Jumat, 19 Juli 2013

Desa Payaman, Kec. Solokuro, Kab. Lamongan

DATA DESA
Nama Desa                 : Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan
Kepala Desa                : Chalimin, SPd
Sekretaris Desa           : Drs M Baqir Yasin
Dusun                          :
-Dusun Sawo   : Kasun Habib Sholeh
-Dusun Ringin : Kasun Samin Arif Ardianto
-Dusun Gayam            : Kasun Nur ‘Aini, SPdi
-Dusun Asem   : Kasun Abd Muntaqim, SPd
-Dusun Palirangan      : Kasun Mushofan
-Dusun Bango Kasun Khozin, Spdi
-Dusun Sejajar : Kasun Monaha
Perangkat Desa           :
-Kasi Pemerintahan                            Ali Mas’ud, SPd
-Kasi Ekonomi dan Pembangunan      : Drs A Munir, SPd
-Kasi Kesmas                                       : Mu’tashom
-Kasi Trantib                                        : Drs Bondo, SPd
-Pembantu Kesmas                             : Ridluwan
-Kaur Keuangan                                  : H Moh Sholeh, BA
-Pemb. Kasun Sawo                             : H Moh Said
-Pemb. Kasun Ringin                           : Ali Ma’sum
-Pemb. Kasun Asem                            : Mulyan
-Pamb. Kasun Palirangan                    : Tadjir
-Pemb. Kasun Bango                           : Moh Fauzi, SPdi        
Alokasi Dana Desa      : Rp 51 Juta
Luas Wilayah               : 12.8187 Ha
Potensi Pertanian        : Dominan jagung, padi, kacang tanah, dll
Batas Wilayah Desa    :
-Utara              : Desa Kranji, Paciran
-Barat              : Desa Sugihan, Solokuro
-Timur             : Desa Takerharjo, Solokuro
-Selatan           : Desa Godog, Laren
                                    -------------------------------
Pertanian Oke, Reyeng Yes!
Meski bermasalah dengan pasokan air alias ‘tadah hujan’, Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, membuktikan diri menjadi desa makmur dan berhasil dalam pertanian. Desa yang lantas didapuk sebagai tuan rumah Pencanangan Gerakan Pertanian Organik dan Pengukuhan Petani Ramah Lingkungan yang dimotori oleh Kapal (Kenduri Agung Pengabdi Lingkungan) Jatim, 13 April 2013 lalu, ternyata juga terkenal sebagai sentra kerajinan reyeng. Lantas seperti apakah kondisi serta bagaimana sepak terjang warganya?
Ribuan orang memadati alun-alun Desa Payaman, siang itu. pejuang pengabdi lingkungan, penjual makanan, penjual mainan, hingga masyarakat tua, muda dan anak-anak berduyun-duyun menyaksikan gawe akbar yang dihadiri orang nomor satu di Jawa Timur--Gubernur Soekarwo-- tersebut.
Kesibukan yang tak kalah riuh juga tampak di Kantor Balai Desa Payaman. Sebuah mobil pick up warna biru terparkir di depan tangga masuk balai desa. Di dalamnya berbagai jenis pala pendem (umbi-umbian) yang telah dimasak ditata rapi dan siap dikirim ke alun-alun desa.
Mangga disambi ini hasil bumi sendiri (silahkan dinikmati),” ujar M Baqir, carik (Sekdes) Desa Payaman, memersilahkan wartawan Derap Desa saat ditemui di tengah kesibukannya mengontrol pendistribusian konsumsi acara.
Harus diakui memang agak susah menemukan desa dengan tujuh dusun itu. Berjarak sekitar 7 kilometer dari Paciran, jalan menuju Payaman melewati ladang dan sawah yang luas. Jalannya tak terlalu lebar, tapi jangan khawatir, semuanya sudah beraspal. Meski sedikit berlubang dan bergelombang di beberapa titik. Di sepanjang jalan tampak sisa-sisa hujan, becek hingga genangan air.
Meski berjarak tidak jauh dari Pesisir Laut Jawa, namun hanya segelintir penduduknya yang berprofesi sebagai penangkap ikan. Terhitung hanya sekitar 14-15 orang yang biasa melaut. Itu pun dengan intensitas yang sangat minim. Bidang pertanian masih menjadi garapan primadona di desa yang masuk dalam Kecamatan Solokuro ini.
Di musim tanam pertama lalu, hama tidak begitu menjadi persoalan. Karena itu akhir bulan Maret lalu petani di Desa Payaman berhasil memanen tanamannya. Sedangkan untuk mangsa kesanga (masa tanam kedua) baru akan dipanen pada sekitar Juni atau Juli mendatang. Sawah di Desa Payaman termasuk sawah tadah hujan, maka dalam setahun bisa dipanen hingga dua kali.
Hasil pertanian unggulan Desa Payaman seperti padi, jagung, termasuk kacang tanah. Beberapa juga ada pertanian buah meski belum dikelola secara maksimal. Mengingat kebutuhan air di Desa Payaman masih menjadi perhatian serius terutama di masa-masa kemarau. Untuk memenuhi kebutuhan air, baik keperluan rumah tangga atau pertanian, masyarakat Payaman  memenuhinya dari desa-desa lain terutama Desa Solokuro.
“Di sini air kurang. Sehingga kami harus mengambil dari desa sebelah, khususnya Solokuro. Meskipun ada sumur yang sumber airnya  bisa dimanfaatkan tapi karena orang banyak ya nggak mencukupi,” jelas M Baqir.
Meskipun begitu, salah satu faktor keberhasilan pertanian di Desa Payaman adalah keberadaan kelompok tani yang aktif di setiap dusun, baik dalam persediaan benih maupun pupuk. Di Desa Payaman sedikitnya ada 9 kelompok tani yang tersebar dari Dusun Sawo, Dusun Ringin, Dusun Gayam, Dusun Asem, Dusun Palirangan, Dusun Bango, dan Dusun Sejajar. Neberapa dusun karena faktor luas daerah dan daya jangkau malah mempunyai dua kelompok tani.
Selain itu, dipilihnya Desa Payaman untuk ditempati gawe akbar Kapal Jatim ini juga tidak lepas dari keberhasilan pemakaian pupuk organik produksi Kapal pada pertanian di Desa Payaman.
Kapal Jatim sebagai perhimpunan para pengabdi lingkungan mencoba mengambil peran penguatan komitmen masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan fasilitasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Salah satu misi lembaga ini yakni mewujudkan tata kelola lingkungan berbasis partisipatif masyarakat yang bersendikan kearifan lokal. Pupuk yang diproduksi Kapal di sini berhasil, hasilnya bagus. Selain itu harganya yang terjangkau. Mungkin karena bahannya organik,” ujar Carik bernama lengkap M Baqir Yasin ini.

Manfaatkan Bambu Jawa
Penggemar ikan laut, atau minimal pernah berbelanja ikan di pasar tradisinal, pasti tahu reyeng. Reyeng adalah tempat ikan—baik segar atau kering—yang terbuat dari anyaman bambu. Di beberapa daerah memiliki nama yang berbeda seperti tumbu ataupun keranjang ikan. Kendati pertanian masih menjadi mata pecaharian utama penduduk Desa Payaman, namun kebanyakan dari masyarakat juga pelaku home industry dalam pembuatan reyeng atau tumbu.
Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 70 persen dari keseluruhan penduduk desa yang pernah terpilih sebagai satu dari 12 desa pelaksana ADD (Alokasi Dana Desa) terbaik tahun 2011. Sementara prosentase yang lebih kecil sebanyak 30 persen, merupakan pedagang dan kebanyakan adalah buruh migran.
Mengenai penjualan reyeng, selama ini masyarakat menjualnya melalui pengepul yang kemudian dipasarkan di Paciran, Blimbing, Banyuwangi hingga Pati, Jawa Tengah. Industri dengan bahan baku pring jawa (bambu jawa) ini terbilang sangat efektif memanfaatkan aset lokal yang mungkin selama ini terbengkalai. Maklum, bambu jawa yang terkenal banyak duri tersebut cukup sulit untuk dimanfaatkan.
Kini, meski hanya pekerjaan sampingan beberapa masyarakat mulai mencoba menanam bambu jawa untuk memenuhi pesanan yang kadang membludak. Juga mengantisipasi semakin berkurang jumlah bambu jawa liar, lantaran banyaknya masyarakat yang mulai tergiur menggeluti pembuatan reyeng.
Sekarang sudah ada yang nanem piyambak (menanam sendiri). Dua tahun sudah bisa ditebang. Kadang juga beli, soalnya nggak mencukupi bahannya kalau dari sini sendiri,” tutur carik bertubuh jangkung ini.
Meski digeluti oleh sebagian besar masyarakat Desa Payaman, industri reyeng masih menggunakan alat manual yang tradisional. Sehingga dalam sehari hanya sekitar 100-200 biji reyeng yang dapat dibuat, bergantung pada kemampuan dan tenaga di industri rumahan tersebut.
Karena industri pembuatan reyeng ini dilakukan di masa-masa kosong bertani sebagai pengisi waktu luang dan tidak memiliki tempat khusus. Rata-rata reyeng yang dijual warga Payaman dihargai Rp 120,- perbiji sedikitnya satu bundel, yang berisi seribu biji reyeng.
Sekitar tahun 1997, desa dengan ADD sebesar Rp 51 juta itu, sempat mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk mesin penipis bambu bagi perajin reyeng. Hal itu agar industri pembuatan reyeng semakin berdaya kendati hanya sebagai sambilan. Namun waktu itu pemerintah belum bisa mengabulkan permohonan itu karena tidak adanya mesin yang dimaksud.
Alat pemotongnya sudah bagus, ada gunting dari Malaysia, Singapura. Tapi kalau untuk menipiskan masih dengan alat seadanya, karena itu kami mengajukan permohonan, biar produksi warga bisa bertambah,” tutur M Baqir yang telah menjabat sebagai carik sejak tahun 1993.
Di samping membuat reyeng, tak sedikit juga warga Payaman yang membuat roti dan kemplang—krupuk yang terbuat dari tepung terigu—untuk kemudian dijual di pasar. Ada juga warga yang membuka galeri atau butik pakaian baik dewasa maupun anak-anak.Warga di sini terkenal ulet dan pekerja keras, nggak suka nganggur,” imbuh carik yang juga seorang guru tersebut. 

Kisah ‘Pak, Nyaman’ dan Sumur Pitu
Pertama kali mendengar nama Desa ‘Payaman’ sempat ragu jika desa ini merupakan bagian dari Kabupaten Lamongan. Pasalnya, penamaan desa yang sekilas tak memiliki unsur bahasa Jawa. Berbeda dengan sembilan desa lainnya di Kecamatan Solokuro yakni Desa. Solokuro, Tebluru, Sugihan, Dadapan, Tenggulun, Banyubang, Dagan, Bluri, Takerharjo, terdengar masih njawani.
Dikisahkan, Payaman yang dulunya pedesaan terpencil dan termasuk dalam wilayah pesisir pantai utara (Pantura), ternyata memiliki sejarah dan cerita tersendiri yang berkaitan dengan Bumi Sakera (Madura) dalam proses asal-usulnya.
Dahulu, pada masa Kerajaan Majapahit, seorang Adipati Madura yaitu Arya Wiraraja diutus Raden Wijaya menyeru rakyat Madura agar menyebar ke seluruh wilayah Jawa, terutama Jawa Timur. Raden Wijaya menaruh kepercayaan sepenuhnya pada orang Madura karena mereka juga ikut andil dalam mendirikan Kerajaan Majapahit. 
Berangkatlah sebagian besar rakyat Madura berbondong bondong ke tanah Jawa. Ketika sampai di Jawa rombongan tersebut akhirnya menyebar.  Sebagian ada yang ke timur dan ada juga yang ke barat. Ke timur, rombongan itu menempati wilayah mulai Surabaya hingga Banyuwangi, sedang yang ke barat menempati wilayah dari Surabaya, Gresik, Lamongan hingga Tuban.
Salah satu rombongan yang dipimpin seorang pemuda bernama Aryo Bumi memisahkan diri dari rombongannya yang ke Tuban. Dengan ditemani istri dengan dua orang pembantu Aryo Bumi pergi ke selatan Pantura.
Sampai di kawasan yang penuh hutan bambu dan pohon-pohon besar Aryo Bumi merasa tempat itu sangat cocok untuk ditempati. Aryo Bumi pun mulai membersihkan tempat itu dan mendirikan rumah kecil untuk berteduh.
Beberapa bulan berlalu Aryo Bumi mulai memikirkan nama tempat itu. Dalam kebingungannya Aryo Bumi melihat istrinya di luar rumah sambil menikmati sejuknya angin pagi dan berkata “Pak Nyaman”. “Pak” merujuk kepada suaminya Aryo Bumi, panggilan bagi suami. Sedangkan “Nyaman” sama halnya dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Jawa, bisa juga diartikan beragam sesuai pemakaiannya. Dari kejadian itulah Aryo Bumi mendapat ide untuk memberi nama tempat itu dengan “Pakyaman” atau “Payaman”.
Asal muasal tersebut memang tak tertulis secara resmi dalam buku sejarah mana pun. Namun sejarah akan tetap menjadi sejarah. Desa Payaman, umumnya Lamongan, akan tetap dikenal sebagai salah satu ‘Bumi Wali Sanga’ dengan adanya makam para wali, Sunan Drajat, Sunan Sendang Duwur dan lain-lain.
Ditambah lagi keberadaan sumber mata air yang sangat penting bagi penduduk Lamongan. Sumur yang konon tak pernah kering tersebut menjadi sumber utama pemenuhan kebutuhan air masyarakat, yang juga dinilai memiliki nilai magis.
Sumur pitu, begitu Baqir dan seluruh masyarakat menyebutnya. Setidaknya tiga dari tujuh sumur tersebut berada di wilayah Desa Payaman. Tiga sumur itu bernama Blimbing, Planangan, dan Pawadonan. Selebihnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lamongan.
Sampai sekarang ketujuh sumur tersebut masih digunakan warga, di samping sumur-sumur buatan warga. Namun, sejak banyak warga yang menggunakan pompa air, debit air sumur menjadi berkurang. Hal ini mengharuskan warga untuk membeli air dari desa sebelah,yakni Desa Solokuro.
“Ya, setiap daerah itu pasti punya sejarah dan keunikannya sendiri, termasuk Payaman ini. Mengenai kebenarannya saya juga tidak bisa memastikan,” pungkasnya mencari jalan tengah. (hay, uul)
            ------------------------------------------
Biodata
Nama              : Drs M Baqir Yasin
Usia                 : 54 tahun
Jabatan            : Sekretaris Desa Payaman
Sejak    `           : Awal 1993
Pekerjaan lain : Mengajar di pesantren
Tak Ada Hari Libur, Total Mengabdi
Nama M. Baqir Yasin, bisa jadi merupakan satu dari sedikit ‘golongan tua’ yang masih eksis dalam pemerintahan Desa Payaman. Dirinya yang telah 20 tahun mengabdikan diri sebagai perangkat desa, tak ayal menjadi salah satu figur yang disegani di kalangan masyarakat Desa Payaman.
Pria 54 tahun ini masih tampak trengginas dan cekatan. Berkali-kali obrolan wartawan Derap Desa dengannya harus terpotong lantaran banyaknya warga yang meminta tanda tangannya untuk pengesahan surat-surat penting.
Telepon genggamnya pun seolah tak mau ketinggalan, membuat pria ini harus keluar masuk pendapa desa, memastikan semua petugas menjalankan kewajibannya. Ngapunten lho (Maaf ya), sejak tadi ditinggal-tinggal. Lah semua sama-sama kewajiban,” ujarnya dengan  peluh di wajahnya.
Sejak menjabat di awal 1993, dirinya langsung dipercaya menjadi Sekretaris Desa. Waktu 20 tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal pahit manis dari jabatan yang diamanahkan kepadanya. Kendati acapkali merasakan kejenuhan namun semua tetap dijalaninya dengan penuh dedikasi.
Setali tiga uang dengan sepupunya, Maymunah yang telah menjabat sebagai Ketua PKK selama 25 tahun lamanya.Sebenarnya hal ini tidak bagus ya, karena bagaimana pun regenerasi itu penting. Setiap kali masa jabatan berakhir kami selalu mengajukan penggantian pengurus. Tapi masyarakat tidak menghendaki,” keluh Maymunah.
“Ya, kita bisa jadi tidak peduli dan tetap bersikukuh tidak mau. Tapi bagaimana jadinya ke depan jika kami seperti itu. Justru organisasi akan semakin kacau. Jadi kita pasrah dan mencoba ikhlas menjalaninya,” imbuh M Baqir.
Tak lepas dari dedikasi orang-orang seperti M Baqir dan Maymunah, Desa Payaman banyak disegani oleh daerah lain. Seperti yang diungkap keduanya bahwa telah banyak daerah khususnya di Kecamatan Solokuro yang mengadakan studi banding ke Desa Payaman.
Seperti studi banding PKK desa, Posyandu, hingga tata administrasi desa. Dalam dua tahun terakhir Desa Payaman tercatat sebagai satu dari beberapa desa terbaik kategori pelaksana ADD. Sedianya tahun ini untuk Desa Payaman mendapatkan peringkat kedua untuk kategori yang sama pada pelaksanaan pengelolaan ADD tahun 2012.
Ditanya mengenai langkah yang dijalankan sehingga mampu menorehkan prestasi tersebut, M Baqir menyebutkan bahwa desa hanya melakukan seperti apa yang sudah ditentukan. Alokasi dana desa sebesar Rp 51 juta setelah dikurangi anggaran kegiatan menjadi Rp 36 juta. Dari jumlah itulah kemudian dibagikan untuk anggaran per dusun sebesar Rp 5,5 juta.
Tidak mudah. Itulah kata yang muncul kemudian setelah dijelaskan bagaimana menjalankan tugas sebagai perangkat desa. Bahkan M. Baqir mengaku dirinya tak pernah memiliki hari libur. Pasalnya, dirinya yang juga seorang guru di sebuah pesantren harus membagi waktu bagi dua tugas yang dipandangnya sebagai bentuk pengabdian masyarakat.
“Senin hingga Jumat saya di balai desa sebagai carik. Nanti Sabtu dan Ahad saya mengajar, karena saya juga seorang guru,” ujar sekretaris desa yang berpendidikan terakhir S2 ini.




3 komentar:

  1. ada yang kurang tepat.
    ibu Maimunah (ketua PKK) bukanlah istri bapak M. Baqir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali, ini harus di rubah. Beliau termasuk sepupu dari kakek saya (pak baqir).

      Hapus