Kamis, 27 November 2014

Dia Karna



Telah dilepas kandala dan kavaca pelindung dari yang sangat ayah. Darah mengalir dari tubuh yang kekar akan derita. Serupa kafan yang membalutnya menuju kematian. Hidupnya adalah alasan dari sebuah kesalahan. tapi apa salahnya mencari pengakuan dan penghormatan, setelah sepanjang umur dia harus hidup tanpa nama dan hak atas kelahirannya?
Dia hanya seorang kakak yang tidak pernah diajarkan cara untuk menyayangi adik-adiknya. Tapi dia tahu, bahwa hidupnya adalah untuk menyempurnakan kebahagiaan, kehormatan, dan kebanggaan adik-adiknya. Maka dilepaslah satu-satunya alasan ketakutan mereka. meski untuk itu berarti membawanya selangkah lebih dekat pada kematian. Takkan lagi lahir kakak sepertinya, yang tak pernah meminta ataupun belajar cara mengasihi tapi memberikan kasih berlebih untuk yang dikasihi. Mengasihi tanpa memanjakan, menjaga tanpa mengikat, mendukung tanpa mendorong, memberi tanpa menerima.
Dia juga hanya seorang anak yang tak pernah mendapatkan haknya untuk disayangi. Tapi dharma dan kasihnya sebagai anak tak pernah meminta alasan untuk dilupakan. Kemalangannya bahwa dia tak pernah benar-benar berhak menyandang nama sebagai putra ibunya. Tapi keberuntungan bahwa dikasihinya keduanya tanpa berbeda kadar. Ibu yang memberinya nama, juga ibu yang menjadi alasan keberadaannya. Dia mewarisi seluruh budi baik sang ayah meski tak pernah menjadikannya alasan mencapai penghormatan dan nama besarnya.
Dia pun hanya seorang teman, yang tak meminta banyak kebaikan untuk hidupnya. Tapi mendharmakan hidup untuk satu kebaikan yang mengangkat dirinya dari nista. Seluruh dunia akan meminta teman sepertinya sekalipun takkan lagi ada yang sanggup untuk mencintai seperti caranya.
Dengan hidup dia menjalani dan menuntaskan takdirnya. Satu-satunya hal yang pernah benar-benar berhak dimiliki dan didharmakan untuk menuntaskan karya besar sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar