Senin, 07 Juli 2014

Karna, Permata Yang Dibuang


Aku membaca kisahmu, dan aku mulai mengagumimu.

Ia dilahirkan karena keisengan Kunti, mencoba mantra Adityahredaya saat menatap matahari pagi. Betara Surya datang dan memberinya bayi laki-laki berbaju besi menyilaukan dan sepasang anting dan kalung. Ia tak bisa menolak anugerah itu, pun tak bisa mempertahankannya.
Bagian paling tragis dari kelahiran Karna adalah karena tak ada yang mempertahankan kehadirannya. Tidak juga Kunti, yang demi harga diri dan kehormatan, menjadi ibu yang tega melarung anak laki-laki pertamanya di sungai.
Karna seumur hidup menyebut diri Radheya. Ia yang dipungut pasangan sais kereta Adirata dan Radha selamanya merasa berutang budi pada pasangan yang menyelamatkan hidupnya itu. Bahkan ketika Kunti mendatanginya bertahun-tahun kemudian. Ia menolak cap Kunteya, meski itu adalah kenyataan darah.
Tapi bakti tetap ia bagi pada sang ibu kandung. Karna berjanji tak akan membunuh para Pandawa, kecuali Arjuna. Karena perang antara keduanya harus terjadi. Bagi Karna, Kunti dapat tetap memiliki 5 anak. Dimana anak ke-5 ini adalah salah satu diantara ia atau Arjuna. Yang tersembunyi dari sumpah ini adalah bahwa sesungguhnya Karna sendiri yakin dirinya akan mati dalam perang baratayudha.
Kisah Karna yang tragis adalah hasil dari pertemuan maupun persimpangan antara berbagai sifat buruk, kesialan, tipu muslihat, waktu dan tempat yang tak tepat. Karna adalah ksatria yang hidup sebagai sudra, brahmana, namun tak pernah sepenuhnya menjadi bagian kaum yang ia perankan.

Seumur hidupnya, Karna adalah sosok yang lain dan terus dipersalahkan. Ia adalah ksatria yang sudra, ksatria yang brahmana, kakak Pandawa yang Kurawa, ia putra Kunti yang Radheya.
Seolah belum cukup, Karna mendapatkan tiga kutukan dalam hidupnya, yang ia peroleh pada waktu yang berbeda-beda. Namun kutukan itu menjadi kenyataan pada saat yang bersamaan. Ketika ia harus berhadapan dengan Arjuna.
Bahkan alam semesta pun seolah menghukumnya pada saat yang bersamaan. Terlahir dan dibuang, ditolak Drona atas alasan darah, mengalami penghinaan demi penghinaan oleh Drupadi, Arjuna serta Bimasena karena berasal dari kasta sudra.
Kemarahan yang membara atas kutukan kelahirannya sungguh berlawanan dengan kedermawanannya yang tanpa pamrih. Bahkan ketika Batara Indra menyamar menjadi brahmana tua, meminta baju besi yang melekat di badannya, ia pun memberikannya, meskipun tahu ini hanya sebuah muslihat.
Dikisahkan, Karna bergabung dengan para Pandawa di Swargaloka setelah Bharatayudha di Kurusetra. Apakah itu sebanding dengan nista yang telah dihadiahkan, justru oleh orang-orang terdekatnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar