Rabu, 24 Desember 2014

Maria Novita Sechan, Perajin dan Tutor Hand Painting Surabaya


Seni itu Terapi Emosi dan Kontrol Diri                   

Siapa bilang jadi seniman harus punya bakat atau keturunan seniman? Lihat saja Maria Novita Sechan, berawal dari iseng dirinya kini dikenal sebagai satu dari sedikit seniman sekaligus tutor seni lukis hand painting. Baginya, melukis bukan sekedar seni tapi juga sarana terapi dan kontrol diri. Keuntungan lain, seni juga mampu mendulang pundi-pundi rupiah. Seperti apakah?

           Mengenakan baju dan celana berwarna senada biru tua dipadu blazer jeans tanpa lengan warna coklat, Maria Novita Sechan lebih nampak seperti model. Apalagi didukung dengan sandal wedges serta kalung manik-manik menambah kesan anggun perempuan berkerudung yang akrab disapa Ita tersebut.
            Orang yang baru mengenalnya mungkin takkan menyangka jika ia adalah seorang seniman. Maklum, umumnya orang berpikir seniman itu selalu tampil apa adanya dan cenderung ‘amburadul’. Berbeda dengan Ita yang  melanggar kebiasaan  melalui tampilan modis dan rapi.
            “Perempuan itu memang harus hemat, tapi bukan berarti tidak bisa tampil cantik. Dan lagi cantik itu tidak harus mahal,” ujarnya kala ditemui Puspa beberapa waktu yang lalu.
            Cantik tidak harus mahal. Kalimat ini hampir seperti mantra ampuh yang digunakannya untuk membakar semangat orang-orang, kala ia menjadi tutor pelatihan. Ita mencontohkan, bahwa untuk tampil modis seseorang tidak harus selalu menggunakan baju baru dan mahal. Tapi dengan sedikit sentuhan seni, baju lama pun bisa nampak baru dan berkelas. Salah satunya melalui seni lukis hand painting.
Selain kerap menerima pesanan lukisan untuk baju, kerudung, tas, dan lain-lain Ita juga merupakan salah satu tutor tetap seni lukis hand painting di UPT Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan Kejuruan (PPPK) Dinas Pendidikan Provinsi Jatim. Di sela kesibukannya, Ita pun masih meluangkan waktu dalam berbagai event yang digelar Dewan Kesenian Jatim.
Ditanya mengenai passion-nya pada dunia seni khususnya melukis, Ita menampik kalau itu diwarisinya dari keluarga. Pasalnya, tak ada satupun anggota keluarga Ita yang berprofesi seperti dirinya. Ita juga menggaris bawahi, bahwa untuk menjadi seniman tidak harus memiliki bakat seni. Ataupun terlahir dari keluarga seniman.
“Jaman sekarang semua itu bisa dipelajari. Buka saja google, semua informasi yang kita inginkan ada disana. Mulai dari teknik melukis, aliran naturalis dan sebagainya. Jadi tidak perlu sekolah sampai empat tahun kayak aku,” tutur Ita setengah berkelakar.
Oleh karena itu, Ita juga selalu menekankan pada  setiap pelatihan bahwa yang terpenting adalah seberapa kuat kemauan kita untuk mengasah kemampuan. Karena mereka yang ditakdirkan memiliki bakat seni pun tidak akan berguna ketika itu tidak diasah.
Bagi bungsu dari 11 bersaudara ini, seni memiliki banyak manfaat. Di antaranya terapi emosi sekaligus kontrol diri. Dengan melukis, seseorang akan telaten dan bersabar dalam mencampurkan warna dan menggoreskan kuas di atas suatu media. Aktivitas melukis juga bisa menjadi terapi ketika emosi sedang buruk.Ita mencontohkan ketika menghadap psikolog, hal pertama yang pasti diminta adalah menulis, menggambar, atau sekedar membuat coretan.
“Seni itu kompleks. Bukan sekedar teori, tapi juga sarana refreshing dan terapi. Dan akhirnya seni juga bisa menjadi industri dan tambahan pendapatan,” ujar ibu dari Zahwa Nayla Shakira ini.
            Meski menekuni dunia seni rupa sejak SMK, Ita mengaku tak menyangka dirinya akan menggelutinya sebagai sebuah bisnis. Sebelumnya, beberapa karya hand painting dibuat semata karena hobi. Tapi ternyata, banyak yang meminati hasil karyanya. Sehingga muncullah keinginan untuk menjadikan peluang bisnis dan mengajarkannya pada orang lain.
Meski begitu, jika kebanyakan perajin berburu trademark untuk hasil karyanya. Ita mengaku bahkan belum sempat terpikirkan untuk membuat brand bagi hasil karyanya. Karena menurutnya, goresan tangan tidak akan pernah bisa ditipu. Orang boleh mengklaim karya miliknya dengan menempel merek tertentu, tapi bukan keahliannya.
“Suatu saat, ketika pembeli menginginkan kualitas yang sama dengan yang aku buat. Mau tidak mau penjual akan kembali pada aku. Jadi aku tidak pernah ambil pusing. Karena  rejeki tidak akan kemana,” jelas Ita ringan.
Ditanya mengenai prospek usaha, Ita mengaku usaha seperti yang digelutinya terbilang sangat prospektif. Selain banyaknya peminat, adanya kluster tertentu untuk setiap hasil karya menjadikan usaha hand painting bisa dinikmati semua kalangan. Kluster tersebut didasarkan pada pemilihan bahan, teknik pewarnaan, dan tingkat kerumitan desain.
 Hobi jadi Profesi

Berawal dari mengikuti les melukis yang diadakan salah seorang yang tinggal di rumah kos milik ibunya, Ita mulai belajar seni secara gratis. Keisengan itu berlanjut ketika dirinya memutuskan masuk pendidikan kejuruan di Sekolah Menengah Seni Rupa Negeri (Sekarang SMKN 12) Surabaya. Menariknya, disana Ita menjadi satu-satunya yang diterima di jurusan seni rupa dari 13 anak perempuan yang mendaftar. Dunia melukis pun semakin ditekuni dengan melanjutkan pendidikan strata satu jurusan seni rupa di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
            Beberapa komunitas seperti perkumpulan pelukis perempuan ‘Seronce Melati’ yang kerap disebutnya ‘geng ibu-ibu’, Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI), Adecipta Art Community, semakin meneguhkan posisinya sebagai pelukis perempuan. Bagi Ita, berbagai komunitas tersebut tidak hanya menjadi ajang kumpul-kumpul. Namun banyak hal yang bisa dilakukan bersama, melukis, mempelajari pembuatan kerajinan baru, hingga kegiatan sosial.
Tak ketinggalan, melalui komunitas Ita memiliki banyak teman yang bisa diajaknya berbagi job kala pesanan membludak dan tidak bisa ditanganinya sendiri. “Sampai sekarang aku tidak punya pekerja dirumah. Semua aku handle sendiri. Dan kalau pesanan banyak, aku kan punya geng ibu-ibu. Mereka bisa aku berdayakan sekaligus bagi-bagi rejeki,” ujarnya dengan gaya centil dan riang khasnya.
(ati, via)
           
Riang dan Penuh Kepedulian
Aku selalu happy. Jadi bingung kalau ditanya pengalaman apa yang paling berkesan. Semuanya berkesan,” tutur Ita yang juga akrab dipanggil Novi. Pembawaannya yang low profile menjadikannya sangat menyenangkan untuk diajak ngobrol.Tak jarang, Puspa yang kala itu menemuinya di Kantor Dewan Kesenian Jatim dibuat tertawa riang dengan cerita yang disampaikan.
Penampilan yang tomboy dan cekatan tak menutupi keanggunan perempuan yang menggenapkan usia pada 16 Oktober ini. Disela-sela perbincangan, Ita juga sempat menunjukkan beberapa foto dirinya berpose bak model catwalk menggunakan hasil karyanya.
“Ya beginilah, kalau gak kuat mbayar model. Dadi dimodeli dewe (kalau tidak sanggup membayar model. Sehingga jadi model sendiri, red)” tuturnya diringi tawa renyah.
Selain riang dan ramah pada siapapun, Ita ternyata juga memiliki kepedulian yang tinggi. Kendati keahlian maupun usaha seni lukis hand painting dikatakannya bisa dipelajari siapapun. Namun tingginya harga bahan baku di pasaran bisa menjadi hambatan bagi mereka yang ingin memulai usaha.
Berawal dari pemikiran tersebut, Ita bersama komunitasnya bereksperimen menciptakan cat hand painting yang murah tapi dengan kualitas yang tidak kalah. Cat tersebut pula yang kerap digunakan dalam setiap mengisi pelatihan. Meski Ita juga tidak pernah luput untuk menjelaskan berbagai jenis cat serupa yang dijual di pasaran.
 “Kita bicara tentang membantu masyarakat untuk bisa berdaya dan berproduksi. Tapi kalau secara produksi saja sudah tinggi bagaimana bisa?” ungkap Ita dengan ketulusan yang tidak bisa disembunyikan.
(ati, via)


Biodata
Nama                 : Maria Novita Sechan, S.Pd
Panggilan           : Novi, Ita
Lahir                  : Sidoarjo, 16 Oktober 1979
Putri                   : Zahwa Nayla Shakira (10th)
Pendidikan         :
1.      Sekolah Menengah Seni Rupa Negeri (SMSR N) Surabaya (Sekarang SMKN 12 Surabaya) angkatan 1996
2.      S1 Seni Rupa Unesa Angkatan 1999
Pengalaman      :
1.      Pameran di berbagaikota di Indonesia sejak 1996
2.      Komunitas Seronce Melati
3.      Pengurus Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI) Jatim
4.      Anggota Adecipta Art Community sejak 2006
5.      Sekretaris Komunitas Surabaya Membara

2 komentar:

  1. Saat waktu bagi kita adalah relatif dari suatu " MUATAN " rutin bulanan.
    Fx dari keputusan kemandirian .
    Aku paham dan mengerti kebutuhanmu TETAPI kamu jua harus TIDAK GAGAL PAHAM tentang " muatan " ku yang atas nama disiplin dan profesionalisme.

    BalasHapus