Jumat, 18 November 2016

GARIS TEPI



"Tak seharusnya kau melintasi batasanmu!
Perhatikan dan pahami lagi,
kemana seharusnya langkahmu kau bawa!" pesan sang empu
lengkap dengan cerutu terbakar yang telah menghitamkan garis bibirnya
Seolah menegaskan bagaimana ironi bijak selalu saja meluncur indah
seperti halnya asap dari cerutunya.

Aku tak pernah luput memperhatikan apa yang kau sebut batasan
Garis tipis yang entah siapa yang tulis
Tapi nyata, bagai tanda kepemilikan
yang sanggup mencekik hingga batas oksigenmu menipis

Lantas bagaimana aku harus membawa diri?
Jika menerima, berarti mati
Menolak berarti tersisih
Jadi tak ada bedanya dimana aku berdiri

Kau hanya tidak tahu,
Berapa lama aku telah pernah tinggal disana
Duduk manis bagai pertapa
Menikmati setiap doa yang selalu saja menguar satu persatu
tanpa terbaca

Ibu, masihkah kau me-reka batasan itu lagi?
Percayalah, seperti biasa
Batasan itu hanya akan kulintasi
Lagi, dan lagi,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar