Kamis, 18 Juli 2013

RAWATLAH JIWAMU!

Sebuah kebiasaan orang tua semasa kita kecil adalah mendongeng sebelum tidur. Kebiasaan hangat yang dapat mengikat orang tua dan anak secara emosional. Tak jarang orang tua yang membuat cerita klise untuk menyampaikan sebuah pesan moral pada anak-anaknya. Sebagai sebuah pelajaran hidup bagi sang buah hati.

Pernah dengar kisah seorang saudagar kaya memiliki empat orang istri? Alkisah dia sangat mencintai istrinya yang ke-4 dan mendapat perlakuan yang paling istimewa. Begitupun dengan istrinya yang ke-3, dia sangat bangga padanya dan selalu memamerkan sang istri pada teman-teman dan koleganya.
Istri yang ke-2 juga tidak kalah disayang. Dia adalah wanita yang baik hati, selalu sabar dan bijak sehingga menjadi Istri kepercayaannya. Namun berbeda halnya pada istri pertamanya. Sebagai istri yang pertama kali dinikahi saudagar tersebut, wanita inilah yang memberikan banyak kontribusi dalam membangun kekayaan dan bisnisnya. Tapi sang saudagar justru memandangnya sebelah mata dan tidak menyayanginya kendati sang istri tetap setia padanya.
Akhirnya, sampailah pada hari di mana saudagar tersebut sakit keras dan merasa akan meninggal. Karena tidak ingin sendiri dan para istrinya menjadi milik orang lain. Maka dipanggillah keempat istrinya dan meminta mereka untuk ikut mati bersamanya.
Bukan hanya bahagia dan tawa, tapi derita dan air mata juga bagian dari cinta -  Anonim
Istri ke-4 langsung menolak dengan kasar dan langsung pergi begitu saja. Istri ke-3 menjawab, "Hidup sangat menyenangkan di sini, aku akan menikah dengan orang lain jika kau meninggal!" Sementara istri ke-2 yang terkenal bijak menjawab, "Maaf, aku tidak bisa membantumu kali ini. Aku hanya bisa mendoakan dan sering-sering mengunjungi makam saat kau telah berpulang nanti. Tak dinyana, istri pertama justru yang tak pernah dipedulikannya justru mengajukan diri dan berkata, "Aku akan pergi bersamamu. Aku akan pergi ke mana pun kamu pergi."
Saudagar itu berpaling melihat istri pertamanya yang nampak kurus kering tak terawat, dan berbisik dengan berat, "Seharusnya aku memperhatikanmu dengan lebih baik saat aku masih bisa".
Tak ada yang mampu membeli cinta sejati. Ia tak datang kepadamu, ia berada dalam hatimu. Hanya hati tulus yang mampu merasakannya. Anonim
Nilai dari cerita ini bukanlah keagungan pengorbanan seseorang yang telah disia-siakan,  juga bukan mengenai posisi istri bagi suami yang berpoligami. Keempat istri ini adalah cerminan dari cara hidup kita.
Istri ke-4 adalah tubuh kita, yang dengan sekuat tenaga kita jaga keindahnnya padahal ketika kita meninggal, tubuh ini akan tetap di bumi dan kembali menjadi tanah. Istri ke-3 adalah gambaran status sosial, saat masih hidup kita mungkin akan berusaha mempertahankannya agar jangan sampai diambil dan dilecehkan oleh orang lain. Padahal semua itu juga tidak akan pernah bisa kita bawa mati.
Istri ke-2 kiasan dari teman-teman dan keluarga. Tidak peduli sedekat apa pun kita dengan mereka, ketika kita meninggal yang bisa mereka lakukan hanyalah mengirim doa dan mengenang kita. Lain halnya dengan Istri pertama yang tidak lain adalah  jiwa kita.
Jiwalah yang membuat kita bisa melakukan segala hal, namun kita sering tidak memperhatikannya karena terlalu sibuk dengan merawat tubuh, mengejar prestise dan sibuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga.

Rawatlah jiwa kita dengan asupan rohani, relaksasi dan jangan biarkan diri kita terperangkap dalam kepenatan dan rasa putus asa. Ingat, jiwa juga butuh dirawat karena hanya jiwalah yang akan menemani ke mana pun pergi. Bahkan ketika saatnya kita menghadap Sang Pemilik Hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar