DRS H SATRIJO WIWEKO MT, Direktur Sahabat Lingkungan
PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RUMAH TANGGA
Pengelolaan sampah bila hanya dilakukan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) merupakan “Bom Waktu“. Perlu biaya mahal dan lahan
yang luas. Sehingga strategi termudah dan langkah dini adalah dengan
peningkatan peran serta masyarakat pada pengelolaan sampah. Hal itu setidaknya pandangan
yang terlontar dari DRS H Satrijo Wiweko MT, Direktur Sahabat Lingkungan Surabaya.
Masalah sampah dapat
menjadi ancaman bagi kota-kota yang tidak serius dalam hal pengelolaannya.
Bahkan bisa berdampak pada bencana lingkungan dan kemanusiaan. Tahun 2005,
tepatnya pada tanggal 21 Februari di daerah Leuwigajah Bandung terjadi ledakan dan longsoran sampah
yang mengakibatkan 142 orang tewas, puluhan orang luka-luka dan
rumah rusak tertimbun longsoran sampah. Hal
itu yang kini dipengati sebagai Hari Sampah Nasional.
Menurut Satrijo Wiweko, Sejauh ini belum adanya pemilahan sampah terkait
dengan terbatasnya kemampuan finansial pemerintah. Retribusi sampah tidak
pernah sebanding dengan biaya yang dibutuhkan untuk pengelolaannya. Pengolahan sampah versi Pemda
berhenti pada proses penampungan di tempat pembuangan sementara (TPS), kemudian
menimbunnya di tempat pembuangan akhir (TPA). Padahal, lahan TPA makin lama
kian langka. TPA terasa makin sempit dengan bertambahnya volume limbah. Belum
lagi protes penduduk sekitar yang merasa dicemari bau tak sedap dan air lindi (cairan yang dihasilkan sisa air hujan pada timbunan
sampah) yang masuk ke tambak air
sumur milik penduduk.
Permasalahan sampah
menjadi semakin kompleks dengan
minimnya keterlibatan dan kepedulian masyarakat. Selama ini masyarakat
mempunyai konsep pemahaman yang salah bahwa managemen pengelolaan dan
pemanfaatan sampah hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah. Padahal
masyarakat sendiri adalah produsen utama sampah. Sehingga
penting sekali adanya
reformasi global terhadap konsep pemahaman masyarakat tentang sampah yang
berdaya-guna dan dapat bernilai ekonomis tinggi. Melalui keterlibatan dan kerjasama dari masyarakat dengan berbagai pihak terkait,
managemen pengelolaan dan pemanfaatan sampah terpadu di perkotaan dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.
“Dalam
upaya pemecahan masalah sampah berbasis
masyarakat bisa
dengan cara pemilahan, pemanfaatan sampah untuk kompos, dan
usaha daur ulang sampah. Atau yang
sekarang kita kenal dengan prinsip 3R (Reuse,
Reduce, dan Recycle),” tegas Satrijo.
Kaitannya dengan Reuse (penggunaan kembali barang yang
masih bisa difungsikan) lanjut Satrijo, masyarakat perlu mencontoh pola pemilahan
sampah yang dilakukan pemulung. Meskipun keberadaan pemulung sering diabaikan,
mereka berperan dalam proses yang penting dalam pemanfaatan sampah lebih
lanjut. Proses yang dilakukan pemulung adalah proses pemilihan sampah, dari
semula yang masih campur, dipisahkan dan diambil yang bisa digunakan. Tidak
sekedar pola pemindahan sampah seperti yang selama ini kerap dilakukan
masyarakat.
Sementara proses composting (Pembuatan Kompos), menurut Satrijo, merupakan salah satu langkah
yang dinilai dapat
mengurangi kuantitas sampah, terutama sampah organik (Reduce). Proses tersebut mudah dan
murah, namun jika dilakukan dengan konsep pembuatan yang baik serta standarisasi, kompos
akan mempunyai nilai jual yang tinggi. Di mulai dari pengelolaan dan
pemanfaatan sampah menjadi kompos dalam lingkup yang kecil, rumah
tangga kemudian ke TPS dan terakhir ke TPA.
”Proses seperti ini yang membedakan
pengolahan sampah di Indonesia dengan negara maju. Di Jepang misalnya,
masyarakat sudah memisahkan jenis sampah mulai dari tempat pembuangan pertama,”
tegas pria paruh baya yang kini tengah mengambil
studi S3 ilmu lingkungan
Universitas Brawijaya tersebut.
Lantas bagaimana dengan sampah yang tidak bisa terurai, atau jikapun
terurai membutuhkan waktu yang cukup lama? Beberapa bahan dari plastik, nilon,
atau sterofoam misalnya. Dalam hal ini, Satrijo menjelaskan, maka perlu
dilakukan upaya Recycle, atau mendaur
ulang sampah menjadi barang lain yang bisa difungsikan. Telah banyak contoh
pengolahan limbah yang kemudian menghasilkan barang jadi lain yang tidak hanya
berfungsi, tapi juga mendatangkan rupiah. Tas dari bungkus mie instan, keset
dari limbah kain perca, atau bahkan bungkus minyak goreng yang ‘disulap’
menjadi pengganti polibag.
”Jika kita peduli, mulai sekarang lakukan pemilahan
sampah basah, organik-kering, dan anorganik. Karena pemilahan sampah
mulai dari sumbernya akan memudahkan pengolahan sampah selanjutnya. Jika cara
ini kita lakukan, maka tidak akan ada lagi
permasalahan tentang sampah khususnya di perkotaan yang tidak terselesaikan,”
pungkas Satrijo yakin. (ati)
BIODATA
Nama :
DRS. H. SATRIJO WIWEKO MT.
Jabatan : Direktur
Eksekutif Sahabat Lingkungan
Alamat : Perumahan Magersari Indah, Jl. Apel 49-51 Mojokerto.
No. Hp. : 08123286130
Telp. Fax. : 0321 382845.
Pendidikan :
·
S2 –
Teknik Lingkungan ITS Surabaya
·
S1 –
Biologi Lingkungan Universitas Airlangga Surabaya
Kegiatan Kursus :
·
Kursus
Amdal Tipe A, B dan C
·
Kursus
ISO 14000
·
Kursus
UKL – UPL
·
Kursus
Limbah B3
·
Kursus
Audit Lingkungan
·
Kursus
Limbah Rumah sakit
·
Kursus
Produksi Bersih
·
Kursus
Pencemaran udara
·
Kursus
Pengambilan Sampel Air
·
Kursus
Pengelolaan Sampah.
Nara Sumber :
·
Kegiatan
Lingkungan Malaysia, Singapura,
Indonesia dan
·
Kegiatan
interaktif di TVRI, RCTI, JTV, ANTV, SCTV, Indosiar, SS FM, Maja FM dan Radar
Mojokerto.
Pengalaman Kerja :
·
PPLH
Seloliman Trawas, Pollution Control Implementation (PCI Project) Aus AID
·
Swisscontact
Aus AID Project – SDC
·
BEJIS
Project Aus AID
·
Dosen
Pasca Sarjana S2 ITATS
Penghargaan :
·
Peraih
Radar Mojokerto Award Jawa Pos Bidang Lingkungan 2005
·
Peraih
Delta FM Award Surabaya Bidang LH 2005
Organisasi :
·
Tim
Penilai Nasional Adipura 2004 – Sekarang
·
Sekjen
Kapal Jatim
·
Anggota
Dewan Lingkungan Hidup Jawa Timur
·
Pembina
PPLH Seloliman Trawas
·
Direktur
Sekolah Alam Islami PG dan TK Kiblat Moqjokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar