Senin, 07 Juli 2014

Radheya dan Kutukan Kelahiran


Semakin aku mengenalmu, semakin aku terobsesi padamu

Radheya (nama lain Karna. Yang berarti Putra Radha) baru saja selesai melakukan Surya Sewana (pemujaan terhadap Dewa Matahari) ditepi sungai Gangga. Telah terkenal bahwa setiap selesai melakukan Puja tersebut Radheya akan memberikan anugerah kepada siapapun yang datang dan meminta kepadanya.
Saat berbalik Radheya melihat Seorang wanita duduk berteduh dibawah pohon, diapun menghampiri lalu membungkuk hormat. Dia adalah Dewi Kunti, Ibu para Pandawa.
“Salam Ibu.. apa yang ibu minta? Radheya menunggu perintahmu”
Kunti hanya memandangnya dengan tatapan sedih, terkenang kembali saat dia membuang Radheya begitu lahir dengan menghanyutkannya di sungai Gangga.
“Aku kesini bukan untuk meminta anugerahmu, aku hanya ingin bertanya tidakkah kau mengenal siapa aku?”
Radheya menatap wanita didepannya, mencoba mengingat ingat lalu sesuatu pun terlintas dalam pikirannya. Dadanya pun berdebar.
“Ini aneh, aku tidak tahu siapa dirimu, tapi aku merasa telah lama mengenalmu. Engkau seperti wanita yang selalu hadir dalam mimpiku”
“Maukah kau duduk disampingku, dan menceritakannya padaku?”
Radheya mendekat dan duduk disamping Kunti.
“Ini aneh, selama ini aku tidak pernah menceritakan tentang mimpiku ini kepada siapapun bahkan kepada ibuku Radha. Tapi kenapa sekarang aku ingin menceritakan kepadamu”
Aku adalah Radheya, putra Radha. Ayahku Adhirata, kusir sang raja. Tapi aku bukanlah anak ibuku. Ayahku memungutku dari Sungai Gangga dalam kotak kayu waktu aku kecil.
Semasa kecil aku selalu bermimpi, seorang wanita cantik yang berpakaian layaknya Putri Raja datang padaku. Dia selalu menangis dan sedih.
Dalam mimpi aku bertanya “Siapa engkau? Mengapa kau menangis?”
Wanita itu selalu menjawab ”Aku menangis dan sedih karena aku melakukan ketidakadilan ini padamu”
Ketika aku bertanya ”Mengapa Ibu, mengapa kau lakukan ini padaku ?
Dia diam membisu. Hanya air mata yang menjawab semua pertanyaanku. Lalu wanita itu akan menghilang dari pandanganku seberapa keras pun aku memanggilnya.
Mimpi yang sama selalu terulang berkali-kali. Sampai aku remaja mimpi itu mulai berkurang. Wanita itu semakin jarang menemuiku dalam mimpi, dan sampai sekarang dia tak pernah lagi muncul. Mungkin karena dia mulai lupa denganku atau karena dia sudah punya anak yang lain
“Kau salah anakku, wanita itu tidak pernah dan tidak akan bisa melupakanmu. Meski dia sudah punya anak yang lain.”
“Mengapa kau begitu yakin Ibu, seolah kau tahu dan mengenal wanita dalam mimpiku?”
Dada Radheya semakin berdebar. Semakin lama dia memandang wanita itu, semakin dia yakin kalau wanita dihadapannya adalah wanita yang hadir dalam mimpinya.
Kunti pun menangis.
“Aku tahu siapa wanita dalam mimpimu, karena akulah wanita itu. Aku adalah Kunti wanita yang melahirkanmu.”
Kunti mencurahkan air matanya, perasaan yang dipendam selama puluhan tahun seakan ingin dia tumpahkan semua saat ini. Radheya diam mematung.

………….

“Aku sudah tahu bahwa kau adalah ibuku. Bahwa Radheya sebenarnya Putra Kunti dan Surya (Dewa Matahari). Tapi mengapa baru sekarang kau datang padaku?”
“Bagaimana kau tahu aku adalah ibumu dan Surya adalah ayahmu?”
“Kemarin Khrisna dating dan memberitahu jati diriku yang sebenarnya. Tapi sudahlah Ibu janganlah kita membicarakan hal yang berlalu. Hari ini aku begitu bahagia karena Ibu telah datang menemui aku. Jadi jangan berkata apa-apa lagi,”
Keduanya berpelukan dan menangis bersama, melepas kerinduan mereka selama ini. Radheya merebahkan kepalanya di pangkuan Kunti, dengan lembut Kunti membelai rambut putranya yang ”Hilang”, mereka larut untuk sesaat dalam hening.
Beberapa saat berlalu, Radheya pun bangkit
“Terima kasih, Ibu telah memberikan saat-saat yang paling suci dalam hidupku. Kini perintahlah Radheya,”
“Tidak anakku, Ibu tidak memberimu perintah tapi Ibu akan memintamu melakukan sesuatu,”
“Katakanlah Ibu apa yang harus aku lakukan?”
“Ikutlah bersama Ibu ke Pandawa. Mereka adalah saudaramu, ibu akan memberi tahu Yudhistira bahwa kau adalah Putra tertuaku. Hilangkan kebencianmu selama ini kepada Arjuna, berperanglah di pihak Pandawa. Dunia akan melihat engkau bersatu kembali dengan saudara saudaramu. mereka akan melihat dirimu bersatu dengan Arjuna. Didunia ini siapa yang bisa mengalahkan Kalian berdua? Kalian akan Jaya seperti Khrisna-Balarama. Menangkan perang ini, lalu perintahlah seluruh dunia. Karena kaulah Pewaris Tahta Kerajaan. Yudhisthira akan menjadi Yuvaraja (Putra mahkota) dan memegang payung kebesaranmu, Arjuna akan menjadi kusirmu, Bhima akan menjadi kepala Pengawal, sedangkan si kembar akan selalu setia melayanimu.”

…………..

“Ibu, ibu telah merenggut segala hak kelahiranku sebagai ksatria dengan melemparkan aku, bayi yang tidak berdaya ke sungai. Mengapa sekarang engkau bicara tentang tugasku sebagai ksatria? Engkau tidak pernah mencintaiku dengan cinta ibu yang merupakan hak setiap anak yang terlahir di dunia. Induk binatang saja tak pernah membuang anaknya, mengapa engkau membuangku ?”
“Sekarang, ketika engkau mencemaskan nasib anak-anakmu yang lain, kau ceritakan semua ini kepadaku. Apabila sekarang aku menghindari kewajibanku, berarti aku akan menyakiti diriku lebih parah dari apa yang dapat dilakukan musuhku terhadap diriku. Seandainya sekarang aku menggabungkan diri dengan Pandawa, bukankah dunia akan mengutukku sebagai pengecut ?”
“Dunia mengenalku sebagai Sutaputra, nama ini menodai kelahiranku yang sebenarnya. Saat menginjak remaja kau tahu aku bertanya pada Ibuku Radha, Ibu mengapa aku ingin sekali menjadi seorang pemanah bukan menjadi kusir kereta seperti ayah ?”
Saat itu lah aku tahu bahwa Ibuku Radha bukanlah ibuku, namun cinta kasihnya melebihi cinta kasih seorang ibu kepadaku. Karena itu aku bangga dengan nama Radheya, nama yang akan aku bawa sampai mati. Lalu aku pun berkelana, untuk menuntut ilmu memanah. Kau tahu pa yang aku alami? Tidak ada seorangpun yang mau mengajariku karena ketidakjelasan kelahiranku.
Drona menolakku karena aku adalah seorang ’Sutaputra’, nama yang melekat dan menyakiti hatiku. Ini semua karena ketidakadilan mu padaku ”
Kemudian aku menghadap Bhargawa (Parasurama) beliau mau mengajariku karena aku mengaku sebagai Brahmana. Tetapi ketika Beliau tahu aku bukan seorang Brahmana beliau mengutukku bahwa aku akan melupakan Mantra dari ilmuku disaat paling genting.
Disamping itu seorang Brahmana mengutukku bahwa roda keretaku akan terbenam dan aku akan terbunuh pada saat aku tidak siap, seperti hal nya sapi Brahmana itu yang aku bunuh.
Lalu aku kembali ke Hastina, saat itu adalah waktu Perlombaan ketangkasan Para Pangeran Hastina. Jiwa Pemanahku bergolak melihat kesombongan Arjuna yang bangga akan keahliannya. Akupun menantangnya lalu semua orang tahu bahwa aku hanyalah seorang putra kusir, mereka menghina dan mencemoohkan aku terutama Bhima mu yang tersayang. Mereka menilai aku bukanlah lawan yang pantas bagi Arjuna.

Saat itulah Duryodhana datang padaku, mengakui aku sebagai sahabatnya dan mengangkatku sebagai Raja Angga. Duryodhana lah orang yang mengangkat derajatku saat semua orang merendahkan ku. Dia hanya meminta hatiku sebagai balasannya, dan mulai saat itu hatiku milik sang Raja, Majikan sekaligus sahabatku Pangeran Duryodhana. Ibu Tidakkah kau mengenalku saat itu? aku yakin kau pasti mengenalku dari Kavaca (Baju Pelindung) dan kundala (anting-anting) yang kukenakan. Namun dengan alasan yang kau ketahui sendiri saat itu Ibu diam membisu. Namun mengapa sekarang kau datang padaku.
“Selama ini aku dihidupi oleh anak-anak Drestarastra. Aku dipercaya oleh mereka sebagai sekutu yang setia. Aku berhutang budi pada mereka. Semua harta dan kehormatan yang kumiliki kuperoleh dari mereka. Sekarang, ketika perang akan meletus dan aku harus membela Kurawa, engkau menghendaki agar aku mengkhianati Kurawa, menyeberang ke pihak Pandawa. Ibu, mengapa kau minta aku mengkhianati garam yang telah kumakan?”
“Anak-anak Drestarastra memandang aku sebagai jaminan kemenangan mereka dalam peperangan yang akan datang. Katakan, adakah yang lebih hina daripada mengkhianati orang yang telah menolong kita? Katakan, adakah yang lebih hina daripada orang yang tak tahu membalas budi? Ibuku tercinta, aku harus membayar hutangku, bila perlu dengan nyawaku.
Kalau tidak, aku ini ibarat perampok yang hidup dari hasil curian dan rampasan selama bertahun-tahun. Tentu aku akan menggunakan segala kekuatanku untuk melawan anak-anakmu dalam perang nanti. Aku tidak akan mengkhianati siapapun. Aku tidak akan menipu engkau dan diriku sendiri. Ampunilah aku”, kata Karna dengan lembut tetapi tegas.
Di Dunia ini hanya ada dua cinta terpenting bagi Radheya, cintaku kepada Ibuku Radha dan cintaku kepada sahabat sejatiku Duryodhana.
Aku tidak pernah dan tidak berani berpikir akan ada cinta yang lebih agung datang dalam kehidupanku.
Aku tidak bisa meninggalkan Duryodhana untuk bergabung dengan saudara saudaraku yang baru aku temukan sesuai dengan permintaanmu ibu”
“Mengapa anakku?”
“Ibu ,Aku terikat jalinan jutaan untai benang dengan Sahabatku Duryodhana, satu satunya orang di dunia ini yang menjadikan aku sahabatnya tanpa peduli aku seorang Sutaputra. Bergantung padaku, dia telah memulai perang ini. Dunia mengenalku sebagai sahabat sang raja. Duryodhana malah ingin berbagi singgasana yang sama denganku, aku tidak bisa memungkiri kebahagiaanku melewati hari-hari bersama sang pangeran.
Namun kini Ibu datang padaku dengan cinta yang membuat temaram cinta yang aku tahu selama ini.”
“Aku akan tetap berada disamping Duryodhana untuk melunasi hutangku, hutang cinta dan terima kasih adalah hutang yang sangat sulit untuk dibayar. Katakanlah ibu, begitu agungkah cinta seorang Ibu hingga membuat aku begitu bimbang, tapi Radheya tidak akan merubah pendiriannya? Sekarang janganlah berkata apa-apa lagi aku tidak ingin menyakitimu dengan kata-kataku ”
Radheya menutup kedua matanya dan menangis. Kunti tertunduk lemas air matanya bercucuran tak terhingga. Mereka kembali berpelukan dalam tangis.
Sesaat kemudian Radheya melepaskan pelukannya
“Ibu tangisan ini tidak baik untukku. Seorang Ibu hanya boleh menangisi anaknya yang sudah mati. Aku akan tetap bersama sahabatku dan aku tahu akhir hidupku. Aku tahu bahwa kami semua yang berpihak pada Duryodhana akan dikirim ke alam Yama (kematian) kami akan kalah, aku tahu itu Ibu.”
“Ibu Restuilah aku berikan aku anugerah :
Bahwa namaku akan di ingat sepanjang manusia masih hidup di dunia ini, kemahsyuran ku akan abadi sepanjang sejarah”
Dengan Hati yang hancur lebur Kunti merestui permintaan putranya.
“Terimakasih ibu, namun ini tidaklah benar, biasanya akulah yang memberikan anugerah kepada orang-orang yang datang padaku setelah aku selesai memuja Ayahku. Kini aku akan memberimu anugerah yang setara dengan permintaanmu sesuai dengan kemampuanku. Engkau menginginkan hatiku, tapi hatiku bukan miliku, hatiku milik sahabatku Duryodhana.”
”Engkau akan tetap memiliki lima Putera, Yudhistira, Bhima, Nakula dan Sahadeva tidak akan aku bunuh dalam perang. Mereka tidak akan mati ditanganku. Sedangkan Arjuna, pertarungan diantara kami harus terjadi. Itulah satu-satunya caraku untuk melunasi hutang kepada sahabatku Duryodhana. Namun bagaimana pun hasilnya kau akan tetap punya lima Putera. Dengan Aku tanpa Arjuna, ataupun Arjuna tanpa Radheya, itulah anugerahku ”
Radheya menghela nafas panjang, dengan tatapan sedih Kunti memandangnya.
“Tapi ibu aku tahu, Arjuna akan tetap bersamamu, dibawah lindungan Khrisna, Pandawa akan aman seperti bayi dalam rahim ibunya. Mereka akan selamat melewati perang besar ini.”
“Tapi ibu aku tahu, Arjuna akan tetap bersamamu. Dibawah lindungan Khrisna, Pandawa akan aman seperti bayi dalam rahim ibunya. Dengan kutukan dari Bhargawa Parasurama, Brahmana, dan Dewa Indra yang telah meminta Kavaca (Baju pelindung) dan Kundala (anting-anting) yang akan melindungiku dari kematian, bagaimana aku bisa selamat dari perang?”
Kini mata Radheya terang tanpa airmata,
“Ibu janganlah sedih, apa yang sudah digariskan oleh Para Dewa tidak ada yang bisa merubahnya, tidak juga cintamu yang agung. Aku harus bertarung dengan Arjuna dan aku akan mati ditangannya.”
“Sekarang pulanglah Ibuku sayang, jangan sampai ada orang yang melihat kau datang menemui aku. Biarlah dunia tetap menganggapku ”Sutaputra”, tapi dirimu dan aku tahu bahwa Radheya adalah putera Kunti dan Surya. Biarlah rahasia kelahiranku lenyap bersama kematianku ”
Tubuh Kunti begitu lemas, Radheya berkali-kali harus memapahnya, Dia telah kehilangan puteranya selama ini dan setelah menemui Radheya dia semakin kehilangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar