Senin, 23 November 2015

KEMBANGKAN POTENSI LOKAL, BIDIK PASAR GLOBAL


Industri Kerajinan Jatim Menghadapi MEA 2015

KEMBANGKAN POTENSI LOKAL, BIDIK PASAR GLOBAL

Industri Kecil Menengah (IKM) terbukti menjadi sektor paling bertahan dalam kondisi krisis ekonomi. Di Jatim, Industri tumbuh sebanyak 5,30 persen pada triwulan II tahun 2015. Dengan kontribusi mencapai 20,6 persen terhadap perekonomian nasional. Hal itu menjadi modal kuat dalam menyongsong diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Lantas, bagaimanakah upaya yang dilakukan pemerintah? Serta seperti apakah potret kesiapan pelaku usaha lokal tersebut dalam membidik pasar global?

Jemari lentik Siti Sunarsih (16) dengan telaten menggosok tempurung kelapa menggunakan amplas. Sesekali ia meneliti bagian tempurung memastikan seluruhnya telah digosok halus. Selanjutnya tempurung yang telah dibentuk menyerupai mangkuk dengan dudukan di bagian bawah itu dilapisi cairan vernis. Sebagai finishing, gambar berupa bunga, hewan, atau tulisan tertentu pun diaplikasikan di bagian luar mangkuk. Mangkuk dari tempurung kelapa yang cantik pun selesai dibuat. Tak hanya hiasan, mangkuk kreasi ini juga bisa digunakan sebagai pengganti asbak atau wadah aneka pernak-pernik kecil.
Mangkuk dari tempurung hanya satu dari sekian banyak produk kerajinan yang dihasilkan Kejaya Handycraft. Selain itu, terdapat pula tas dari tapas kelapa, aneka alat dapur dari kayu, lampu hias dari lidi, pigura cantik berhias kulit batang pohon pisang, dan masih banyak lagi. Khotibin, sang pemilik bahkan mengaku tidak ingat satu-persatu produk yang telah dibuat dan diperkirakan mencapai lebih dari 500 jenis tersebut.
Berlokasi di Desa Tambong Kec Kabat, Kejaya Handycraft menjadi salah satu sentra kerajinan yang cukup banyak menyerap tenaga kerja lokal. Industri kerajinan yang didominasi bahan baku pohon kelapa, aneka jenis kayu dan rumput ini, mempekerjakan 30 pekerja tetap dan lebih dari 150 orang tenaga borongan. Jumlah tersebut belum termasuk sejumlah pemilik lahan tanaman, pengepul, hingga tukang panjat yang bertugas mengumpulkan bahan baku kerajinan.
Kejaya Handycraft hanya satu potret dari ribuan IKM yang berkembang di Jatim. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Prov Jatim tahun 2013, terdapat 803.453 IKM yang tersebar di seluruh Prov Jatim. Dari Jumlah tersebut sebanyak 97,80 persen merupakan sektor Industri Kecil, 2,07 persen sektor Industri menengah, dan industri besar sebanyak 0,13 persen.
Kepala Disperindag Jatim, Warno Harisasono melalui Rety Andini Kepala UPT Aneka Industri dan Kerajinan Surabaya menjelaskan, menjelang pemberlakuan MEA, IKM menjadi salah satu sektor usaha yang perlu mendapat perhatian khusus. Mengingat, IKM menjadi salah satu tulang punggung utama perekonomian Prov Jatim.
Kendati Warno Harisasono optimis, Jatim memiliki peluang yang cukup strategis untuk mengisi pasar bebas ASEAN tersebut. Hal ini berdasarkan peta negara tujuan ekspor Jatim, dimana 16,60 persen menuju negara ASEAN. Sisanya 10,35 persen ke Uni Eropa, Cina 10,94 persen, Amerika Serikat 10,88 persen, Jepang 15,17 persen, dan lain-lain.
Hasilnya, pada tahun 2014 nilai ekspor produk kerajinan Jatim mencapai 18,98 persen dari total ekspor non migas sebesar USD 17,928 juta. Sementara di tahun 2015 hingga Bulan April sekitar 1,03 persen dari total ekspor non migas sebesar USD 6,224 juta.
“Agar kompetitif, maka daya saing dari produk-produk kita juga perlu ditingkatkan. Dimana kalau bicara mengenai peluang dan tantangan industri kerajinan adalah di sektor ekspor dan impor” ujarnya mengingatkan.
            Karenanya, Pemprov Jatim terus berupaya melakukan perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing produk Industri kerajinan. Perlindungan konsumen, melalui pengawasan barang beredar terutama bagi produk impor. Serta pencegahan barang impor ilegal. Termasuk memfasilitasi pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang kini tercatat sebanyak 3.682 IKM. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing, pembinaan IKM secara paripurna dan penguatan pasar domestik dan internasional terus diupayakan.
            “Selain pengendalian terhadap jalur ekspor dan impor, yang tidak kalah penting adalah upaya menumbuhkan jiwa enterpreneurship masyarakat. Yang telah memiliki usaha kita dorong agar usahanya bisa semakin kuat dan mandiri. Yang belum, kita dorong agar mereka berwirausaha,” imbuh Rety Andini.

Modal Kuat Jatim
            Dalam konstelasi ASEAN, Indonesia, khususnya Jatim sesungguhnya telah memilki modal yang cukup. Baik dari segi demografi, pertumbuhan ekonomi, maupun kinerja perdagangannya.
            Secara demografis, berdasarkan rilis KTT ASEAN Ke-23 di Brunei Darussalam, jumlah penduduk ASEAN diperkirakan mencapai 741,2 juta jiwa pada 2035. Data prospek pertumbuhan penduduk Divisi Populasi PBB menunjukkan, Indonesia menduduki urutan tertinggi dengan 291,6 juta jiwa lebih, diikuti Filipina 135,8 juta dan Vietnam 106 juta jiwa. Sementara, Brunei Darussalam 560 ribu jiwa, Kamboja 18,1 juta jiwa, Laos 8 juta jiwa, Malaysia 39,8 juta jiwa, Myanmar 55,9 juta jiwa, Singapura 6,5 juta jiwa dan Thailand 76,5 juta jiwa.
            Dari segi ekonomi, hingga saat ini, postur ekonomi terbesar pun masih diduduki Indonesia yang mencapai 28,47 persen dari total ekonomi ASEAN. Dimana 4,18 persennya disumbang Prov Jatim. Prosentase ini setara dengan dua pertiga perekonomian Vietnam yang mencapai 6,48 persen. Atau hampir 2,5 kali lebih besar dibanding gabungan Laos (0,36 persen), Kamboja (0,82 persen), Timur Leste (0,05 persen), dan Papua New Guinea (0,54 persen). Selanjutnya Thailand 18,26 persen, Singapura 16,92 persen, Malaysia 15,07 persen, dan Philipina 13,03 persen.
            Dalam skala nasional, pertumbuhan ekonomi Jatim juga berada diatas rata-rata nasional. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim di posisi 6,55 persen diikuti nasional pada kisaran 5,78 persen. Sementara pada semester I tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Jatim kembali mengalami peningkatan mencapai 6,17 persen, dan nasional 5,17 persen.
            Tak hanya itu, dalam upaya penguatan pasar dalam negeri, saat ini Pemprov Jatim telah membuka 26 Kantor Perwakilan Dagang di seluruh Indonesia. Termasuk membentuk lima Unit Pelaksana Teknis Industri (UPTI) produk skala ekspor. Yaitu UPTI Logam dan Perekayasaan Sidoarjo, UPTI Kulit dan Produk Kulit Magetan, UPTI Kayu dan Produk Kayu Pasuruan, UPTI Makanan, Minuman, dan Kemasan Surabaya, dan UPTI Aneka Industri dan Kerajinan Surabaya.
Selain pertumbuhan ekonomi, di kancah nasional, Jatim juga merupakan salah satu provinsi yang memiliki hubungan perdagangan yang sangat menentukan. Sekitar 31 persen perdagangan dalam negeri berasal dari dan menuju Jatim. Pada tahun 2012, kinerja perdagangan Jatim surlpus mencapai Rp 50,451 triliun. Meningkat dibanding tahun sebelumnya yang masih mencapai Rp 34,576 triliun. Sedang pada tahun 2013, surplus kinerja perdagangan Jatim juga naik menjadi 53,728 triliun.
(nurhayati)

JUMLAH IKM DI JATIM
NO
JENIS USAHA
JUMLAH**
PROSENTASE
(%)
1.
Industri Kecil
785.777
97,80
2.
Industri Menengah
16.631
2,07
3.
Industri Besar
1.045
0,13
TOTAL
803.453
100



JUMLAH SERAPAN TENAGA KERJA JATIM
NO
JENIS USAHA
JUMLAH**
PROSENTASE
(%)
1.
Industri Kecil
1.797.436
57,69
2.
Industri Menengah
957.760
30,74
3.
Industri Besar
359.861
11,55
TOTAL
3.115.680
100
*Sumber : Data update 2013 Disperindag Prov Jatim, diolah.
**Asumsi jumlah berdasarkan prosentase


BACK TO NATURE

Dalam upaya peningkatan daya saing industri, berbagai strategi perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah. Salah satunya, seperti yang diupayakan Pemkab Banyuwangi dengan membidik sektor Pariwisata.

Jika anda berkunjung ke Kejaya Handycraft, bertanyalah produk apa saja yang dimiliki. Maka anda dijamin akan dibuat bingung. Tapi hanya dengan sekilas pandang, anda akan menyadari satu hal, semua produk Kejaya Handycraft menggunakan bahan baku alam.
“Produk alam itu aman. Karena jika nantinya sudah rusak dan tidak terpakai, limbahnya akan mudah terurai menyatu dengan tanah. Sifat ini yang banyak diminati di negara maju seperti Amerika, dan Eropa yang menjadi tamu saya,” terang Khotibin sembari menunjukkan salah satu tas berbahan dasar tapas kelapa. Pesanan khusus Pemkab Banyuwangi sebagai goodybag dalam event Banyuwangi Beach Jazz 2015.
Selain Khotibin, konsep kembali ke alam juga dilakukan Abdullah Azwar Anas, MSi, Bupati Banyuwangi. Betapa tidak, dari luas wilayah sebesar 5.782,50 km2, sebanyak 31,72 persen merupakan hutan, 11,53 persen berupa persawahan, dan perkebunan 14,21 persen. Selebihnya terbagi menjadi pemukiman 21,66 persen, ladang 2,80 persen, tambak 0,31 persen, dan jalan sebanyak 17,77 persen. Sehingga pengelolaan destinasi wisata menjadi salah satu  alternatif yang dijalankan.
Sejumlah program pengembangan pariwisata dan investasi di Banyuwangi pun berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data 2010-2014 tercatat, pendapatan per kapita naik tajam 70 persen dari Rp 14,97 juta menjadi Rp 25,5 juta. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik tajam 71 persen dari Rp 23,56 triliun menjadi Rp 40,48 triliun. Hal ini tidak lepas dari kesuksesan Pemkab Banyuwangi dalam menentukan dan menjalankan strategi pembangunan yang tepat bagi daerahnya.
Tidak mungkin Banyuwangi mencontoh Malang apalagi Surabaya. Maka strategi pembangunan juga harus kita putuskan, termasuk sekarang kita fokus untuk kembali ke alam. Maka sudah empat tahun ini kami belum ijinkan mall ditengah kota karena strateginya berbeda dengan Surabaya,” terang Bupati yang baru-baru ini menerima penghargaan sebagai Marketer of The Years 2014 dari Markplus Inc tersebut.
            Lantas bagaimana kaitannya dengan pengembangan IKM? Dalam hal ini Anas menjelaskan, pemasaran dan promosi menjadi dua hal penting dalam upaya pengembangan IKM. Akan tetapi hal itu tidak mungkin hanya dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha. Sehingga pemkab berperan memback up agar promosi tidak hanya bersifat konvensional.
Pengembangan destinasi wisata pun dinilai akan berpengaruh besar pada peningkatan jumlah kunjungan turis manca maupun dalam negeri. Hal itu pun berkontribusi besar pada pendapatan daerah.  
“Turis datang tidak mungkin pulang tanpa oleh-oleh. Terus yang dibeli apa? Produk IKM,” tutur Anas menganalogikan
Disamping itu, ia juga mendorong perbankan untuk memberikan pinjaman lunak pada pengrajin. Termasuk mengintensifkan pembinaan usaha guna peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Tak ketinggalan pula menggelar pelatihan internet marketing sebagai jalur alternatif promosi kreatif.
“IKM kita saat ini memang berkembang cukup baik. Namun hal itu terkendala proteksi kepemilikan akan hak paten. Karenanya, Pemkab Banyuwangi bekerjasama dengan Disperindag Prov Jatim berupaya memfasilitasi pengajuan hak paten. Sekarang sudah sekitar 24 IKM Banyuwangi telah mengantongi hak patennya,” terang Anas. (hay)

Kejaya Handycraft, Kabat, Banyuwangi

SEMANGAT LOKAL, AMBISI GLOBAL
Ditengah maraknya isu pemanasan global, produk kerajinan Kejaya Handycraft menjadi salah satu alternatif. Betapa tidak, selain terbukti memberdayakan sebagian besar tenaga kerja lokal, bahan baku yang digunakan pun sepenuhnya berasal dari alam.

Khotibin, perajin sekaligus pemilik sentra kerajinan Kejaya Handycraft kini bisa tersenyum bangga. Usaha kerajinan yang ditekuninya sejak tahun 1998 kini telah mampu menjadi penyangga kebutuhan ekonomi keluarganya. Bahkan tetangga dan warga sekitar pun sebagian besar menjadi tenaga kerja di tempatnya.
“Saya masih ingat betul, sekitar tahun 1998, di Banyuwangi itu sedang ada wabah tanaman. Inspirasi awalnya saya dengan kakak, memanfaatkan pelepah pisang yang kala itu sempat rusak dan konon pisangnya beracun. Jadi banyak pohon pisang ditebangi. Dari situ kita tergerak untuk memanfaatkannya,” kata Khotibin menceritakan kisahnya.
Ia beserta sang kakak, Ahmad Fathoni (alm) mengawali usaha dengan menitipkan hasil kerajinannya ke artshop (toko kerajinan) di daerah Bali.
Di Bali, produknya tidak lantas langsung diterima di pasaran. “Awal-awal saya sempat bilang sama kakak, iki kerjo cap opo? Saking gak ada hasilnya,” kenang Ibin, panggilannya, yang pernah menjadi sales produk kesehatan di Bali tersebut.
Namun kesulitan itu tak lantas mematahkan semangat keduanya. Mereka yakin bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus. Sampai kemudian order pertama datang dari seorang buyer Inggris sekitar awal tahun 2000. Lalu tahun 2001 tamu dari Itali dan menyusul tahun 2002 seorang Agen Korea yang memiliki pasar di Hawai, Jamaika, dan Florida. Tak ketinggalan buyer Malaysia yang datang dan bekerjasama pada kisaran tahun 2005 sampai 2010.
Sejak order pertama itulah ia mulai merekrut pekerja. Berawal dari empat orang pada bulan pertama, belum genap sebulan bertambah lagi empat orang. Hingga di kisaran tahun 2007, tenaga kerjanya mencapai 99 orang.
“Akhirnya satu persatu mereka menikah lalu saya beri kewenangan untuk bekerja dari rumah dan mengajari masyarakat disekitarnya. Jadi sekarang yang dirumah sedikit tapi tenaga borongannya banyak,” jelas ayah dari dua orang anak ini.
Kendati menolak menyebutkan omset yang dihasilkan, keuntungan usaha Ibin diperkirakan tidaklah sedikit. Contohnya saja, permintaan tali agel untuk tempat parfum yang diterima dari seorang agen di Jakarta. Dalam sebulan, Kejaya Handycraft mengirimkan 60 ribu buah tali agel. Dikirim setiap sepuluh hari sekali sebanyak 20 ribu buah.
Tali agel ini terbuat dari daun gebang (sejenis pohon palm) yang dipilin. Dijual dengan harga Rp 2000 perbuah dengan modal kurang dari Rp 1500. Dan kerjasama ini telah berjalan selama delapan tahun dari order pertama sebanyak 5000 buah.
“Kami sistemnya jual langsung bukan menitipkan barang. Jadi barang selesai kami kerjakan, bayar lunas, barang baru kita kirim. Termasuk kalau untuk ekspor, saya hanya sebatas mengantar barang hingga ke kargo, disana dibayar lunas,” terang Khotibin.
Dari beberapa buyer yang datang pertama, kerjasama dengan pihak Korea paling lama. Hingga saat ini, Ibin rutin memasok barang mulai dari tas, caramba, maracas, aneka souvenir, bahkan kreasi pakaian dalam dari batok kelapa.
“Pasar saya memang kebanyakan Amerika dan Eropa. Jepang, Arab Saudi, dan sebagian besar Asia, saya kurang punya pasar. Mungkin mereka kurang meminati bahan alam. Kalau orang Amerika atau eropa kan sukanya bahan alam, yang jika rusak dibuang, akan kembali ke tanah,” tutur Ibin.
Disisi lain, untuk produknya, Ibin mengaku tidak banyak ambil pusing terkait brand yang harus dipakai. Bahkan beberapa dengan sengaja diberi brand lain.
            Sikap tak ambil pusing juga terlontar ketika ditanya mengenai kesiapannya menghadapi pasar bebas MEA. Pria 41 tahun tersebut mengaku sama sekali tidak terpengaruh. Pasalnya, dengan atau tidak diberlakukannya MEA, produknya terbukti bisa bersaing di pasar mancanegara. “Dulu merintis usaha sampai dua tahun tanpa penghasilan saja siap, sekarang sudah tambah ilmu, wawasan, pengalaman, juga modal masa nggak siap,” jawab Ibin santai.
Saat ini, Kejaya Handycraft telah memiliki tiga titik tempat usaha. Lokasi pertama yang dikatakan sebagai lokasi rintisan merupakan gedung bekas sekolah yang tidak terpakai. Ditempati sejak tahun 2003, dan berada di Dusun Kejoyo Desa Tambong. Ditempat ini pekerja yang mayoritas perempuan bekerja merakit produk kerajinan seperti tas dari gebang atau batok kelapa, membuat tali agel, dan sejenisnya.
Sementara lokasi kedua berada di Dusun Krajan, yang berfungsi sebagai lokasi produksi mesin  ditempati sejak lima tahun lalu. Sebagian besar pekerja laki-laki bertugas membentuk barang setengah jadi sebelum kemudian dilakukan proses penghalusan dan finishing. Termasuk pemberian sentuhan akhir pada tas dan aneka kerajinan berupa gambar atau tulisan menggunakan alat penyemprot.
Sedang lokasi terakhir, merupakan toko yang sudah hampir empat tahun dipakai sebagai tempat memasarkan sebagian hasil kerajinan. Artshop ini berada di jalur utama kota di Jl Raya Kabat (Depan Pom Bensin Kedayunan) Banyuwangi.
Kedepan, di lokasi kerja yang berada di Dusun Krajan, Ibin berencana membangun tempat pelatihan kerajinan. Disana, nantinya ia berharap bisa membagikan ilmu kepada siapapun yang membutuhkan. Termasuk membangun area penginapan dan tempat makan. “Semakin banyak yang bisa, semakin luas cakupan usaha saya. Ini juga bagian dari pengembangan usaha,” tukas lulusan MAN Banyuwangi tersebut. (hay)

Drs Ec Soebagyo
Tidak Perlu Pesimis Menghadapi MEA!

Menyongsong diberlakukannya MEA 2015, berbagai persiapan terus dilakukan. Bagi IKM, penguatan daya saing menghadapi pasar bebas ASEAN menjadi hal mutlak. Sementara pemerintah sebagai fasilitator dan regulator, sudah selayaknya memberikan kemudahan akses bagi IKM. Demikian setidaknya, pandangan yang diberikan Drs EC Soebagyo, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair Surabaya.

Dalam kondisi krisis seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (Defresiasi Rupiah) saat ini, IKM menjadi salah satu tulang punggung kuat perekonomian Jatim. IKM merupakan sektor usaha yang cukup survive karena berbasis lokal mulai dari pasar, bahan baku, hingga tenaga kerja. Sehingga dalam kondisi Defresiasi Rupiah, sektor IKM tidak sepenuhnya terdampak.
            Menurut Soebagyo, penurunan nilai tukar rupiah justru memberikan insentif ekspor bagi IKM. “Dengan kata lain, saat Defresiasi Rupiah, harga barang dalam negeri menurun di mata uang asing. Sehingga besar kemungkinan justru akan menambah permintaan,” tutur Soebagyo menganalogikan.
Kendati Soebagyo juga tidak menampik, bahwa upaya penguatan IKM tetap harus dilakukan. Tugas pemerintah lah untuk memberikan suntikan dana, menciptakan regulasi, menyediakan pusat  pasokan bahan baku, termasuk memotong jalur distribusi yang terlalu panjang.
Namun, lanjut Soebagyo menggaris bawahi, skema perbantuan bagi IKM, baiknya hanya bersifat sementara. Mengingat tujuannya adalah membantu IKM tetap bertahan. Sementara usaha menjadikan IKM kuat dan berdaya saing harus diupayakan sendiri.
            Kecuali itu, dalam menyongsong pemberlakuan MEA, Soebagyo menilai, IKM Jatim cukup kompetitifnes (memiliki daya saing). Alasannya, dilihat dari skala pasar ASEAN yang tidak sepenuhnya identik dengan produk dalam negeri. Sehingga persaingan yang akan dihadapi pun tidak terlalu signifikan.
            Berbeda halnya jika kelak pemberlakuan MEA ASEAN Cina Korea. Kompetisi yang akan dihadapi Indonesia akan cukup ketat. Sebab, produk daratan Cina sangat identik dengan produk dalam negeri.
            “Selama ini yang kita takutkan, barang yang sama di dalam negeri diproduksi juga diluar negeri. Dan pasar lebih berminat pada barang luar negeri. Lantas bagaimana? Maka daya saing produk kita harus ditingkatkan. Caranya? Pemerintah harus back up itu. Gencarkan promosi, ciptakan regulasi. Artinya pemerintah sebagai regulator, harus melakukan perlindungan, pengaturan, supaya kita tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.” terang Soebagyo
            Lantaran itu ia berharap, menghadapi MEA 2015, IKM Jatim harus optimis. Karena Jatim memiliki ketahanan yang kuat untuk menghadapi MEA. Ditambah lagi, Jatim memiliki soliditas yang kuat dari para pemimpinnya. Sehingga menjadi modal kuat bagi Jatim untuk bisa percaya diri berkompetisi di Pasar Bebas MEA.
            “Memang Orang Jawa itu fighting spirit-nya lemah apa? Ndak kan?! Jadi tidak perlu khawatir. Kita cukup siap dan barangkali yang paling siap menghadapi MEA 2015,” pungkas Soebagyo penuh keyakinan. (hay)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar