Kamis, 21 November 2013

Desa Tritunggal Kec Babat Kab Lamongan

DATA DESA
Nama Desa                              :  Desa Tritunggal Kec Babat Kab Lamongan.
Kades                                      : Yacub Sibi
Sekdes                                     : Hilmi Arif Mahyudi
Kaur Umum                            : Sami’un
Kaur Keuangan                       : A. Choliq
Kaur Pemerintahan                 : Anbiya’
Kasi  Pemb. Perempuan          : Ma’arif
Kasi  Transtib                          : Muntari
Kasi Kesra                               : Syuhada’
Desa Tritunggal dibagi  menjadi tiga dusun
·                     Dusun Tesan Kasun Kuswadi.
·                     Dusun  Beton Kasun Sutiono
·                     Dusun Grogol Kasun Hilmi
Batas admimnistrasi  Desa meliputi:
·                     Sebelah Utara              : Desa Rawabulu Kec Sekaran
·                     Sebelah Selatan           : Desa Kebonagung Kec Babat
·                     Sebelah Barat              : Desa Pucuk Kec Pucuk
·                     Sebelah Timur             : Desa Moropelang  Kec Babat
Luas wilayah                           : 3.683 Ha
Jumlah KK                              : 1800 KK
Jumlah Penduduk                   : 5000 Jiwa

 Desa Tritunggal Kec Babat Kabupaten Lamongan
LEBIH BERDAYA, ANDALKAN INDUSTRI KONVEKSI
Kendati Kecamatan Babat dijuluki sebagai ‘Kota Wingko’ tak berarti semua penduduknya bekerja sebagai pengusaha makanan olahan beras ketan dan kelapa ini. Desa Tritunggal misalnya yang merupakan sentra industri konveksi. Bahkan industri rumah tangga ini telah mengusai pangsa pasar nasional. Seperti apakah keberadaan desa yang terletak di jalan raya Surabaya - Babat tersebut?
 ‘Selamat datang di desa wisata konveksi Babat Lamongan’. Sebuah spanduk ucapan selamat datang terpampang di depan gapura masuk Desa Tritunggal Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Nampak gambar Bupati Lamongan Fadeli beserta istri menjadi background utamanya.
Saat memasuki wilayah desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Babat ini akan nampak lampu dropbox berbentuk baju ada di hampir setiap rumah. Jika di awal tahun 2013 Menakertrans Muhaimin Iskandar mencanangkan Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember sebagai desa Produktif dengan julukan desa tanpa pengangguran, maka bisa jadi Desa Tritunggal layak dijuluki desa tak pernah mati.
Bagaimana tidak, disepanjang jalan yang dilewati nyaris tak pernah sepi dari suara berbagai macam mesin pembuat kaos yang bekerja. Mesin jahit, mesin obras, mesin pengering, hingga mesin sablon saling sahut-menyahut meramaikan suasana. Kejadian serupa adamdi hampir setiap rumah.
Tak hanya itu, puluhan pekerja pun lalu lalang membuat suasana selalu nampak sangat sibuk. Ada yang sibuk mengobras baju, menyablon kaos dengan berbagai warna dan gambar, menjemur kaos hingga para tenaga borongan yang tengah sibuk melipat kaos dan baju yang telah selesai diproses.
Usaha kecil menengah (UKM) dan Industri Rumah Tangga (IRT) memang menjadi sentra andalan mata pencaharian masyarakat Desa Tritunggal. Tiga dusun yang ada di Desa Tritunggal yaitu Dusun Tesan, Dusun Grogol, dan Dusun Beton, memiliki khas UKM yang berbeda. Prioritas UKM dan IRT tersebut dalam rangka pengembangan usaha perekonomian pedesaan dan optimalisasi tenaga kerja.
Dusun Tesan yang dipimpin oleh Kepala Dusun Kuswadi mayoritas merupakan pengusaha potong ayam. Desa Grogol pimpinan Sutiono sendiri merupakan sentra usaha besi tua. Terakhir sentra industri konveksi di Dusun Beton yang dipimpin oleh Hilmi. Desa yang juga tempat tinggal Kades Tritunggal Yacub Sibi ini terbilang yang paling menonjol. Ribuan hasil konveksi pesanan dari berbagai daerah di Indonesia dihasilkan oleh tangan-tangan terampil Desa Tritunggal.
 “Akses pemasaran kita rata-rata sudah mencapai se-antero Indonesia. Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Sumatera sampai Irian Jaya. Seragam, topi, Job kaos untuk pilgub, semuanya rata-rata hampir se-Indonesia ini dikuasai oleh industri kaos di Tritunggal ini,” ungkap Yacub Sibi.
Industri kaos dan sablon Desa Tritunggal ini merangkul sedikitnya 143 home industri dan terbagi dalam tiga kluster. Kluster tersebut dibagi berdasarkan banyaknya pekerja dalam industri tersebut. Kluster besar berkapasitaskan pekerja sebanyak 20 – 30 orang, kluster menengah 10-15 orang, sedangkan kluster kecil hanya sekitar 5–10 orang.
Sebagaimana diungkapkan oleh Yacub saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu, pria yang juga Ketua Lembaga Takmir Masjid Indonesia  (LTMI) Desa Tritunggal ini menjelaskan bahwa usaha yang memiliki omzet ratusan juta tersebut sedikitnya bisa menghasilkan laba lima juta perbulannya. Nilai itu relatif kecil dan akan berlipat di masa-masa pemilu. Baik pemilukada, pileg hingga pilpres.
Besarnya peluang usaha yang telah digeluti oleh Desa Trirunggal ini pun memunculkan inisiatif untuk menciptakan trademark atas konveksi hasil produksi masyarakat Desa Tritunggal. Keinginan tersebut pun ditindaklanjuti oleh Yacub Sibi dengan intens mengadakan pelatihan untuk semakin meningkatkan kualitas kaos buatan masyarakat Desa Tritunggal.
Seperti Dagadu atau Jogger Bali. Kedepan kita ingin seperti itu,” terang Suami dari Nurhayati ini.
Hindari Persaingan tak sehat
Dikisahkan Yacub Sibi, perjalanan industri konveksi di Desa Tritunggal berawal pada kisaran tahun 1985. Diawali oleh satu dua home industri, lambat laun industri tersebut banyak ditiru dan akhirnya berkembang menjadi usaha berskala besar, yakni sebagai sentra industri.
Karena industri kaos di Tritunggal itu sifatnya otodidak, sehingga bisa ditiru oleh tetangga-tetangganya. Sehingga saat ini menjadi sebuah home  industri yang seperti ini dan akhirnya sentra industri,” ujarnya
Perkembangan demi perkembangan berbuah manis dengan semakin meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Namun banyaknya pelaku usaha yang merintis industri dibidang konveksi tak pelak melahirkan sistem persaingan diantara pengrajin. Mulai dari persaingan pelanggan, pekerja, pemasaran hingga sistem harga.
Mengantisipasi hal tersebut pemerintah desa dalam hal ini merasa perlu membentuk suatu lembaga yang bisa menaungi para pelaku dalam sebuah wadah yang sama dan menghindari persaingan tidak sehat yang berujung pada upaya saling menjatuhkan. Karena pada akhirnya hal tersebut akan memberikan kerugian di pihak pengrajin sendiri.
APIK (Asosiasi Pengrajin Industri Konveksi Desa Tritunggal) namanya, sebuah lembaga yang mempersatukan para pengrajin konveksi di Desa Tritunggal. Keberadaan APIK dalam rangka untuk meningkatkan kebersamaan dan menekan agar jangan sampai terjadi persaingan-persaingan yang tidak sehat. Sekaligus melalui APIK akan diatur sistem harga yang menjadi kesepakatan bersama.
Karena itu nama Desa Tritunggal sebagai desa sentra industri konveksi sudah sangat tidak asing bagi peminat seragam, baik itu seragam sekolah (formal) maupun seragam non formal. Bahkan Bupati Lamongan Fadeli pun dengan bangga menjuluki Desa Tritunggal sebagai ‘Desa Wisata Konveksi’.
Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kapasitas dan pelayanan produksi, maka di Desa Tritunggal juga didirikan ruang pamer (show room) desa wisata konveksi Tritunggal Babat yang juga telah diresmikan Bupati Lamongan Fadeli, pada tanggal 10 Desember 2012. Gedung ini sengaja dibangun di Desa Tritunggal karena selama ini Tritunggal dikenal sebagai pusat konveksi di Lamongan, tepatnya di jalan raya Surabaya - Babat.
“Selama ini dukungan dari Pemkab Lamongan sangat besar. Tak hanya fasilitas seperti gedung pamer, dalam hal permodalan kami juga dibantu dengan adanya sertifikasi untuk pinjaman lunak. Semoga kedepan dari Provinsi ini mungkin kita diberikan bantuan tambahan mesin,” ujar Yacub setengah berharap lantas tertawa lepas. (hay,uul,eru,yus)
Ogah Jadi Pegawai Negeri

            Jika banyak orang yang berlomba-lomba ingin menjadi pegawai negeri (PNS), fenomena ini tidak akan ditemukan di Desa Tritunggal, atau lebih tepatnya di Dusun Beton. Bukan tanpa sebab, keberhasilan masyarakat Dusun Beton dalam usaha konveksi dan sablon, membuat mereka tidak tertarik untuk menjadi PNS.
            “Kalau kata Pak Kades, sudah bukan maqom-nya, dan memang tidak ada yang mau,” ujar Aris, salah satu pengusaha konveksi di Dusun Beton berkelakar. “Jadi kades saja gak ada yang mau,” sahut Yacub.
            Di Dusun Beton, tercatat sekitar 143 home industry yang bergerak dalam bidang usaha konveksi kaos dan sablon. Dari jumlah tersebut digolongkan menjadi tiga klaster, klaster kecil, menengah, dan besar.
Salah satunya Aris, pemilik usaha konveksi Star Nine ini baru memulai usahanya sekitar 10 tahun. Mengaku belajar konveksi secara otodidak, kini pria bernama lengkap Aris Fianto ini telah mendulang sukses besar.
            Di tempat usahanya, dia telah memiliki 40 karyawan yang bekerja di gudang, dan 10 karyawan freelance. Dalam sehari, tempat usaha milik Aris bisa memproduksi 2000-4000 buah kaos. Untuk pemasaran, dirinya sudah tidak menemukan kesulitan. Jika di awal usahanya dia ‘menjemput bola’, kini hanya by phone, orderan sudah mengalir deras kepadanya. Berbagai wilayah di Indonesia pun sudah dirambahnya. Sebut saja Makassar, Jayapura, Atambua, dan banyak daerah lagi di dalam atau di luar Pulau Jawa. Omset puluhan juta pun berhasil dia raih.
Tidak jauh berbeda dengan Star Nine, CV. Yudeva, salah satu usaha konveksi kluster besar di Tritunggal ini mengaku bisa meraih keuntungan kotor hingga Rp300 juta. Bahkan, pendapatan ini bisa melonjak jika musim pemilihan legislatif atau kepala daerah.
            Nur Faizal, pemilik CV. Yudeva mengungkapkan, dengan 30 karyawannya, kini kaos produksinya telah merambah ke berbagai daerah di dalam dan di luar Jawa, di antaranya Makassar, Manado, Kalimantan, Ambon, dan Flores. Harga yang dipatok pun bervariatif, mulai Rp 6.000 hingga Rp 50.000, tergantung model dan kainnya. Jika pesanan sedang banyak, maka Nur Faizal menggunakan tenaga dari desa tetangga.
            Ternyata, kesuksesan tidak hanya milik usaha konveksi kluster besar saja. Salah satu pemilik usaha konveksi kluster sedang, Nazar mengungkapkan bahwa hingga kini pihaknya telah banyak melayani pesanan dari luar Jawa, khususnya Sulawesi dan Kalimantan. Dengan empat orang karyawannya, dalam sehari Nazar bisa memproduksi 200-300 buah kaos.

Diprioritaskan Bank
            Kesulitan modal yang banyak membelit pengusaha kecil seringkali menjadi batu sandungan pengusaha untuk berkembang. Namun, hal ini tidak dialami oleh pengusaha di Desa Tritunggal. Potensi Desa Tritunggal yang dikembangkan menjadi kawasan sentra industri konveksi yang prospektif membuat bank memprioritaskan pengusaha di desa ini, hal ini diungkapkan Nazar.
            “Kalau modal, tidak ada masalah. Karena Tritunggal itu selalu diprioritaskan oleh bank,” ujar Nazar.
            Hal ini lah yang mungkin menjadi sebab menjamurnya usaha konveksi di desa yang terletak di tepi jalan raya Surabaya-Babat ini. Meski begitu, iklim persaingan usaha di desa ini terbilang sehat. Kemunculan APIK lah yang mengendalikan laju persaingan antar usaha di desa ini.  
Keberadaan APIK di Tritunggal juga banyak disyukuri oleh Nur Faizal, pemilik CV. Yudeva. Dengan adanya APIK, persaingan di antara banyaknya pemilik usaha konveksi menjadi sehat dan lebih terkoordinasi.
            “Harga pun juga lebih terjaga, tidak ada yang banting harga untuk menggaet pelanggan. Di sini memang banyak UKM, tapi sudah punya pangsa pasar sendiri-sendiri,” ujar istri dari Teguh Wahyudi ini. (uul,hay,eru,yus)


Biodata Kades:

Nama                           : Yacub Sibi
TTL                             : Lamongan, 21 April 1969
Jabatan                                    : Kades Tritunggal, Babat, Lamongan
Nama istri                    : Nur Hayati
Nama anak                  : 1. Alisa Tri Musyafa’ah
                                      2. Inayah
                                      3. Utari
Pendidikan Terakhir    : S1 Hukum Unisda Lamongan

Harapkan Tritunggal Punya Brand
           
            Berbincang tentang Desa Tritunggal, takkan bisa lepas dari sosok satu ini. Dialah Yacub Sibi, Sang Kepala Desa yang telah memimpin Desa Tritunggal selama empat tahun belakangan ini. Mengabdi di desa yang menjadi sentra industri bukanlah tugas yang mudah. Namun Yacub mau mengemban tugas tersebut demi kemajuan warga desanya. Ditemui usai shalat Jum’at di kediamannya, bapak tiga anak ini menceritakan perihal industri konveksi yang menjadi potensi unggulan di desanya.
            Bahkan, untuk melihat lebih dekat usaha yang digeluti mayoritas warganya, dengan sigap dia juga mengantar wartawan Derap Desa (DD) berkeliling ke rumah-rumah warganya. Di tengah perbincangan dia sempat mengatakan harapannya ke depan untuk membuat brand desanya.
            “Kalau selama ini produksi masih di lembaga pendidikan dan pemerintahan, ke depan rencananya Tritunggal punya merk sendiri yang dipatenkan ke pasar bebas. Ya contohnya seperti Joger di Bali, Dagadu di Yogyakarta,” terang ayah Alisa Tri Musyafa’ah ini.
            Terkait hal itu, kini pihaknya masih melakukan persiapan, yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bekerja sama dengan BLK (Balai Latihan Kerja) kabupaten. 
            Sebelum jadi kepala desa, mantan Ketua GP Ansor Kecamatan Babat ini juga menekuni usaha konveksi di rumahnya sejak tahun 1989, namun karena kesibukan sebagai kepala desa yang menggunung dia menghentikan sementara usaha tersebut.
Menjadi orang nomor satu di Tritunggal, diakui pria yang juga menjadi Badan Advokasi GP Ansor Kab. Lamongan ini ada suka dan dukanya. Di antaranya adalah kebanggaan dan kebahagiannya karena desa yang dipimpinnya telah dicanangkan Pemerintah Kabupaten Lamongan menjadi desa wisata belanja desa.
Namun, di sisi lain Yacub merasa malu ketika ada pejabat baik legislatif dan eksekutif yang berkunjung ke desanya, mengingat kondisi balai desa yang masih semrawut serta infrastruktur jalan dan selokan yang rusak.
           
37 tahun Buyut Jadi Kades
            Di Tritunggal, bisa dikatakan jarang ada yang mau menjabat sebagai kepala desa. Hal ini dikarenakan mereka lebih memilih fokus kepada bisnis dan usaha konveksi, ataupun bisnis lainnya.
            Akan tetapi, pimpinan tetaplah dibutuhkan dalam suatu masyarakat. Dengan berbekal keinginan mengabdi kepada tanah kelahiran dan warga desanya, Yacub memberanikan diri macung menjadi kepala desa. Usut punya usut, ternyata dirinya mempunyai buyut yang pernah menjadi kepala desa.
            “Buyut saya dulu pernah jadi kades selama 37 tahun. Tapi juga bukan karena itu saya menjadi kades, hanya kebetulan saja, ” ungkap pria yang berulang tahun tiap 21 April ini. (uul,hay,eru,yus)

4 komentar: