KAWAN, KAU INGIN DENGAR CERITAKU?
Hari ini aku ‘pulang’. Iya, aku masih berada di jalan itu. Di tepian tempat kita bertemu. Berkisah tentang hidup, luka, dan jemu. Semua serasa seperti kotak Pandora. Berbahaya, tapi selalu memantik rasa ingin tahu. Kendati untuk itu, kita perlu kerelaan menyayat luka yang sejatinya sudah berdarah. Orang sering lupa, bahwa hidup adalah kilasan. Sekilas kita bertahan. Sekilas jalan menjadi luapan.
Kenangan itu masih terasa nyeri. Berputar dan berulang dalam memori. Kau tahu, jika ada yang dulu membuat tempat ini terasa lebih manusiawi, itu kamu. Kekonyolan dan caramu menertawakan keadaan.
Kini, kau tak lagi bersamaku. Mereka tak lagi bersamaku. Atau aku memang tak pernah benar-benar memiliki siapapun di sisiku? Aku tak tahu.
Tapi bahkan untuk semua itu, aku tak bisa menampik dengan cara apapun aku tetap merasa harus berada disini. Kau Tanya mengapa? Karena disini hal terakhir yang bisa kukenang bahwa aku pernah memilikimu. Dan bahwa kau pernah membuatku berjanji, tempat ini akan selalu jadi tempat kita pulang dan berbagi kisah.
Dan kehadiranmu, sungguh masih terasa nyata. Senyata luka yang akan selalu kembali menganga. Lebar dan terus melebar, hingga mungkin sanggup menelanku masuk tanpa punya kesempatan menepi. Tapi bahkan didasar tak bertepi, aku yakin aku akan selalu mendapati jiwamu ada disana.
Kau tak lagi tentang ragawi yang bisa kusentuh, suara yang sanggup kudengar, ataupun bayangan yang sanggup mataku tangkap. Kau adalah rasa yang akan selalu jadi bagian didalam hidupku yang kerapkali hanya terasa hambar.
Aku selalu merasa pulang, ketika kutahu bahwa selalu masih akan ada hal yang menyatukan kita dalam esensi. Aku mungkin gagal bertahan lebih lama. Aku hanya bocah kecil yang kadang merasa bosan dengan mainan yang sama. Tapi itu tak selalu berarti bahwa aku lupa siapa, dimana, serta bagaimana kita dilahirkan dari rahim yang sama, LPM SOLIDARITAS.
Meski sempat terbesit, ini akan jadi laga terakhirku.
* Itu hanya coretan kecil yang kutemukan di saku jaketku. Aku ingat, aku menulisnya setelah tanpa sengaja kulihat siluet dirimu ketika menghadiri kegiatan Dikjursar adik-adik kita. Ingat, kau berjanji untuk selalu hadir dalam momen seperti ini? Apa ini caramu menyapaku?
Kau tahu, rinduku menganga seketika. Ada begitu banyak orang disana, tapi aku merasa sendiri. Karena hanya aku satu-satunya generasi power rangers disana. Aku sungguh merasa tua sekarang. (Aku berharap bisa tertawa saat mengatakan itu Seperti yang selalu kau lakukan saat kita saling melempar gurauan).
Allahummaghfirlahu Warhamhu Wa'afihi Wa'fu'anhu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar