Jumat, 19 Juli 2013

Desa Tambaagung Ares, Kec Ambunten, Kab Sumenep


DATA DESA
Kepala Desa                : Morsalam
Sekretaris Desa           : Subaidi, SSos
Dusun                          :
-Dusun Campalok       (Kadus As’ad)
-Dusun Candi              (Kadus Hasanuddin)
-Dusun Tambaagung   (Kadus Abdus Sa’id)
Perangkat Desa           :
-Kaur Umum                           : Abdul Ghofur
-Kaur Keuangan                      : Samsul Arifin
-Kaur Perencanaan Program   : Mulyadi
-Kasi Pemerintahan                 : Abdul Karim
-Kasi Pembangunan                : Ahmad Rasid
-Kasi Kesra                             : Bafadal
Alokasi Dana Desa     : Rp 40 Juta
Jumlah Penduduk       : 2.525 Jiwa
-Laki-laki         :1.225
-Perempuan     : 1300
Jumlah KK                  : 800 KK
Potensi Pertanian        : Dominan jagung, tembakau, cabai, padi, kelapa, mangga, dan lain-lain

Batas Wilayah Desa    :
Utara   : Desa Campor Barat
Barat   : Desa Tambaagung Tengah
Timur   : Desa Tambaagung Timur dan Desa Bukabu
Selatan            : Desa Sogian
            ================================



=Desa Tambaagung Ares, Kec Ambunten, Kab Sumenep
‘Klebun’ Tak Fasih Bahasa Indonesia, Yang Penting Aman
Lazimnya, memilih sosok pemimpin harus yang benar-benar berkualitas dan feasible, termasuk dari sisi kepribadian maupun pendidikan. Lantas bagaimana bila hanya terpenuhi salah satu syarat atau kriteria itu? Bagi sebagian masyarakat tak masalah, termasuk di Desa Tambaagung Ares, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep. Seperti apakah?

Sang Surya baru saja terjaga dan bangkit dari tidurnya. Perlahan memancarkan kehangatan di pelataran pertiwi. Usai mengaji, tiga bocah tampak menyapu sebuah halaman rumah dan musala. Kegiatan seperti itu rutin dilakukan umumnya anak-anak sebelum berangkat sekolah di Desa Tambaagung Ares.
Ya, ketiga bocah itu adalah anak-anak warga Desa Tambaagung Ares, yang berada di sisi barat wilayah Kecamatan Ambunten. Jepretan kamera mengabadikan aktivitas anak-anak yang tampak agak malu-malu melepaskan senyumnya itu.

Maju ey . . dulien le sapoin pas entar ka songai (Ayocepat disapu terus kita ke sungai),” ujar salah satu di antaranya dengan nada instruksi. Kami sengaja melihat dari dekat kondisi sosial masyarakat Desa Tambaagung Ares, yang disebut-sebut memiliki kepala desa (Kades) yang sangat disegani, meski bukan seseorang yang berpendidikan memadai.
Demi kenyamanan komunikasi, Kami mengajak seorang teman (warga Sumenep) sebagai ‘guide’ sekaligus penerjemah. Karena Kades, klebun atau kalebun yang hendak didatangi itu tak fasih berbahasa Indonesia.
Desa Tambaagung Ares merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ambunten. Ada tiga dusun yakni Dusun Campalok, Dusun Candi, Dusun Tambaagung. Secara keseluruhan Desa Tambaagung Ares merupakan kawasan pertanian yang cukup subur. Panen, terutama padi, bisa tiga kali atau hampir sepanjang tahun.
Ini artinya, irigasi untuk pertanian lancar. Beberapa pintu air irigasi telah dibangun secara permanen melalui bantuan pemerintah lewat program PNPM Mandiri. Kondisi ini kian mendukung tingkat perekonomian masyarakat yang sebagian besar petani dan/buruh tani.
Sesuai data, ada 819 warga sebagai petani sekaligus pemilik tanah, 976 orang buruh tani dari 2.525 warga Desa Tambaagung Ares. Sisanya, 184 adalah buruh nelayan, 25 orang pegawai negeri dan 374 merupakan pemilik usaha mandiri seperti pertokoan atau pedagang pasar.
Wilayah Desa Tambaagung Ares tak hanya potensial di bidang pertanian. Desa yang berada di pusat Kecamatan Ambunten tersebut memiliki potensi lain seperti pusat perbelanjaan atau pertokoan. Jika potensi itu dimanfaatkan secara optimal akan menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih. Secara tidak langsung menambah pemasukan dan perekonomian.
Sebagai desa dengan kondisi masyarakat yang beragam, permasalahan desa menjadi ‘PR’ tersendiri bagi aparatur desa. Masalah-masalah kecil seperti sengketa, beda pendapat bahkan urusan rumah tangga warga, tak jarang mengganggu stabilitas desa. Hal tersebut menuntut peran aktif aparat desa sebagai ‘orang tua masyarakat’.
Kemampuan memberi jalan tengah dan penyelesaian atas masalah yang dihadapi masyarakat menjadi nilai plus bagi seorang Kades. Dan Morsalam menjadi salah satu di antaranya.
Ya, Morsalam, Kades Tambaagung Ares yang menjabat sejak 2008 dan—katanya--berakhir tahun 2013 ini, benar-benar diuji mentalnya sejak masa pemilihan. Laki-laki yang mengaku maju dalam pemilihan kepala desa bukan atas inisiatif pribadi ini, sempat bimbang pada awalnya. Pasalnya, dia yang tak memiliki latar belakang pendidikan tinggi atau memadai, apakah mungkin memimpin sebuah desa.
Namun berangkat dari dukungan keluarga, masyarakat dan beberapa tokoh agama, Morsalam maju sebagai salah satu kandidat. Ternyata dukungan masyarakat menjadi kenyataan. Itu terbukti dengan terpilihnya Morsalam sebagai Kepala Desa Tambaagung Ares periode 2008-2013.
Kendati berangkat dengan dukungan penuh masyarakat bukan berarti kepemimpinan Morsalam bebas dari masalah. Dalam perjalanannya, ia mengakui kadangkala masih muncul provokasi dari oknum masyarakat dalam merongrong kepemimpinannya. Morsalam memilih apatis dan diam, dalam arti itu dijadikan pembelajaran sebagai pemimpin.
Bagi Morsalam, pemimpin itu adalah bagaimana bisa mengayomi masyarakat dan membuat masyarakat puas pada kinerjanya. Kendati itu tidak mudah, namun dia terus berupaya menjalin komunikasi dengan masyarakat. Seperti mengadakan pertemuan dengan Gabungan Kelompok Usaha Tani (Gapoktan), mengikuti kegiatan mayarakat desa seperti tahlil atau pernikahan. Juga dalam momentum pertemuan lain, seperti ketika turunnya dana bantuan dari pemerintah.
Apa yang dilakukannya itu sebagai bentuk keterbukaan pada masyarakat, dan sebagai sarana komunikasi. Karena bisa jadi ada banyak hal yang tidak diketahuinya sebagai kepala desa.
Masyarakat itu sebenarnya nggak banyak mintanya, asal bagaimana wilayahnya ini aman. Cukup!” ujar penerjemah, menirukan ucapan Kades Morsalam.
Masih melalui penerjemah, Morsalam menyatakan bahwa semua itu tidak lepas dari kerjasama dengan masyarakat. Sebagai kepala desa, ia berperan untuk memediasi setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Kades yang juga pedagang sapi ini, mengungkapkan, sebelum era kepemimpinannya, Dusun Campalok, tempat tinggalnya ini sempat terisolasi dari pembangunan jalan karena adanya sengketa dengan pemilik lahan. Namun, melalui mediasi internal yang baik kini Dusun Campalok telah memiliki akses jalan yang memadai.

Pembangunan Fisik

Mencermati kondisi pembangunan fisik, setidaknya terdapat 2 unit gedung TK, 4 unit SD/MI, 2 unit SLTP, 1 unit SLTA. Beberapa infrastruktur sebagai pendukung perekonomian yakni dua jembatan dan satu irigasi. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan ada 4 unit Posyandu, 1 polindes, 2 orang bidan desa, dan 4 dukun beranak.
Kondisi fisik itu belum termasuk masjid dan musala yang tersebar di seluruh RT dan RW. Umumnya masjid dan musala menjadi tempat kajian keagamaan, seperti kegiatan tahlil, pengajian rutin, mengajar mengaji dan lain-lain. Juga ada yang difungsikan sebagai pesantren.
Dari sisi pembangunan fisik Desa Tambaagung Ares mungkin layak berbangga hati. Namun satu hal yang masih menjadi masalah bagi Morsalam terkait pola pikir dan kebiasaan warga yang dipimpinnya. Ketika adanya bantuan dari pemerintah entah itu berupa LPG, atau kompor gas, masyarakat lebih cenderung menguangkannya daripara memakainya sendiri. Dalam kesehariannya mereka lebih memilih tetap memakai kayu bakar.
Masyarakat di sini sudah terlanjur takut dengar berita di TV banyak yang kebakaran tabung gas. Padahal saya sering bilang, dapat bantuan itu dipakai jangan keburu dijual, yang terbakar-terbakar itu karena tidak hati-hati saja,” ujarnya.
Berangkat dari kebiasaan dan pola hidup pedesaan, masyarakat Desa Tambaagung Ares lebih memilih cara tradisional. Tentu dengan alasan yang beragam. Massenah (41 tahun), misalnya, memilih tetap memakai kayu karena memasak dengan tungku diakui lebih meningkatkan citarasa.
Nyamanan amassak ka tomang, nyamanan rassanah. Mon ka kompor beu gas (lebih enak masak di tungku, rasanya lebih enak. Kalau menggunakan kompor masakan jadi bau gas),” ujar Massenah.
Kendati alam pikirnya masih sederhana, masyarakat Desa Tambaagung Ares terbilang sebagai warga yang kompak. Morsalam menilai, itu sebagai salah satu senjata utama terciptanya kesejahteraan desa yang dipimpinnya.
Pembangunan di desa ini sukses ya berkat kekompakan masyarakat. Kalau tidak begitu saya mana mungkin bisa mengerjakan semuanya sendiri,” tuturnya dengan raut bangga. (hay)
            ===================


Potensi Pertanian Beragam
Potensi-potensi kewilayahan yang mendukung warga Desa Tambaagung Ares tak menyia-nyiakan sedikit pun bagi tanah kosong tanpa ditanami. Musim penghujan yang turun sejak akhir November 2012 dimanfaatkan warga dengan mulai tanaman jagung. Jagung menjadi komoditas unggulan Desa Tambaagung Ares, khususnya di Dusun Campalok dan Dusun Candi.
Sementara di Dusun Tambaagung selain jagung juga kerap ditanami padi, karena struktur tanah yang datar.Kalau di Dusun Campalok dan sebagian Candi, tidak bisa ditanami padi karena lahannya miring. Air cepat habis,” ungkap Morsalam.
Masyarakat Desa Tambaagung Ares umumnya tidak mengandalkan satu jenis tanaman. Pada musim kering (musim pergantian dari hujan ke kemarau) masyarakat banyak yang menanam tembakau dan cabai, sekitar Juni-Juli. Panen di sekitar bulan November. Sedangkan untuk padi dan jagung, Bulan Desember menjadi masa yang cocok menabur benih.
Tahun kemarin tembakau dan cabai harganya ugal-ugalan, murah banget. Sekilonya cuma seribu rupiah. Yang paling parah tembakau, modal Rp 2 juta lebih tapi nggak balik, sekalipun cuma Rp 500 ribu. Para pengepul banyak yang tak ambil tembakau. Jadi masyarakat memilih menanam jagung dan padi,” kata Nyi War, perempuan paruh baya, salah satu warga Dusun Tambaagung.
Kendati masalah pertanian seperti menurunnya harga selepas panen, hama tanaman bahkan permodalan, masyarakat Tambaagung Ares termasuk desa yang cukup sejahtera secara perekonomian. Dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang hanya Rp 40 juta pertahun dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 800, pembangunan desa terkontrol dan optimal.
Sebagian besar jalan utama desa telah beraspal atau paving. Sebagian lain sedang dalam proses pemasangan batu jalan (makadam). September 2012 lalu, Desa Tambaagung Ares mendapatkan kucuran dana dari Pemkab Sumenep sebesar Rp 60 juta. Dana itu dipakai untuk pembuatan makadam dan rumah hijau seluas 2,5 x 298 meter yang difokuskan akses jalan di Dusun Campalok. Dana itu Bantuan Keuangan Desa (BKD) yang diambil dari APBD Provinsi Jawa Timur.
Kalau untuk urusan bantuan baik dari pemerintah kabupaten maupun provinsi, di Tambaagung Ares lancar. Dalam arti nggak ada masalah. Semuanya saya alokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana desa. Seperti perbaikan jalan, irigasi pertanian dan lain-lain,” ujar Morsalam. (hay)

===============================

Urutan 15 Kades BerLatar Pendidikan Minim
‘Pendidikan Memang Tertinggal, Tapi…’
Apa yang dicapai Morsalam merupakan sesuatu hal yang patut diteladani. Dengan latar belakang pendidikan yang minim, dia membuktikan bahwa ketulusan dan iktikad yang baik mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat besar. Padahal, seperti pengakuannya, ia menempati urutan ke-15 dari seluruh Kades di Sumenep dengan latar pendidikan minim.
Pendidikan saya memang tertinggal, tapi untuk urusan apa pun saya siap berada di depan. Bahkan saya pernah ditantang Pak Camat, jika ada carok di desa, anda yang akan kami proses. Saya bilang siap!”  ujarnya bersemangat meski saat ditemui, Kades yang akan segera habis masa jabatannya ini, dalam keadaan kurang enak badan.
Anas, salah satu warga yang juga tokoh pemuda Desa Tambaagung Ares, menuturkan, “Morsalam itu pokoknya kades yang benar-benar pro rakyat kecil,” ungkapnya.
Morsalam juga menyatakan, di Desa Tambaagung Ares, tidak ada peraturan desa. “Ya, di sini nggak ada Peraturan Desa,” tuturnya singkat, ketika ditanya terkait bagaimana menjalankan kepemimpinannya.
Ia menjelaskan bahwa di desa seperti Tambaagung Ares terlalu banyak peraturan itu akan percuma. Pasalnya sebagian besar kegiatan maupun peraturan di masyarakat dijalankan berdasarkan kesepakatan bersama. Masalah penjagaan keamanan desa telah menjadi kesadaran diri masing-masing masyarakat.
Pokoknya saling menjaga keamanan masing-masing saja. Kades itu bagaimana menjaga masyarakat dari gangguan yang datang dari luar,” ujarnya.
Selain tidak ada Perdes khusus dalam memimpin desa, dikatakan pula bahwa desa yang dipimpinnya itu juga tidak pernah mengadakan pungutan terhadap masyarakat. Untuk kegiatan, hajat masyarakat, pemotongan hewan dan lain-lain, tidak ada penarikan administrasi.
Satu-satunya prosedur yang harus dijalani masyarakat adalah izin pada kepala desa. Itu pun sekadar formalitas pemberitahuan, agar jika terjadi sesuatu desa bisa melakukan tindakan yang dianggap pantas.

Bebas Pungutan
Tak sekadar pemberian izin gratis terhadap setiap kegiatan warga, Desa Tambaagung Ares juga membebaskan warganya dari setiap pungutan terhadap pelayanan administrasi desa. Dengan catatan selama itu tidak terkait instansi di luar desa.
Tak ada pungutan apa-apa. Saya tidak mengizinkan. Minta surat keterangan segala macam selama itu di lingkup desa, gratis. Kecuali kalau berurusan dengan pihak luar, misalnya mengurus KTP, yang pastinya ada pungutan dari kecamatan. Tapi sebatas itu. Desa tidak meminta,” ujar Morsalam.
Kegiatan bantuan dari pemerintah, desa juga tidak melakukan pungutan khusus semacam pajak desa. Morsalam  beserta aparatur desa yang lain sepakat untuk mengambil dari jatahnya sendiri. Kendati demikian Desa Tambaagung Ares terbilang makmur secara pembangunan dan ekonomi. Meskipun diakui juga, desa hampir tidak pernah melakukan pengajuan proposal bantuan.
Ya kan pemerintah itu yang diurus nggak cuma satu desa, tapi ribuan, atau jutaan mungkin. Pemerintah pasti pahamlah mana yang butuh bantuan atau tidak. Bantuan itu tore bile’eh beih masak pas nglotor deri atas. Tak kerah geger deri kapal (Masalah bantuan mau datang kapan itu terserah saja. Lha memang bukan rontok dari langit. Bukan juga jatuh dari kapal),lanjut Morsalam.
Terkait tidak adanya keharusan untuk ‘ngantor’--bahkan di sebagian desa tidak memiliki kantor desa--Morsalam dengan gaya santainya menjawab, “Jangan salah. Desa Tambaagung Ares punya balai desa. Tapi memang pertemuan desa lebih sering diadakan di rumah saya, agar lebih mudah dalam penghormatan terhadap tamu,” kata dia.

Morsalam melanjutkan, “Mon e kantor sampeyan tak kerah nemu tor-ator. Jek kantor jeuh deri napa, toreh eyatorih (Kalau di kantor anda tidak akan mungkin mendapati hidangan. Di kantor tidak ada apa-apa, silahkan!),” ujarnya berkelakar, sambil mempersilahkan menyantap menu yang disediakan, lontong rujak plus teh manis. (hay)

2 komentar:

  1. Kok lontong rujak seh????
    Itu soto namanyà bukan lontong rujak...

    BalasHapus
  2. Bapak morsalam sudah di ganti sama anaknya salwani.namun sejak 1 preode menjabat kades gakda peningkatan sama sekali kinerjanya a gak lamban Dan kurang mengarah

    BalasHapus