Sebuah
kebiasaan orang tua semasa kita kecil adalah mendongeng sebelum tidur.
Kebiasaan hangat yang dapat mengikat orang tua dan anak secara emosional. Tak
jarang orang tua yang membuat cerita klise untuk menyampaikan sebuah pesan
moral pada anak-anaknya. Sebagai sebuah pelajaran hidup bagi sang buah hati.
Pernah dengar
kisah seorang saudagar kaya memiliki empat orang istri? Alkisah dia sangat
mencintai istrinya yang ke-4 dan mendapat perlakuan yang paling istimewa. Begitupun
dengan istrinya yang ke-3, dia sangat bangga padanya dan selalu memamerkan sang
istri pada teman-teman dan koleganya.
Istri yang
ke-2 juga tidak kalah disayang. Dia adalah wanita yang baik hati, selalu sabar
dan bijak sehingga menjadi Istri kepercayaannya. Namun berbeda halnya pada
istri pertamanya. Sebagai istri yang pertama kali dinikahi saudagar tersebut,
wanita inilah yang memberikan banyak kontribusi dalam membangun kekayaan dan
bisnisnya. Tapi sang saudagar justru memandangnya sebelah mata dan tidak menyayanginya
kendati sang istri tetap setia padanya.
Akhirnya,
sampailah pada hari di mana saudagar tersebut sakit keras dan merasa akan
meninggal. Karena tidak ingin sendiri dan para istrinya menjadi milik orang
lain. Maka dipanggillah keempat istrinya dan meminta mereka untuk ikut mati
bersamanya.
Bukan hanya bahagia dan tawa, tapi derita
dan air mata juga bagian dari cinta - Anonim
Istri ke-4
langsung menolak dengan kasar dan langsung pergi begitu saja. Istri ke-3
menjawab, "Hidup sangat menyenangkan di sini, aku akan menikah dengan
orang lain jika kau meninggal!" Sementara istri ke-2 yang terkenal bijak
menjawab, "Maaf, aku tidak bisa membantumu kali ini. Aku hanya bisa
mendoakan dan sering-sering mengunjungi makam saat kau telah berpulang nanti. Tak
dinyana, istri pertama justru yang tak pernah dipedulikannya justru mengajukan
diri dan berkata, "Aku akan pergi bersamamu. Aku akan pergi ke mana pun
kamu pergi."
Saudagar itu
berpaling melihat istri pertamanya yang nampak kurus kering tak terawat, dan
berbisik dengan berat, "Seharusnya aku memperhatikanmu dengan lebih baik
saat aku masih bisa".
Tak ada yang mampu membeli cinta sejati. Ia
tak datang kepadamu, ia berada dalam hatimu. Hanya hati tulus yang mampu
merasakannya. Anonim
Nilai dari
cerita ini bukanlah keagungan pengorbanan seseorang yang telah disia-siakan, juga bukan mengenai posisi istri bagi suami
yang berpoligami. Keempat istri ini adalah cerminan dari cara hidup kita.
Istri ke-4
adalah tubuh kita, yang dengan sekuat tenaga kita jaga keindahnnya padahal ketika
kita meninggal, tubuh ini akan tetap di bumi dan kembali menjadi tanah. Istri
ke-3 adalah gambaran status sosial, saat masih hidup kita mungkin akan berusaha
mempertahankannya agar jangan sampai diambil dan dilecehkan oleh orang lain. Padahal
semua itu juga tidak akan pernah bisa kita bawa mati.
Istri ke-2 kiasan
dari teman-teman dan keluarga. Tidak peduli sedekat apa pun kita dengan mereka,
ketika kita meninggal yang bisa mereka lakukan hanyalah mengirim doa dan
mengenang kita. Lain halnya dengan Istri pertama yang tidak lain adalah jiwa kita.
Jiwalah yang
membuat kita bisa melakukan segala hal, namun kita sering tidak
memperhatikannya karena terlalu sibuk dengan merawat tubuh, mengejar prestise dan sibuk bersosialisasi dengan
teman dan keluarga.
Rawatlah jiwa
kita dengan asupan rohani, relaksasi dan jangan biarkan diri kita terperangkap
dalam kepenatan dan rasa putus asa. Ingat, jiwa juga butuh dirawat karena hanya
jiwalah yang akan menemani ke mana pun pergi. Bahkan ketika saatnya kita menghadap
Sang Pemilik Hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar