DATA DESA
Kepala
Desa : Morsalam
Sekretaris
Desa : Subaidi, SSos
Dusun :
-Dusun Campalok (Kadus As’ad)
-Dusun Candi (Kadus Hasanuddin)
-Dusun Tambaagung (Kadus Abdus Sa’id)
Perangkat
Desa :
-Kaur Umum : Abdul Ghofur
-Kaur Keuangan :
Samsul Arifin
-Kaur Perencanaan Program : Mulyadi
-Kasi Pemerintahan :
Abdul Karim
-Kasi Pembangunan :
Ahmad Rasid
-Kasi Kesra :
Bafadal
Alokasi
Dana Desa : Rp 40 Juta
Jumlah Penduduk : 2.525 Jiwa
-Laki-laki :1.225
-Perempuan : 1300
Jumlah KK : 800 KK
Potensi
Pertanian : Dominan jagung, tembakau, cabai, padi, kelapa, mangga, dan lain-lain
Batas
Wilayah Desa :
Utara : Desa Campor Barat
Barat : Desa Tambaagung Tengah
Timur : Desa Tambaagung Timur
dan Desa Bukabu
Selatan : Desa Sogian
================================
=Desa Tambaagung Ares, Kec
Ambunten, Kab Sumenep
‘Klebun’ Tak Fasih
Bahasa Indonesia, Yang Penting Aman
Lazimnya,
memilih sosok pemimpin harus yang benar-benar berkualitas dan feasible,
termasuk dari sisi kepribadian maupun pendidikan. Lantas bagaimana bila hanya terpenuhi salah satu
syarat atau kriteria itu? Bagi sebagian masyarakat tak masalah, termasuk di
Desa Tambaagung Ares, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep. Seperti apakah?
Sang Surya baru saja terjaga dan bangkit dari tidurnya. Perlahan memancarkan kehangatan di pelataran pertiwi. Usai mengaji, tiga bocah tampak menyapu sebuah halaman rumah
dan musala. Kegiatan seperti itu rutin dilakukan umumnya anak-anak sebelum berangkat sekolah
di Desa Tambaagung Ares.
Ya, ketiga bocah itu adalah anak-anak warga Desa Tambaagung Ares, yang
berada di sisi barat wilayah Kecamatan Ambunten. Jepretan kamera mengabadikan aktivitas anak-anak
yang tampak agak malu-malu melepaskan senyumnya itu.
“Maju ey . . dulien le sapoin pas entar ka songai (Ayo…cepat disapu
terus kita ke sungai),” ujar salah
satu di antaranya dengan
nada instruksi. Kami sengaja melihat dari dekat kondisi
sosial masyarakat Desa Tambaagung Ares, yang disebut-sebut memiliki kepala desa (Kades) yang sangat disegani, meski bukan seseorang yang berpendidikan memadai.
Demi kenyamanan komunikasi, Kami mengajak seorang teman (warga Sumenep) sebagai ‘guide’ sekaligus penerjemah. Karena Kades, klebun atau kalebun yang hendak didatangi itu tak fasih
berbahasa Indonesia.
Desa Tambaagung Ares merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan
Ambunten. Ada
tiga dusun yakni Dusun Campalok, Dusun Candi, Dusun
Tambaagung. Secara keseluruhan Desa Tambaagung Ares merupakan kawasan pertanian
yang cukup subur. Panen, terutama padi, bisa tiga kali atau hampir sepanjang tahun.
Ini artinya, irigasi untuk pertanian lancar. Beberapa pintu
air irigasi telah dibangun secara permanen melalui bantuan pemerintah lewat program PNPM Mandiri. Kondisi ini kian mendukung tingkat perekonomian masyarakat yang sebagian besar petani
dan/buruh tani.
Sesuai data, ada 819 warga sebagai petani sekaligus pemilik tanah, 976 orang
buruh tani dari 2.525 warga Desa Tambaagung Ares. Sisanya, 184 adalah buruh nelayan, 25 orang pegawai negeri dan 374 merupakan pemilik usaha
mandiri seperti pertokoan atau pedagang pasar.
Wilayah Desa Tambaagung Ares tak hanya potensial di bidang pertanian.
Desa yang berada di pusat Kecamatan Ambunten tersebut memiliki potensi lain seperti pusat
perbelanjaan atau pertokoan. Jika
potensi itu
dimanfaatkan secara
optimal akan menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih. Secara tidak langsung
menambah pemasukan dan perekonomian.
Sebagai desa dengan kondisi masyarakat yang beragam, permasalahan desa menjadi ‘PR’ tersendiri bagi aparatur desa. Masalah-masalah kecil seperti sengketa, beda pendapat bahkan urusan rumah tangga warga, tak jarang mengganggu stabilitas desa. Hal
tersebut menuntut peran aktif aparat desa sebagai ‘orang tua masyarakat’.
Kemampuan memberi jalan tengah dan penyelesaian atas masalah yang
dihadapi masyarakat menjadi nilai plus bagi seorang Kades. Dan Morsalam menjadi salah satu di antaranya.
Ya, Morsalam, Kades Tambaagung Ares yang menjabat sejak 2008 dan—katanya--berakhir tahun 2013 ini, benar-benar diuji mentalnya sejak masa pemilihan. Laki-laki yang mengaku maju dalam pemilihan kepala desa bukan atas
inisiatif pribadi ini, sempat bimbang
pada awalnya. Pasalnya, dia yang tak memiliki latar
belakang pendidikan tinggi atau memadai, apakah mungkin memimpin sebuah desa.
Namun berangkat dari dukungan keluarga, masyarakat dan beberapa tokoh
agama, Morsalam maju sebagai salah satu kandidat. Ternyata dukungan masyarakat menjadi kenyataan.
Itu terbukti dengan
terpilihnya Morsalam sebagai Kepala Desa Tambaagung Ares periode 2008-2013.
Kendati berangkat dengan dukungan penuh masyarakat bukan berarti
kepemimpinan Morsalam bebas dari masalah. Dalam perjalanannya, ia mengakui kadangkala masih muncul provokasi dari oknum masyarakat dalam merongrong kepemimpinannya. Morsalam
memilih apatis dan diam, dalam
arti itu
dijadikan pembelajaran
sebagai pemimpin.
Bagi Morsalam, pemimpin itu adalah bagaimana bisa mengayomi masyarakat
dan membuat masyarakat puas pada kinerjanya. Kendati itu tidak mudah, namun dia terus berupaya menjalin komunikasi
dengan masyarakat. Seperti mengadakan
pertemuan dengan Gabungan Kelompok Usaha Tani (Gapoktan), mengikuti kegiatan mayarakat desa seperti tahlil atau pernikahan. Juga dalam momentum pertemuan lain, seperti ketika turunnya dana bantuan dari pemerintah.
Apa yang dilakukannya itu sebagai bentuk keterbukaan pada masyarakat, dan sebagai sarana komunikasi. Karena bisa jadi
ada banyak hal yang tidak diketahuinya sebagai kepala desa.
“Masyarakat itu sebenarnya nggak
banyak mintanya, asal bagaimana wilayahnya ini aman. Cukup!” ujar penerjemah,
menirukan ucapan Kades Morsalam.
Masih melalui penerjemah, Morsalam menyatakan bahwa semua itu tidak
lepas dari kerjasama dengan masyarakat. Sebagai kepala desa, ia berperan untuk memediasi setiap
permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Kades yang juga pedagang sapi ini, mengungkapkan, sebelum era kepemimpinannya, Dusun Campalok, tempat tinggalnya ini sempat terisolasi dari
pembangunan jalan karena adanya sengketa dengan pemilik lahan. Namun, melalui
mediasi internal yang baik kini Dusun Campalok telah memiliki akses jalan yang
memadai.
Pembangunan Fisik
Mencermati kondisi pembangunan fisik, setidaknya terdapat 2 unit gedung TK, 4 unit SD/MI, 2 unit SLTP, 1 unit SLTA. Beberapa infrastruktur sebagai pendukung perekonomian yakni dua jembatan dan satu irigasi. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan ada 4 unit Posyandu, 1 polindes, 2 orang bidan desa, dan 4 dukun beranak.
Kondisi fisik itu belum
termasuk masjid dan musala
yang tersebar di seluruh RT dan RW. Umumnya masjid dan musala menjadi tempat kajian keagamaan,
seperti kegiatan tahlil, pengajian rutin, mengajar mengaji dan lain-lain. Juga ada yang difungsikan sebagai pesantren.
Dari sisi pembangunan fisik Desa Tambaagung Ares mungkin layak
berbangga hati. Namun satu hal yang masih menjadi masalah bagi Morsalam terkait
pola pikir dan kebiasaan warga yang dipimpinnya. Ketika adanya bantuan dari
pemerintah entah itu berupa LPG, atau kompor gas, masyarakat lebih cenderung menguangkannya daripara memakainya sendiri. Dalam
kesehariannya mereka lebih memilih tetap memakai kayu bakar.
“Masyarakat di sini
sudah terlanjur takut dengar berita di TV banyak yang kebakaran tabung gas.
Padahal saya sering bilang, dapat bantuan itu dipakai jangan keburu dijual,
yang terbakar-terbakar itu karena tidak hati-hati saja,” ujarnya.
Berangkat dari kebiasaan dan pola hidup pedesaan, masyarakat Desa
Tambaagung Ares lebih memilih cara tradisional. Tentu dengan alasan yang
beragam. Massenah (41 tahun),
misalnya, memilih tetap
memakai kayu karena memasak dengan tungku diakui lebih meningkatkan citarasa.
“Nyamanan amassak ka tomang, nyamanan
rassanah. Mon ka kompor beu gas (lebih enak masak di tungku, rasanya lebih enak. Kalau
menggunakan kompor masakan jadi bau gas),” ujar Massenah.
Kendati alam pikirnya masih sederhana, masyarakat Desa Tambaagung Ares terbilang sebagai warga yang kompak.
Morsalam menilai,
itu sebagai salah satu
senjata utama terciptanya kesejahteraan desa yang dipimpinnya.
“Pembangunan di desa ini sukses ya berkat kekompakan masyarakat. Kalau
tidak begitu saya mana mungkin bisa mengerjakan semuanya sendiri,” tuturnya
dengan raut bangga. (hay)
===================
Potensi Pertanian
Beragam
Potensi-potensi kewilayahan yang mendukung warga Desa Tambaagung Ares
tak menyia-nyiakan sedikit pun bagi tanah kosong tanpa ditanami. Musim
penghujan yang turun sejak akhir
November 2012
dimanfaatkan warga dengan mulai tanaman jagung. Jagung menjadi
komoditas unggulan Desa Tambaagung Ares, khususnya di Dusun Campalok dan Dusun
Candi.
Sementara di Dusun Tambaagung selain jagung juga kerap ditanami padi, karena struktur tanah yang datar. “Kalau di Dusun Campalok dan sebagian
Candi, tidak bisa ditanami padi karena lahannya miring. Air cepat habis,”
ungkap Morsalam.
Masyarakat Desa Tambaagung Ares umumnya tidak mengandalkan satu jenis
tanaman. Pada musim kering (musim pergantian dari hujan ke kemarau) masyarakat
banyak yang menanam tembakau dan cabai, sekitar Juni-Juli. Panen di sekitar bulan November. Sedangkan untuk padi dan jagung, Bulan
Desember menjadi masa yang cocok menabur benih.
“Tahun kemarin tembakau dan cabai harganya ugal-ugalan, murah banget. Sekilonya cuma seribu rupiah. Yang
paling parah tembakau, modal Rp 2 juta lebih tapi nggak balik, sekalipun cuma Rp 500 ribu. Para pengepul banyak yang tak ambil tembakau. Jadi masyarakat memilih menanam jagung dan padi,” kata Nyi War, perempuan paruh baya, salah satu warga Dusun Tambaagung.
Kendati masalah pertanian seperti menurunnya harga selepas panen, hama
tanaman bahkan permodalan, masyarakat Tambaagung Ares termasuk desa yang cukup
sejahtera secara perekonomian. Dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang hanya Rp 40 juta pertahun dengan jumlah Kepala
Keluarga (KK) 800, pembangunan
desa terkontrol dan optimal.
Sebagian besar jalan utama desa telah beraspal atau paving. Sebagian
lain sedang dalam proses pemasangan batu jalan (makadam). September 2012 lalu, Desa Tambaagung Ares
mendapatkan kucuran dana dari Pemkab Sumenep sebesar Rp 60 juta.
Dana itu dipakai untuk pembuatan makadam dan rumah hijau seluas 2,5 x
298 meter yang difokuskan akses jalan di Dusun Campalok. Dana itu Bantuan Keuangan Desa (BKD) yang diambil dari APBD Provinsi Jawa Timur.
“Kalau untuk urusan bantuan baik dari pemerintah kabupaten maupun
provinsi,
di Tambaagung Ares
lancar. Dalam arti nggak ada
masalah. Semuanya saya alokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana desa.
Seperti perbaikan jalan, irigasi pertanian dan lain-lain,” ujar Morsalam. (hay)
===============================
Urutan 15 Kades BerLatar
Pendidikan Minim
‘Pendidikan Memang
Tertinggal, Tapi…’
Apa yang dicapai Morsalam merupakan sesuatu hal yang patut diteladani. Dengan latar
belakang pendidikan yang minim, dia membuktikan bahwa ketulusan dan iktikad yang baik mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat besar.
Padahal, seperti pengakuannya, ia menempati urutan ke-15 dari seluruh Kades di Sumenep dengan latar
pendidikan minim.
“Pendidikan saya memang tertinggal, tapi untuk urusan apa pun saya siap berada di depan. Bahkan
saya pernah ditantang Pak Camat, jika
ada carok di desa, anda yang akan kami proses. Saya bilang siap!” ujarnya bersemangat meski saat
ditemui, Kades yang akan segera habis masa jabatannya ini, dalam keadaan kurang enak badan.
Anas, salah satu warga yang juga tokoh pemuda
Desa Tambaagung Ares, menuturkan, “Morsalam itu pokoknya kades yang benar-benar pro rakyat kecil,” ungkapnya.
Morsalam juga menyatakan, di Desa Tambaagung
Ares, tidak ada peraturan desa. “Ya, di sini nggak ada
Peraturan Desa,” tuturnya singkat,
ketika ditanya terkait bagaimana menjalankan kepemimpinannya.
Ia menjelaskan bahwa di desa
seperti Tambaagung Ares terlalu banyak peraturan itu akan percuma. Pasalnya
sebagian besar kegiatan maupun peraturan di masyarakat dijalankan berdasarkan
kesepakatan bersama. Masalah penjagaan keamanan desa telah menjadi kesadaran
diri masing-masing masyarakat.
“Pokoknya saling menjaga keamanan masing-masing saja. Kades itu bagaimana menjaga masyarakat dari gangguan yang datang dari luar,” ujarnya.
Selain tidak ada Perdes
khusus dalam memimpin desa, dikatakan pula bahwa desa yang dipimpinnya itu juga tidak pernah mengadakan pungutan
terhadap masyarakat. Untuk kegiatan, hajat masyarakat, pemotongan hewan dan
lain-lain, tidak ada penarikan administrasi.
Satu-satunya prosedur yang harus dijalani masyarakat adalah izin pada kepala desa. Itu pun sekadar formalitas
pemberitahuan, agar jika terjadi sesuatu desa bisa melakukan tindakan yang
dianggap pantas.
Bebas Pungutan
Tak sekadar pemberian izin gratis terhadap setiap kegiatan
warga, Desa Tambaagung Ares juga membebaskan
warganya
dari setiap pungutan
terhadap pelayanan administrasi desa. Dengan catatan selama itu tidak terkait
instansi di luar desa.
“Tak ada pungutan apa-apa. Saya tidak mengizinkan. Minta surat keterangan segala
macam selama itu di lingkup desa,
gratis. Kecuali kalau berurusan dengan pihak luar, misalnya mengurus KTP, yang pastinya ada pungutan dari kecamatan.
Tapi sebatas itu. Desa tidak meminta,” ujar Morsalam.
Kegiatan bantuan dari pemerintah, desa juga tidak melakukan pungutan
khusus semacam pajak desa. Morsalam beserta
aparatur desa yang lain sepakat untuk mengambil dari jatahnya sendiri. Kendati
demikian Desa Tambaagung Ares terbilang makmur secara pembangunan dan ekonomi.
Meskipun diakui juga, desa hampir tidak
pernah melakukan pengajuan proposal bantuan.
“Ya ‘kan pemerintah
itu yang diurus nggak cuma
satu desa, tapi ribuan, atau jutaan mungkin. Pemerintah pasti
pahamlah mana yang butuh bantuan atau tidak. Bantuan itu tore bile’eh beih masak pas nglotor deri atas. Tak kerah geger deri kapal (Masalah bantuan mau datang kapan itu
terserah saja. Lha memang bukan rontok dari langit. Bukan juga jatuh dari kapal),” lanjut Morsalam.
Terkait tidak adanya keharusan untuk ‘ngantor’--bahkan di sebagian desa tidak memiliki
kantor desa--Morsalam dengan
gaya santainya menjawab, “Jangan salah. Desa Tambaagung
Ares punya balai desa. Tapi memang pertemuan desa lebih sering diadakan di
rumah saya, agar lebih mudah dalam penghormatan terhadap tamu,” kata dia.
Morsalam melanjutkan, “Mon e kantor sampeyan tak kerah nemu tor-ator. Jek kantor jeuh deri
napa, toreh eyatorih (Kalau di kantor anda tidak akan
mungkin mendapati hidangan. Di kantor tidak ada apa-apa, silahkan!),”
ujarnya berkelakar, sambil mempersilahkan
menyantap menu
yang disediakan, lontong
rujak plus
teh manis. (hay)
Kok lontong rujak seh????
BalasHapusItu soto namanyà bukan lontong rujak...
Bapak morsalam sudah di ganti sama anaknya salwani.namun sejak 1 preode menjabat kades gakda peningkatan sama sekali kinerjanya a gak lamban Dan kurang mengarah
BalasHapus