Industri Kerajinan Jatim Menghadapi MEA 2015
KEMBANGKAN
POTENSI LOKAL, BIDIK PASAR GLOBAL
Industri Kecil Menengah
(IKM) terbukti menjadi sektor paling bertahan dalam kondisi krisis ekonomi. Di
Jatim, Industri tumbuh sebanyak 5,30 persen pada triwulan II tahun 2015. Dengan
kontribusi mencapai 20,6 persen terhadap perekonomian nasional. Hal itu menjadi
modal kuat dalam menyongsong diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Lantas, bagaimanakah upaya yang dilakukan pemerintah? Serta seperti apakah potret
kesiapan pelaku usaha lokal tersebut dalam membidik pasar global?
Jemari lentik
Siti Sunarsih (16) dengan telaten menggosok tempurung kelapa menggunakan amplas. Sesekali
ia meneliti bagian tempurung memastikan seluruhnya telah digosok halus. Selanjutnya tempurung
yang telah dibentuk menyerupai mangkuk dengan dudukan di bagian bawah itu
dilapisi cairan vernis. Sebagai finishing, gambar berupa bunga, hewan, atau tulisan tertentu pun diaplikasikan di
bagian luar mangkuk. Mangkuk dari tempurung kelapa yang cantik pun
selesai dibuat. Tak hanya hiasan, mangkuk kreasi ini juga bisa digunakan
sebagai pengganti asbak atau wadah aneka pernak-pernik kecil.
Mangkuk dari
tempurung hanya satu dari sekian banyak produk kerajinan yang dihasilkan Kejaya
Handycraft. Selain itu, terdapat pula tas dari tapas kelapa, aneka alat dapur
dari kayu, lampu hias dari lidi, pigura cantik berhias kulit batang pohon
pisang, dan masih banyak lagi. Khotibin, sang pemilik bahkan mengaku tidak
ingat satu-persatu produk yang telah dibuat dan diperkirakan mencapai lebih
dari 500 jenis tersebut.
Berlokasi di Desa Tambong Kec Kabat, Kejaya
Handycraft menjadi salah satu sentra kerajinan yang cukup banyak menyerap tenaga
kerja lokal. Industri kerajinan yang didominasi bahan baku pohon kelapa, aneka
jenis kayu dan rumput ini, mempekerjakan 30 pekerja tetap dan lebih dari 150
orang tenaga borongan. Jumlah tersebut belum termasuk sejumlah pemilik lahan
tanaman, pengepul, hingga tukang panjat yang bertugas mengumpulkan bahan baku
kerajinan.
Kejaya Handycraft hanya satu potret dari ribuan IKM
yang berkembang di Jatim. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
Prov Jatim tahun 2013, terdapat 803.453 IKM yang tersebar di seluruh Prov
Jatim. Dari Jumlah tersebut sebanyak 97,80 persen merupakan sektor Industri
Kecil, 2,07 persen sektor Industri menengah, dan industri besar
sebanyak 0,13 persen.
Kepala Disperindag Jatim, Warno Harisasono melalui
Rety Andini Kepala UPT Aneka Industri dan Kerajinan Surabaya menjelaskan, menjelang pemberlakuan MEA, IKM menjadi salah satu sektor usaha yang perlu
mendapat perhatian khusus. Mengingat, IKM menjadi salah satu tulang punggung
utama perekonomian Prov Jatim.
Kendati Warno Harisasono optimis,
Jatim memiliki peluang yang cukup strategis untuk mengisi
pasar bebas ASEAN tersebut. Hal ini berdasarkan peta negara tujuan ekspor
Jatim, dimana 16,60 persen menuju negara ASEAN. Sisanya 10,35 persen ke Uni Eropa, Cina 10,94 persen, Amerika Serikat 10,88 persen, Jepang 15,17 persen, dan lain-lain.
Hasilnya, pada tahun
2014 nilai ekspor produk kerajinan Jatim mencapai 18,98 persen
dari total ekspor non migas sebesar USD 17,928 juta. Sementara di tahun 2015
hingga Bulan April sekitar 1,03 persen dari total ekspor non
migas sebesar USD 6,224 juta.
“Agar kompetitif, maka daya saing dari
produk-produk kita juga perlu ditingkatkan. Dimana kalau bicara mengenai
peluang dan tantangan industri kerajinan adalah di sektor ekspor dan impor”
ujarnya mengingatkan.
Karenanya,
Pemprov Jatim terus berupaya melakukan perlindungan konsumen dan peningkatan
daya saing produk Industri kerajinan. Perlindungan konsumen, melalui pengawasan
barang beredar terutama bagi produk impor. Serta pencegahan barang impor
ilegal. Termasuk
memfasilitasi pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang kini tercatat
sebanyak 3.682 IKM. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing,
pembinaan IKM secara paripurna dan penguatan pasar domestik dan internasional
terus diupayakan.
“Selain
pengendalian terhadap jalur ekspor dan impor, yang tidak kalah penting adalah
upaya menumbuhkan jiwa enterpreneurship masyarakat. Yang telah memiliki usaha
kita dorong agar usahanya bisa semakin kuat dan mandiri. Yang belum, kita
dorong agar mereka berwirausaha,” imbuh Rety Andini.
Modal Kuat Jatim
Dalam
konstelasi ASEAN, Indonesia, khususnya Jatim sesungguhnya telah memilki modal
yang cukup. Baik dari segi demografi, pertumbuhan ekonomi, maupun kinerja
perdagangannya.
Secara
demografis, berdasarkan
rilis KTT ASEAN Ke-23 di Brunei Darussalam, jumlah penduduk ASEAN diperkirakan
mencapai 741,2 juta jiwa pada 2035. Data
prospek pertumbuhan penduduk Divisi Populasi PBB menunjukkan, Indonesia menduduki urutan tertinggi dengan 291,6 juta jiwa lebih,
diikuti Filipina 135,8 juta dan Vietnam 106 juta jiwa. Sementara, Brunei Darussalam 560 ribu jiwa, Kamboja 18,1 juta jiwa, Laos
8 juta jiwa, Malaysia 39,8 juta jiwa, Myanmar 55,9 juta jiwa, Singapura 6,5
juta jiwa dan Thailand 76,5 juta jiwa.
Dari segi ekonomi, hingga saat ini, postur ekonomi terbesar pun masih
diduduki Indonesia yang mencapai 28,47 persen dari total
ekonomi ASEAN. Dimana 4,18 persennya disumbang Prov
Jatim. Prosentase ini setara dengan dua pertiga perekonomian Vietnam yang
mencapai 6,48 persen. Atau hampir 2,5 kali lebih besar
dibanding gabungan Laos (0,36 persen), Kamboja (0,82 persen), Timur Leste (0,05 persen), dan Papua New
Guinea (0,54 persen). Selanjutnya Thailand 18,26 persen, Singapura 16,92 persen, Malaysia 15,07 persen, dan Philipina 13,03 persen.
Dalam
skala nasional, pertumbuhan ekonomi Jatim juga berada diatas rata-rata
nasional. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim di posisi 6,55 persen diikuti nasional pada kisaran 5,78 persen.
Sementara pada semester I tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Jatim kembali mengalami
peningkatan mencapai 6,17 persen, dan nasional
5,17
persen.
Tak hanya itu, dalam
upaya penguatan pasar dalam negeri, saat ini Pemprov Jatim telah membuka 26 Kantor Perwakilan Dagang di seluruh Indonesia. Termasuk membentuk lima Unit
Pelaksana Teknis Industri (UPTI) produk skala ekspor. Yaitu UPTI Logam dan
Perekayasaan Sidoarjo, UPTI Kulit dan Produk Kulit Magetan, UPTI Kayu dan
Produk Kayu Pasuruan, UPTI Makanan, Minuman, dan Kemasan Surabaya, dan UPTI
Aneka Industri dan Kerajinan Surabaya.
Selain pertumbuhan ekonomi, di
kancah nasional, Jatim juga merupakan salah satu provinsi yang memiliki
hubungan perdagangan yang sangat menentukan. Sekitar 31 persen perdagangan dalam negeri berasal dari dan menuju Jatim. Pada tahun
2012, kinerja perdagangan Jatim surlpus mencapai Rp 50,451 triliun. Meningkat
dibanding tahun sebelumnya yang masih mencapai Rp 34,576 triliun. Sedang pada
tahun 2013, surplus kinerja perdagangan Jatim juga naik menjadi 53,728 triliun.
(nurhayati)
JUMLAH IKM DI JATIM
NO
|
JENIS USAHA
|
JUMLAH**
|
PROSENTASE
(%) |
1.
|
Industri Kecil
|
785.777
|
97,80
|
2.
|
Industri Menengah
|
16.631
|
2,07
|
3.
|
Industri Besar
|
1.045
|
0,13
|
TOTAL
|
803.453
|
100
|
JUMLAH SERAPAN TENAGA KERJA JATIM
NO
|
JENIS USAHA
|
JUMLAH**
|
PROSENTASE
(%) |
1.
|
Industri Kecil
|
1.797.436
|
57,69
|
2.
|
Industri Menengah
|
957.760
|
30,74
|
3.
|
Industri Besar
|
359.861
|
11,55
|
TOTAL
|
3.115.680
|
100
|
*Sumber : Data update 2013 Disperindag
Prov Jatim, diolah.
**Asumsi jumlah berdasarkan prosentase
BACK TO NATURE
Dalam upaya peningkatan daya saing industri, berbagai
strategi perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah. Salah satunya, seperti
yang diupayakan Pemkab Banyuwangi dengan membidik sektor Pariwisata.
Jika
anda berkunjung ke Kejaya Handycraft, bertanyalah produk apa saja yang dimiliki.
Maka anda dijamin akan dibuat bingung. Tapi hanya dengan sekilas pandang, anda
akan menyadari satu hal, semua produk Kejaya Handycraft menggunakan bahan baku
alam.
“Produk
alam itu aman. Karena jika nantinya sudah rusak dan tidak terpakai, limbahnya
akan mudah terurai menyatu dengan tanah. Sifat ini yang banyak diminati di
negara maju seperti Amerika, dan Eropa yang menjadi tamu saya,” terang Khotibin
sembari menunjukkan salah satu tas berbahan dasar tapas kelapa. Pesanan khusus
Pemkab Banyuwangi sebagai goodybag dalam event Banyuwangi Beach Jazz 2015.
Selain
Khotibin, konsep kembali ke alam juga dilakukan Abdullah Azwar Anas, MSi,
Bupati Banyuwangi. Betapa tidak, dari luas wilayah sebesar 5.782,50 km2,
sebanyak 31,72 persen merupakan hutan, 11,53 persen berupa persawahan, dan
perkebunan 14,21 persen. Selebihnya terbagi menjadi pemukiman 21,66 persen, ladang
2,80 persen, tambak 0,31 persen, dan jalan sebanyak 17,77 persen. Sehingga pengelolaan
destinasi wisata menjadi salah satu
alternatif yang dijalankan.
Sejumlah
program pengembangan pariwisata dan investasi di Banyuwangi pun berimbas pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data 2010-2014 tercatat, pendapatan
per kapita naik tajam 70 persen dari Rp 14,97 juta menjadi Rp 25,5 juta.
Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik tajam 71 persen dari Rp
23,56 triliun menjadi Rp 40,48 triliun. Hal ini tidak lepas dari kesuksesan
Pemkab Banyuwangi dalam menentukan dan menjalankan strategi pembangunan yang
tepat bagi daerahnya.
“Tidak mungkin Banyuwangi mencontoh Malang apalagi
Surabaya. Maka strategi pembangunan juga harus kita putuskan, termasuk sekarang
kita fokus untuk kembali ke alam. Maka sudah empat tahun ini kami belum ijinkan
mall ditengah kota karena strateginya berbeda dengan Surabaya,” terang Bupati
yang baru-baru ini menerima penghargaan sebagai Marketer of The Years 2014 dari Markplus Inc tersebut.
Lantas bagaimana kaitannya dengan pengembangan
IKM? Dalam hal ini Anas menjelaskan, pemasaran dan promosi menjadi dua hal
penting dalam upaya pengembangan IKM. Akan tetapi hal itu tidak mungkin hanya
dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha. Sehingga pemkab berperan memback up
agar promosi tidak hanya bersifat konvensional.
Pengembangan
destinasi wisata pun dinilai akan berpengaruh besar pada peningkatan jumlah
kunjungan turis manca maupun dalam negeri. Hal itu pun berkontribusi besar pada pendapatan
daerah.
“Turis
datang tidak mungkin pulang tanpa oleh-oleh. Terus yang dibeli apa? Produk
IKM,” tutur Anas menganalogikan
Disamping
itu, ia juga mendorong perbankan untuk memberikan pinjaman lunak pada
pengrajin. Termasuk mengintensifkan pembinaan usaha guna peningkatan
keterampilan dan pengetahuan. Tak ketinggalan pula menggelar pelatihan internet
marketing sebagai jalur alternatif promosi kreatif.
“IKM
kita saat ini memang berkembang cukup baik. Namun hal itu terkendala proteksi
kepemilikan akan hak paten. Karenanya, Pemkab Banyuwangi bekerjasama dengan
Disperindag Prov Jatim berupaya memfasilitasi pengajuan hak paten. Sekarang
sudah sekitar 24 IKM Banyuwangi telah mengantongi hak patennya,” terang Anas. (hay)
Kejaya
Handycraft, Kabat, Banyuwangi
SEMANGAT LOKAL, AMBISI
GLOBAL
Ditengah maraknya isu pemanasan global,
produk kerajinan Kejaya Handycraft menjadi salah satu alternatif. Betapa tidak,
selain terbukti memberdayakan sebagian besar tenaga kerja lokal, bahan baku
yang digunakan pun sepenuhnya berasal dari alam.
Khotibin, perajin
sekaligus pemilik sentra kerajinan Kejaya Handycraft kini bisa tersenyum
bangga. Usaha kerajinan yang ditekuninya sejak tahun 1998 kini telah mampu
menjadi penyangga kebutuhan ekonomi keluarganya. Bahkan tetangga dan warga
sekitar pun sebagian besar menjadi tenaga kerja di tempatnya.
“Saya masih ingat betul, sekitar tahun 1998, di
Banyuwangi itu sedang ada wabah tanaman. Inspirasi awalnya saya dengan kakak,
memanfaatkan pelepah pisang yang kala itu sempat rusak dan konon pisangnya
beracun. Jadi banyak pohon pisang ditebangi. Dari situ kita tergerak untuk memanfaatkannya,”
kata Khotibin menceritakan kisahnya.
Ia beserta sang kakak, Ahmad
Fathoni (alm)
mengawali usaha dengan menitipkan hasil kerajinannya
ke artshop (toko kerajinan) di daerah Bali.
Di Bali, produknya tidak
lantas langsung diterima di pasaran. “Awal-awal saya sempat bilang sama kakak, iki kerjo cap opo? Saking gak ada
hasilnya,” kenang Ibin, panggilannya, yang pernah menjadi sales produk
kesehatan di Bali tersebut.
Namun kesulitan itu tak lantas mematahkan
semangat keduanya. Mereka yakin bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang
bagus. Sampai kemudian order pertama datang dari seorang buyer Inggris sekitar awal tahun 2000. Lalu tahun 2001 tamu dari
Itali dan menyusul tahun 2002 seorang Agen Korea yang memiliki pasar di Hawai,
Jamaika, dan Florida. Tak ketinggalan buyer Malaysia yang
datang dan bekerjasama pada kisaran tahun 2005 sampai 2010.
Sejak order pertama itulah ia mulai merekrut pekerja.
Berawal dari empat orang pada bulan pertama, belum genap sebulan bertambah lagi
empat orang. Hingga di kisaran tahun 2007, tenaga kerjanya mencapai 99 orang.
“Akhirnya satu persatu mereka menikah lalu
saya beri kewenangan untuk bekerja dari rumah dan mengajari masyarakat
disekitarnya. Jadi sekarang yang dirumah sedikit tapi tenaga borongannya
banyak,” jelas ayah dari dua orang anak ini.
Kendati menolak menyebutkan omset yang dihasilkan,
keuntungan usaha Ibin diperkirakan
tidaklah sedikit. Contohnya
saja, permintaan tali agel untuk tempat parfum yang diterima dari seorang
agen di Jakarta. Dalam sebulan, Kejaya Handycraft mengirimkan 60 ribu buah tali
agel. Dikirim setiap sepuluh hari sekali sebanyak 20 ribu buah.
Tali agel ini terbuat dari daun gebang (sejenis pohon palm)
yang dipilin. Dijual dengan harga Rp 2000 perbuah dengan modal kurang dari Rp
1500. Dan kerjasama ini telah berjalan selama delapan tahun dari order pertama
sebanyak 5000 buah.
“Kami sistemnya jual langsung bukan menitipkan
barang. Jadi barang selesai kami kerjakan, bayar lunas, barang baru kita
kirim. Termasuk kalau untuk ekspor, saya hanya sebatas mengantar barang hingga
ke kargo, disana dibayar lunas,” terang Khotibin.
Dari beberapa buyer
yang datang pertama, kerjasama dengan pihak Korea paling lama.
Hingga saat ini, Ibin rutin memasok barang mulai dari tas, caramba, maracas, aneka
souvenir, bahkan kreasi pakaian dalam dari batok kelapa.
“Pasar saya memang kebanyakan Amerika dan Eropa.
Jepang, Arab Saudi, dan sebagian besar Asia, saya kurang punya pasar. Mungkin
mereka kurang meminati bahan alam. Kalau orang Amerika atau
eropa kan sukanya bahan alam, yang
jika rusak dibuang, akan kembali ke tanah,” tutur Ibin.
Disisi lain, untuk produknya, Ibin mengaku tidak
banyak ambil pusing terkait brand yang harus dipakai. Bahkan beberapa dengan
sengaja diberi brand lain.
Sikap tak ambil
pusing juga terlontar ketika ditanya mengenai kesiapannya menghadapi pasar
bebas MEA. Pria 41 tahun tersebut mengaku sama sekali tidak terpengaruh.
Pasalnya, dengan atau tidak diberlakukannya MEA, produknya terbukti bisa
bersaing di pasar mancanegara. “Dulu merintis usaha sampai dua tahun tanpa
penghasilan saja siap, sekarang sudah tambah ilmu, wawasan, pengalaman, juga
modal masa nggak siap,” jawab Ibin
santai.
Saat ini, Kejaya Handycraft telah memiliki tiga
titik tempat usaha. Lokasi pertama yang dikatakan sebagai lokasi rintisan
merupakan gedung bekas sekolah yang tidak terpakai. Ditempati sejak
tahun 2003, dan berada di Dusun Kejoyo Desa Tambong. Ditempat ini pekerja yang
mayoritas perempuan bekerja merakit produk kerajinan seperti tas dari
gebang atau batok kelapa, membuat tali agel, dan sejenisnya.
Sementara lokasi kedua berada di Dusun Krajan,
yang berfungsi sebagai lokasi produksi mesin ditempati sejak lima tahun lalu. Sebagian besar pekerja laki-laki bertugas membentuk barang setengah jadi
sebelum kemudian dilakukan proses penghalusan dan finishing. Termasuk
pemberian sentuhan akhir pada tas dan aneka kerajinan berupa
gambar atau tulisan menggunakan alat penyemprot.
Sedang lokasi terakhir, merupakan toko yang sudah
hampir empat tahun dipakai sebagai tempat memasarkan sebagian hasil kerajinan. Artshop ini berada di jalur utama kota
di Jl Raya Kabat (Depan Pom Bensin Kedayunan) Banyuwangi.
Kedepan, di lokasi kerja yang berada di Dusun
Krajan, Ibin berencana membangun tempat pelatihan kerajinan. Disana, nantinya
ia berharap bisa membagikan ilmu kepada siapapun yang membutuhkan. Termasuk membangun area penginapan dan tempat makan. “Semakin banyak yang
bisa, semakin luas cakupan usaha saya. Ini juga bagian dari pengembangan
usaha,” tukas lulusan MAN Banyuwangi tersebut. (hay)
Drs Ec Soebagyo
Tidak Perlu Pesimis
Menghadapi MEA!
Menyongsong diberlakukannya MEA 2015, berbagai
persiapan terus dilakukan. Bagi IKM, penguatan daya saing menghadapi pasar
bebas ASEAN menjadi hal mutlak. Sementara pemerintah sebagai fasilitator dan
regulator, sudah selayaknya memberikan kemudahan akses bagi IKM. Demikian
setidaknya, pandangan yang diberikan Drs EC Soebagyo, Dosen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Unair Surabaya.
Dalam
kondisi krisis seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
(Defresiasi Rupiah) saat ini, IKM menjadi salah satu tulang punggung kuat
perekonomian Jatim. IKM merupakan sektor usaha yang cukup survive karena berbasis lokal mulai dari pasar, bahan baku, hingga
tenaga kerja. Sehingga dalam kondisi Defresiasi Rupiah, sektor IKM tidak
sepenuhnya terdampak.
Menurut Soebagyo, penurunan nilai
tukar rupiah justru memberikan insentif ekspor bagi IKM. “Dengan kata lain,
saat Defresiasi Rupiah, harga barang dalam negeri menurun di mata uang asing.
Sehingga besar kemungkinan justru akan menambah permintaan,” tutur Soebagyo
menganalogikan.
Kendati
Soebagyo juga tidak menampik, bahwa upaya penguatan IKM tetap harus dilakukan. Tugas
pemerintah lah untuk memberikan
suntikan dana, menciptakan regulasi, menyediakan pusat pasokan bahan baku, termasuk memotong jalur
distribusi yang terlalu panjang.
Namun,
lanjut Soebagyo menggaris bawahi, skema perbantuan bagi IKM, baiknya hanya
bersifat sementara. Mengingat tujuannya adalah membantu IKM tetap bertahan.
Sementara usaha menjadikan IKM kuat dan berdaya saing harus diupayakan sendiri.
Kecuali itu, dalam menyongsong
pemberlakuan MEA, Soebagyo menilai, IKM Jatim cukup kompetitifnes (memiliki daya saing). Alasannya, dilihat dari skala
pasar ASEAN yang tidak sepenuhnya identik dengan produk dalam negeri. Sehingga
persaingan yang akan dihadapi pun tidak terlalu signifikan.
Berbeda halnya jika kelak
pemberlakuan MEA ASEAN Cina Korea. Kompetisi yang akan dihadapi Indonesia akan
cukup ketat. Sebab, produk daratan Cina sangat identik dengan produk dalam
negeri.
“Selama ini yang kita takutkan,
barang yang sama di dalam negeri diproduksi juga diluar negeri. Dan pasar lebih
berminat pada barang luar negeri. Lantas bagaimana? Maka daya saing produk kita
harus ditingkatkan. Caranya? Pemerintah harus back up itu. Gencarkan promosi, ciptakan regulasi. Artinya
pemerintah sebagai regulator, harus melakukan perlindungan, pengaturan, supaya
kita tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.” terang Soebagyo
Lantaran itu ia berharap, menghadapi
MEA 2015, IKM Jatim harus optimis. Karena Jatim memiliki ketahanan yang kuat
untuk menghadapi MEA. Ditambah lagi, Jatim memiliki soliditas yang kuat dari
para pemimpinnya. Sehingga menjadi modal kuat bagi Jatim untuk bisa percaya
diri berkompetisi di Pasar Bebas MEA.
“Memang Orang Jawa itu fighting spirit-nya lemah apa? Ndak kan?!
Jadi tidak perlu khawatir. Kita cukup siap dan barangkali yang paling siap
menghadapi MEA 2015,” pungkas Soebagyo penuh keyakinan. (hay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar