Yudhistira kalah
dalam permainan dadu melayan Duryudhana yang diwakili oleh Shakuni. Tak hanya
harta, Nakula, Sadheva, Arjuna, Bhima hingga dirinya dan Draupadi pun
kehilangan kebebasan dan harus menjadi budak Duryudhana.
Ketika
Arjuna yang kala itu disandingkan dengan Basukarna untuk menjadi pertaruhan
dari masing-masing kubu, Padhawa dan Kurawa. Dengan hati hancur Arjuna pun
terpaksa menuruti perintah Duryudhana agar menyerahkan gandhewa yang didapatnya
dari Dewa Agni sebagai anugerah kepada Basukarna, Raja Angga. Saat Karna
menolak menerima Gandhewa tersebut dan meminta arjuna untuk menyimpannya
sendiri, dengan alasan bahwa dirinya telah merasa cukup dengan keahlian yang
dimiliki tanpa membutuhkan senjata sakti apapun, terlihat jelas Arjuna
sedemikian murkanya.
Betapa
tidak, barangkali itu dianggapnya sebagai bentuk penghinaan atas kemampuan yang
dimilikinya. Ya, dalam kondisi marah bahkan hati kecil pun akan menolak untuk
melihat kebenaran.
Namun berbeda
dengan Karna yang bahkan dalam kondisi marah dan terhina sekalipun, air mukanya
tak pernah seterik surya. Wajahnya tetap nampak hangat dan teduh. Meski di
beberapa pandangannya, terlihat jelas rasa sakit dan ketidak berdayaannya.
Inilah kali
kedua bukti cintanya yang tak terbahasakan kembali terbaca. Kali pertama saat Arjuna
yang juga dengan marah harus membasuh kaki Basukarna sebagai hukuman atas
penghinaannya. Karna pun nampak jauh lebih terluka melihat air mata
adik seibunya tersebut. Bertambah sakit ketika sang ibu yang juga turut
menangis dan melempar pandangan kemarahan.
Lalu Karna kembali
menempatkan dirinya sebagai seorang kakak yang takkan pernah tega merebut
kebanggaan adiknya. Betapapun marahnya, betapapun dirinya harus menelan segala
nista dan cela itu sendiri. Tapi mana bisa Arjuna atau siapapun dari putra
Pandu yang akan sadar atau peduli? Agaknya satu lagi dosa Kunti menjelma
menjadi kutukan bagi Karna, dan kehancuran bagi Pandhawa.
Tapi tunggu,
di bagian lain juga nampak Kunti dan Gandari tengah melakukan pujashiva untuk
meminta keselamatan bagi putra-putranya. Kunti bahkan melakukan tapa menyerupai
tapa Dewi Parvati (Istri Mahadev Shiva) dengan mengangkat satu kakinya. Pertanyaannya
untuk putra yang mana Kunti malakukan puja??
Aiih… kenapa
aku jadi sedemikian bodohnya. Tentu saja puja itu untuk Pandhawa, terutama Arjuna
putra kesayangannya. Putra yang menjadi tonggak kekuatan Pandhawa. Bukankah Kunti
tidak pernah mengakui Karna sebagai putranya. Itulah keberuntungan Arjuna. Pahlawan
pilih tanding, kesayangan para dewa, kebanggaan semua orang, dan tentu saja
dicintai banyak wanita.
Dan lagi,
siapa pula yang mau menjadi Karna, yang walaupun dia putra sang Surya toh dia
selalu hidup dalam ketidakadilan. Betapapun ia selalu menjunjung tinggi
dharmanya sebagai kesatria. Ya kesatria, yang terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar