Finalis Lomba Rancang gaun pengantin majalah Perkawinan tahun 2011

·         Finalis Lomba Concourse International Majalah Dewi tahun 2000                     

Moh Ainur Rahman AP MSi, Camat Teladan Prov Jatim 2015

MIMPI BERBUAH PRESTASI
 Mimpi yang dipendam selama sepuluh tahun tak hanya membawa dirinya mencapai visi yang diinginkan. Mimpi itu bahkan membuahkan prestasi sebagai Camat Teladan Prov Jatim 2015. Kecamatan Intranet adalah mimpi sekaligus visinya. Seperti apakah?


 Jika ada yang bilang meraih sebuah penghargaan semata karena keberuntungan, tidak demikian dengan Moh Ainur Rahman, Camat Sukodono Kab Sidoarjo. Prestasi sebagai Camat Teladan yang diterima pada Peringatan Hari Otonomi Daerah (Otoda) Prov Jatim April lalu adalah buah dari kerja kerasnya.  Istimewanya lagi, hal ini merupakan mimpinya sejak lama.
Sepuluh tahun lalu, tepatnya tahun 2004 ketika dirinya masih menjabat sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Sidoarjo, Ainur-panggilannya, merasa risau dengan pembukuan dan arsip pemerintahan yang cenderung rumit dan tidak tertata dengan baik. Akibatnya pelayanan administrasi birokrasi pun terhambat. Terpikir dalam benaknya, bagaimana seandainya bisa memanfaatkan teknologi yang tengah berkembang, internet.
Namun posisi sebagai sekcam tak memberinya kewenangan besar untuk merealisasikan mimpinya tersebut. Waktu berlalu hingga dirinya menjabat sebagai Camat Sukodono pada Februari 2012. Saat itulah kemudian tercetus ide mengenai ‘Kecamatan Intranet’.
Kecamatan Intranet merupakan program untuk memudahkan komunikasi di lingkungan kecamatan hingga desa. Sistemnya pun relatif mudah, karena semuanya dilakukan secara online menggunakan jaringan internet.
“Bayangkan saja jika kita harus mengirim surat ke masing-masing desa, berapa lama waktunya. Sementara dengan fasilitas internet, semua bisa dilakukan dengan cepat dan mudah,” tutur Ainur ditemui di ruang kerjanya medio Mei lalu.
Selain surat-menyurat, program ini juga memudahkan Ainur untuk memantau kegiatan di masing-masing desa melalui kamera cctv yang dipasang disetiap lobby pelayanan desa. Dampaknya sangat efektif dalam memperlancar birokrasi pemerintahan termasuk peningkatan kedisiplinan perangkat.
“Awalnya mungkin mereka terpaksa menjadi disiplin karena merasa diawasi. Tapi lama-kelamaan saya yakin itu akan menjadi kebiasaan,” tutur pria asal Sumenep tersebut.
Perlahan tapi pasti, sistem birokrasi dirubah menjadi lebih efektif dan efisien. Saat ini, Ainur bahkan tengah berupaya mengembangkan program Kecamatan Intranet tersebut untuk melayani kepengurusan berbagai dokumen secara online. Sehingga nantinya akan mempermudah masyarakat dalam pengurusan dokumen tanpa harus mengantri di kantor kecamatan.
Pelayanan berbasis IT memang bukan hal yang baru di dunia pemerintahan. Namun inovasi yang dilakukan Ainur menjadi salah satu upaya menangkap peluang masa depan. Mengingat, kondisi masyarakat yang heterogen dan kenyataan bahwa nantinya Sukodono akan mengalami perkembangan pesat sebagai kota barunya Kabupaten Sidoarjo.
“Seringkali kita itu terlambat menyikapi perubahan. Padahal kedepan permasalahan itu akan semakin kompleks. Tapi kalau kita sudah mempersiapkan pelayanan yang optimal, perangkat yang berkualitas, sarana dan prasarana sudah siap, semuanya akan jadi mudah,” tutur mantan  Kabid Bina Manfaat Pekerjaan Umum dan Pengairan Kab Sidoarjo tahun 2011-2012 tersebut
Optimalkan Sumber Daya
“Bangga hanya sebatas bangga karena saya manusia biasa. Tapi yang terpenting bagaimana kami meningkatkan kinerja, motivasi, inovasi, sehingga apa yang kami capai ini bisa bermanfaat untuk masyarakat,” ungkap Ainur ketika ditanya perasaannya mendapat penghargaan sebagi Camat teladan Prov Jatim 2015.
Ledih dari itu, ia menyadari bahwa apa yang dicapainya bukanlah pencapaian individu. Namun merupakan buah dari kerja keras teamwork-nya yang solid. Mulai dari perangkat pemerintahan  kecamatan hingga desa, masyarakat, bahkan pihak ketiga. Kuncinya, memberi kesempatan pada masing-masing orang untuk bisa terlibat aktif dalam kebijakan pemerintahan.
Dengan alasan yang sama pula, Ainur mengeluhkan sistem kebijakan yang cenderung masih sentralis. Beberapa permasalahan di masyarakat terlambat ditangani lantaran pemerintahan kecamatan tidak diberikan wewenang cukup untuk mengambil tindakan. Apalagi jika sudah menyangkut kewenangan pemerintah kabupaten ataupun provinsi.
Pria yang tengah menjalani studi S3 jurusan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) di Universitas Airlangga Surabaya ini berharap, kedepan pemerintahan kecamatan tidak hanya diposisikan sebagai pusat pelayanan administrasi. Pemerintahan kecamatan harus lebih diberdayakan. Apalagi jika itu berkaitan dengan kejadian di masyarakat yang notabene-nya kecamatan lebih tahu kondisi riilnya.
“Ada jalan rusak kita gak bisa bertindak karena itu wewenang kabupaten. Padahal kita yang ada di tengah-tengah mereka. Kenapa itu tidak dilimpahkan pada kita? Bukan berarti nanti akan ada namanya superioritas seorang camat. Ini murni untuk masyarakat kok. Semakin cepat ditangani kan semakin baik,” tutur camat yang mengaku kerap turba menggunakan motor untuk mengurangi disparitas dengan masyarakat tersebut.
 (nurhayati)
 BEKERJA SEBAGAI JALAN HIDUP
 Dalam segala hal, Ainur memang selalu ingin jadi yang terbaik. Sehingga apapun yang dilakukannnya akan diupayakan secara optimal. Apakah kemudian yang dilakukan itu mendapat apresiasi bukanlah prioritasnya. Meskipun ia tidak menampik bahwa tidak mudah menyandang status juara. Terutama konsekuensi mempertahankan yang  jauh lebih sulit daripada mendapatkan.
“Yang pasti ini akan semakin meningkatkan motivasi saya. Selanjutnya adalah apa yang harus kami benahi, dimana kekurangannya. Karena saya tidak ingin setelah prestasi ini kami raih lantas kemudian terbengkalai dan dilupakan” tutur pria yang menggenapkan usia pada 22 April tersebut.
Ainur menyadari, bahwa dirinya tidak selamanya akan memimpin Kecamatan Sukodono. Namun selagi memimpin, ia akan terus berupaya melakukan yang terbaik. Baginya, pemimpin yang baik adalah yang mampu menciptakan pemimpin-pemimpin baru, sekaligus memiliki hal positif yang bisa diwariskan.
Sebagai camat, Ainur bisa saja memilih menjalani rutinitas tanpa harus disibukkan dengan melakukan perubahan. Namun ia memilih untuk bekerja, menciptakan inovasi, dan melayani sebaik mungkin kebutuhan masyarakat.
“Saya selalu meyakini, lebih baik saya berbuat dan melakukan kesalahan daripada saya diam dan juga tidak memiliki kesalahan. Sulit, capek, tapi ya itulah jalan hidup yang saya pilih,” ujar suami dari Evi Anita ini ringan tanpa beban. (hay)
 BIODATA
 Nama                           : Moh Ainur Rahman, AP, M.Si
Panggilan                    : Ainur
Jabatan                                    : Camat Sukodono. Kab Sidoarjo
Menjabat Sejak           : Februari 2012
TTL                             : Sumenep, 22 April 1975
Istri                              : Evi Anita, SSos MT
Anak                           : Empat Orang
1.      Reyhan
2.      Rifat
3.      Rizal
4.      Raja
Pendidikan                  : S1 STPDN Bandung angktan ke-5 Tahun 1997
                                      S2 Administrasi Publik Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag)
  S3 Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Universitas Airlangga Surabaya
Pengalaman Jabatan    :
1.      Sekretaris Camat Sidoarjo tahun 2004-2011

2.      Kabid Bina Manfaat Pekerjaan Umum dan Pengairan tahun 2011-2012