Semakin aku mengenalmu, semakin aku terobsesi padamu
Radheya (nama lain Karna. Yang berarti Putra Radha)
baru saja selesai melakukan Surya Sewana (pemujaan terhadap Dewa Matahari)
ditepi sungai Gangga. Telah terkenal bahwa setiap selesai melakukan Puja
tersebut Radheya akan memberikan anugerah kepada siapapun yang datang dan
meminta kepadanya.
Saat berbalik
Radheya melihat Seorang wanita duduk berteduh dibawah pohon, diapun menghampiri
lalu membungkuk hormat. Dia adalah Dewi Kunti, Ibu para Pandawa.
“Salam Ibu.. apa
yang ibu minta? Radheya menunggu perintahmu”
Kunti hanya
memandangnya dengan tatapan sedih, terkenang kembali saat dia membuang Radheya
begitu lahir dengan menghanyutkannya di sungai Gangga.
“Aku kesini
bukan untuk meminta anugerahmu, aku hanya ingin bertanya tidakkah kau mengenal
siapa aku?”
Radheya menatap
wanita didepannya, mencoba mengingat ingat lalu sesuatu pun terlintas dalam
pikirannya. Dadanya pun berdebar.
“Ini aneh, aku
tidak tahu siapa dirimu, tapi aku merasa telah lama mengenalmu. Engkau seperti
wanita yang selalu hadir dalam mimpiku”
“Maukah kau
duduk disampingku, dan menceritakannya padaku?”
Radheya mendekat
dan duduk disamping Kunti.
“Ini aneh,
selama ini aku tidak pernah menceritakan tentang mimpiku ini kepada siapapun
bahkan kepada ibuku Radha. Tapi kenapa sekarang aku ingin menceritakan kepadamu”
Aku adalah
Radheya, putra Radha. Ayahku Adhirata, kusir sang raja. Tapi aku bukanlah anak ibuku.
Ayahku memungutku dari Sungai Gangga dalam kotak kayu waktu aku kecil.
Semasa kecil aku
selalu bermimpi, seorang wanita cantik yang berpakaian layaknya Putri Raja
datang padaku. Dia selalu menangis dan sedih.
Dalam mimpi aku
bertanya “Siapa engkau? Mengapa kau menangis?”
Wanita itu selalu menjawab ”Aku menangis dan sedih karena aku melakukan ketidakadilan ini padamu”
Wanita itu selalu menjawab ”Aku menangis dan sedih karena aku melakukan ketidakadilan ini padamu”
Ketika aku
bertanya ”Mengapa Ibu, mengapa kau lakukan ini padaku ?
Dia diam membisu. Hanya air mata yang menjawab semua pertanyaanku. Lalu wanita itu akan menghilang dari pandanganku seberapa keras pun aku memanggilnya.
Dia diam membisu. Hanya air mata yang menjawab semua pertanyaanku. Lalu wanita itu akan menghilang dari pandanganku seberapa keras pun aku memanggilnya.
Mimpi yang sama
selalu terulang berkali-kali. Sampai aku remaja mimpi itu mulai berkurang. Wanita
itu semakin jarang menemuiku dalam mimpi, dan sampai sekarang dia tak pernah
lagi muncul. Mungkin karena dia mulai lupa denganku atau karena dia sudah punya
anak yang lain
“Kau salah
anakku, wanita itu tidak pernah dan tidak akan bisa melupakanmu. Meski dia
sudah punya anak yang lain.”
“Mengapa kau
begitu yakin Ibu, seolah kau tahu dan mengenal wanita dalam mimpiku?”
Dada Radheya
semakin berdebar. Semakin lama dia memandang wanita itu, semakin dia yakin
kalau wanita dihadapannya adalah wanita yang hadir dalam mimpinya.
Kunti pun
menangis.
“Aku tahu siapa
wanita dalam mimpimu, karena akulah wanita itu. Aku adalah Kunti wanita yang
melahirkanmu.”
Kunti
mencurahkan air matanya, perasaan yang dipendam selama puluhan tahun seakan ingin
dia tumpahkan semua saat ini. Radheya diam mematung.
………….
“Aku sudah tahu
bahwa kau adalah ibuku. Bahwa Radheya sebenarnya Putra Kunti dan Surya (Dewa
Matahari). Tapi mengapa baru sekarang kau datang padaku?”
“Bagaimana kau tahu
aku adalah ibumu dan Surya adalah ayahmu?”
“Kemarin Khrisna
dating dan memberitahu jati diriku yang sebenarnya. Tapi sudahlah Ibu janganlah
kita membicarakan hal yang berlalu. Hari ini aku begitu bahagia karena Ibu
telah datang menemui aku. Jadi jangan berkata apa-apa lagi,”
Keduanya berpelukan
dan menangis bersama, melepas kerinduan mereka selama ini. Radheya merebahkan
kepalanya di pangkuan Kunti, dengan lembut Kunti membelai rambut putranya yang
”Hilang”, mereka larut untuk sesaat dalam hening.
Beberapa saat
berlalu, Radheya pun bangkit
“Terima kasih,
Ibu telah memberikan saat-saat yang paling suci dalam hidupku. Kini perintahlah
Radheya,”
“Tidak anakku,
Ibu tidak memberimu perintah tapi Ibu akan memintamu melakukan sesuatu,”
“Katakanlah Ibu
apa yang harus aku lakukan?”
“Ikutlah bersama
Ibu ke Pandawa. Mereka adalah saudaramu, ibu akan memberi tahu Yudhistira bahwa
kau adalah Putra tertuaku. Hilangkan kebencianmu selama ini kepada Arjuna,
berperanglah di pihak Pandawa. Dunia akan melihat engkau bersatu kembali dengan
saudara saudaramu. mereka akan melihat dirimu bersatu dengan Arjuna. Didunia ini
siapa yang bisa mengalahkan Kalian berdua? Kalian akan Jaya seperti
Khrisna-Balarama. Menangkan perang ini, lalu perintahlah seluruh dunia. Karena kaulah
Pewaris Tahta Kerajaan. Yudhisthira akan menjadi Yuvaraja (Putra mahkota) dan
memegang payung kebesaranmu, Arjuna akan menjadi kusirmu, Bhima akan menjadi
kepala Pengawal, sedangkan si kembar akan selalu setia melayanimu.”
…………..
“Ibu, ibu telah merenggut segala hak kelahiranku sebagai
ksatria dengan melemparkan aku, bayi yang tidak berdaya ke sungai. Mengapa
sekarang engkau bicara tentang tugasku sebagai ksatria? Engkau tidak pernah
mencintaiku dengan cinta ibu yang merupakan hak setiap anak yang terlahir di
dunia. Induk binatang saja tak pernah membuang anaknya, mengapa engkau
membuangku ?”
“Sekarang, ketika engkau mencemaskan nasib anak-anakmu yang
lain, kau ceritakan semua ini kepadaku. Apabila sekarang aku menghindari
kewajibanku, berarti aku akan menyakiti diriku lebih parah dari apa yang dapat
dilakukan musuhku terhadap diriku. Seandainya sekarang aku menggabungkan diri
dengan Pandawa, bukankah dunia akan mengutukku sebagai pengecut ?”
“Dunia
mengenalku sebagai Sutaputra, nama ini menodai kelahiranku yang sebenarnya.
Saat menginjak remaja kau tahu aku bertanya pada Ibuku Radha, Ibu mengapa aku
ingin sekali menjadi seorang pemanah bukan menjadi kusir kereta seperti ayah ?”
Saat itu lah aku
tahu bahwa Ibuku Radha bukanlah ibuku, namun cinta kasihnya melebihi cinta
kasih seorang ibu kepadaku. Karena itu aku bangga dengan nama Radheya, nama
yang akan aku bawa sampai mati. Lalu aku pun berkelana, untuk menuntut ilmu
memanah. Kau tahu pa yang aku alami? Tidak ada seorangpun yang mau mengajariku
karena ketidakjelasan kelahiranku.
Drona menolakku
karena aku adalah seorang ’Sutaputra’, nama yang melekat dan menyakiti hatiku. Ini
semua karena ketidakadilan mu padaku ”
Kemudian aku
menghadap Bhargawa (Parasurama) beliau mau mengajariku karena aku mengaku
sebagai Brahmana. Tetapi ketika Beliau tahu aku bukan seorang Brahmana beliau
mengutukku bahwa aku akan melupakan Mantra dari ilmuku disaat paling genting.
Disamping itu
seorang Brahmana mengutukku bahwa roda keretaku akan terbenam dan aku akan terbunuh
pada saat aku tidak siap, seperti hal nya sapi Brahmana itu yang aku bunuh.
Lalu aku kembali
ke Hastina, saat itu adalah waktu Perlombaan ketangkasan Para Pangeran Hastina.
Jiwa Pemanahku bergolak melihat kesombongan Arjuna yang bangga akan
keahliannya. Akupun menantangnya lalu semua orang tahu bahwa aku hanyalah
seorang putra kusir, mereka menghina dan mencemoohkan aku terutama Bhima mu
yang tersayang. Mereka menilai aku bukanlah lawan yang pantas bagi Arjuna.
Saat itulah
Duryodhana datang padaku, mengakui aku sebagai sahabatnya dan mengangkatku
sebagai Raja Angga. Duryodhana lah orang yang mengangkat derajatku saat semua
orang merendahkan ku. Dia hanya meminta hatiku sebagai balasannya, dan mulai saat
itu hatiku milik sang Raja, Majikan sekaligus sahabatku Pangeran Duryodhana. Ibu
Tidakkah kau mengenalku saat itu? aku yakin kau pasti mengenalku dari Kavaca (Baju Pelindung) dan kundala (anting-anting) yang kukenakan. Namun dengan alasan
yang kau ketahui sendiri saat itu Ibu diam membisu. Namun
mengapa sekarang kau datang padaku.
“Selama ini aku dihidupi oleh anak-anak Drestarastra. Aku
dipercaya oleh mereka sebagai sekutu yang setia. Aku berhutang budi pada
mereka. Semua harta dan kehormatan yang kumiliki kuperoleh dari mereka.
Sekarang, ketika perang akan meletus dan aku harus membela Kurawa, engkau
menghendaki agar aku mengkhianati Kurawa, menyeberang ke pihak Pandawa. Ibu,
mengapa kau minta aku mengkhianati garam yang telah kumakan?”
“Anak-anak Drestarastra memandang aku sebagai jaminan
kemenangan mereka dalam peperangan yang akan datang. Katakan, adakah yang lebih
hina daripada mengkhianati orang yang telah menolong kita? Katakan, adakah yang
lebih hina daripada orang yang tak tahu membalas budi? Ibuku tercinta, aku
harus membayar hutangku, bila perlu dengan nyawaku.
Kalau tidak, aku ini ibarat perampok yang hidup dari hasil
curian dan rampasan selama bertahun-tahun. Tentu aku akan menggunakan segala
kekuatanku untuk melawan anak-anakmu dalam perang nanti. Aku tidak akan
mengkhianati siapapun. Aku tidak akan menipu engkau dan diriku sendiri.
Ampunilah aku”, kata Karna dengan lembut tetapi tegas.
Di Dunia ini
hanya ada dua cinta terpenting bagi Radheya, cintaku kepada Ibuku Radha dan cintaku
kepada sahabat sejatiku Duryodhana.
Aku tidak pernah dan tidak berani berpikir akan ada cinta yang lebih agung datang dalam kehidupanku.
Aku tidak pernah dan tidak berani berpikir akan ada cinta yang lebih agung datang dalam kehidupanku.
Aku tidak bisa
meninggalkan Duryodhana untuk bergabung dengan saudara saudaraku yang baru aku
temukan sesuai dengan permintaanmu ibu”
“Mengapa anakku?”
“Ibu ,Aku
terikat jalinan jutaan untai benang dengan Sahabatku Duryodhana, satu satunya
orang di dunia ini yang menjadikan aku sahabatnya tanpa peduli aku seorang Sutaputra.
Bergantung padaku, dia telah memulai perang ini. Dunia mengenalku sebagai
sahabat sang raja. Duryodhana malah ingin berbagi singgasana yang sama
denganku, aku tidak bisa memungkiri kebahagiaanku melewati hari-hari bersama
sang pangeran.
Namun kini Ibu datang padaku dengan cinta yang membuat temaram cinta yang aku tahu selama ini.”
Namun kini Ibu datang padaku dengan cinta yang membuat temaram cinta yang aku tahu selama ini.”
“Aku akan tetap
berada disamping Duryodhana untuk melunasi hutangku, hutang cinta dan terima
kasih adalah hutang yang sangat sulit untuk dibayar. Katakanlah ibu, begitu
agungkah cinta seorang Ibu hingga membuat aku begitu bimbang, tapi Radheya
tidak akan merubah pendiriannya? Sekarang janganlah berkata apa-apa lagi aku
tidak ingin menyakitimu dengan kata-kataku ”
Radheya menutup
kedua matanya dan menangis. Kunti tertunduk lemas air matanya bercucuran tak
terhingga. Mereka kembali berpelukan dalam tangis.
Sesaat kemudian
Radheya melepaskan pelukannya
“Ibu tangisan
ini tidak baik untukku. Seorang Ibu hanya boleh menangisi anaknya yang sudah
mati. Aku akan tetap bersama sahabatku dan aku tahu akhir hidupku. Aku tahu
bahwa kami semua yang berpihak pada Duryodhana akan dikirim ke alam Yama
(kematian) kami akan kalah, aku tahu itu Ibu.”
“Ibu Restuilah
aku berikan aku anugerah :
Bahwa namaku
akan di ingat sepanjang manusia masih hidup di dunia ini, kemahsyuran ku akan
abadi sepanjang sejarah”
Dengan Hati yang
hancur lebur Kunti merestui permintaan putranya.
“Terimakasih
ibu, namun ini tidaklah benar, biasanya akulah yang memberikan anugerah kepada
orang-orang yang datang padaku setelah aku selesai memuja Ayahku. Kini aku akan
memberimu anugerah yang setara dengan permintaanmu sesuai dengan kemampuanku. Engkau
menginginkan hatiku, tapi hatiku bukan miliku, hatiku milik sahabatku
Duryodhana.”
”Engkau akan tetap
memiliki lima Putera, Yudhistira, Bhima, Nakula dan Sahadeva tidak akan aku bunuh
dalam perang. Mereka tidak akan mati ditanganku. Sedangkan Arjuna, pertarungan
diantara kami harus terjadi. Itulah satu-satunya caraku untuk melunasi hutang
kepada sahabatku Duryodhana. Namun bagaimana pun hasilnya kau akan tetap punya
lima Putera. Dengan Aku tanpa Arjuna, ataupun Arjuna tanpa Radheya, itulah
anugerahku ”
Radheya menghela
nafas panjang, dengan tatapan sedih Kunti memandangnya.
“Tapi ibu aku
tahu, Arjuna akan tetap bersamamu, dibawah lindungan Khrisna, Pandawa akan aman
seperti bayi dalam rahim ibunya. Mereka akan selamat melewati perang besar ini.”
“Tapi ibu aku tahu,
Arjuna akan tetap bersamamu. Dibawah lindungan Khrisna, Pandawa akan aman seperti
bayi dalam rahim ibunya. Dengan kutukan dari Bhargawa Parasurama, Brahmana, dan
Dewa Indra yang telah meminta Kavaca (Baju pelindung) dan Kundala
(anting-anting) yang akan melindungiku dari kematian, bagaimana aku bisa
selamat dari perang?”
Kini mata
Radheya terang tanpa airmata,
“Ibu janganlah
sedih, apa yang sudah digariskan oleh Para Dewa tidak ada yang bisa merubahnya,
tidak juga cintamu yang agung. Aku harus bertarung dengan Arjuna dan aku akan
mati ditangannya.”
“Sekarang
pulanglah Ibuku sayang, jangan sampai ada orang yang melihat kau datang menemui
aku. Biarlah dunia tetap menganggapku ”Sutaputra”, tapi dirimu dan aku tahu
bahwa Radheya adalah putera Kunti dan Surya. Biarlah rahasia kelahiranku lenyap
bersama kematianku ”
Tubuh Kunti
begitu lemas, Radheya berkali-kali harus memapahnya, Dia telah kehilangan
puteranya selama ini dan setelah menemui Radheya dia semakin kehilangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar