Akankah pagi yang benderang kujelang,
Ketika petang tak memberi ladang berperang.
Bilamanakah harus berhenti,
Ketika candra pun lupa cara menepi.
Selasa, 27 Desember 2016
Jumat, 25 November 2016
SEPATU LUPA
"Gaun apa yang akan kau pakai
malam ini?" tanyamu di pagi hari
Tanpa lupa mengobrak-abrik isi lemari
Yang telah dengan setengah hati kutata berhari-hari
"Apa aku harus memakai sesuatu yang istimewa?"
jawabku asal.
"Tentu saja," jawabmu mantab. "Ini bukan
rutinitas yang akan kau lalui setiap hari. Tampillah dengan mempesona. Bukankah
dia istimewa?" ucapmu dengan pertanyaan yang aku yakin sama sekali tidak
butuh jawaban.
"Seistimewa apa?"
Apakah seistimewa roti lapis yang selalu kau buatkan untuk
pagiku yang sibuk
Atau seistimewa selimut yang selalu kau balutkan setiap
malam
bahkan ketika aku lupa melepas sepatu sebelum tidur
Ataukah masih lebih istimewa dari pijatan lembutmu di
kepalaku ketika aku mengeluh pusing?
"Ayo, katakan! Apakah ada yang lebih istimewa dari
itu?"
"Kau terus mendebatku. Dia bukan ibumu yang akan
melakukan setiap hal kecil yang menjadi tugas kami itu. Sebaliknya, kau yang
harus menjaganya," satu jeweran mendarat di telinga
Jaga rumahnya untuk tetap nyaman ditinggali
Jaga piringnya untuk tetap terisi
Jaga ranjangnya untuk tetap hangat ditiduri
Juga jaga hatinya untuk tetap kau miliki
"Sebanyak itu?"
"Akan lebih banyak lagi. Tapi kau akan
menikmatinya,"
"Kalau begitu dia tidak istimewa," ucapku
menghakimi.
"Kau mau mendebatku lagi?" sekarang kau mulai
berkacak pinggang.
"Tidak. Tidak. Baiklah, aku akan menurutimu ibuku yang
istimewa dan satu-satunya,"
Akan kupakai gaun paling istimewa yang kau beli dari hasil
menjual sawah
Supaya dia tahu, aku adalah putri dari ibu yang istimewa
yang menyayangiku seolah aku adalah satu-satunya
Akan kupakai bedak berwarna tanah
Supaya dia melihat bagaimana aku akan hidup dalam dunianya
Akan kupasang celak yang hitam bagai tinta di mataku
Supaya dia ingat, bagaimana garis hidup kami menyatu
Juga akan kupoleskan gincu berwarna merah
Supaya dia tidak lupa,
Disini,
Ada hati sewarna darah
Yang harus dia jaga dengan nyawanya
"Sekarang aku sempurna kan?" aku berputar bagai
manekin pajangan
"Belum,"
"Kenapa lagi?"
"Karena kau lupa memakai sepatumu,"
"Ya ampun....!"
Rabu, 23 November 2016
BUNGA RAMPAI
Ketika gelak tawa memilih pergi
Di ujung hari engkau berdiri
Gelap diantara semburat cahaya
Getar bibirmu menyambutku
Basah dirimu menyelimutiku
Hangat suaramu menjanjikan kerinduan
Seperti sumpah yang tak meminta persetujuan
Disini,
Dalam gelap sunyi
Hati meronta merintih
Meminta candu untuk obati luka diri
Disini,
Ditengah deras mata air penantian
Tergambar cinta dalam kubangan
Menunggu perjamuan tanpa sajian
Disini,
Pada tanah ladang tempatmu menuai janji merah
Ada hati sewarna darah
Yang telah lupa cara mengikat sumpah
Disini,
Ditempat kau berdiri
Hujan ini tumpah
Lengkap dengan kisah
Yang tak pernah sempat diakhiri
Dalam gelap sunyi
Hati meronta merintih
Meminta candu untuk obati luka diri
Disini,
Ditengah deras mata air penantian
Tergambar cinta dalam kubangan
Menunggu perjamuan tanpa sajian
Disini,
Pada tanah ladang tempatmu menuai janji merah
Ada hati sewarna darah
Yang telah lupa cara mengikat sumpah
Disini,
Ditempat kau berdiri
Hujan ini tumpah
Lengkap dengan kisah
Yang tak pernah sempat diakhiri
Selasa, 22 November 2016
CAMELIA
I.
Dia Camelia
puisi dan
pelitamu
kau sejuk
seperti titik embun membasahi daun jambu
di pinggir
kali yang bening
sayap-saayapmu kecil lincah berkeping
sayap-saayapmu kecil lincah berkeping
seperti
burung camar
terbang
mencari tiang sampan
tempat
berpijak kaki dengan pastimengarungi nasibmu
mengikuti
arus air berlari
dia Camelia
dia Camelia
engkaukah
gadis itu
yang selalu
hadir dalam mimpi-mimpi di setiap tidurku
datang untuk
hati yang kering dan sepi
agar bersemi
lagi
hmm ...
bersemi lagi
kini datang mengisi hidup
kini datang mengisi hidup
ulurkan
mesra tanganmu
bergetaran
rasa jiwaku
menerima
harum namamu
Camelia oh
Camelia
Camelia oh
Camelia
Camelia oh
Camelia
II.
Gugusan
hari-hari
Indah
bersamamu Camelia
Bangkitkan
kembali
Rinduku
mengajakku kesana
Inginku
berlari
Mengejar
seribu bayangmu
Camelia
Tak peduli
kau kuterjang
Biar pun
harusku tembus padang ilalang
Tiba-tiba langkahku terhenti
Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta
tangan telah menahanku
Ingin kumaki
mereka berkata
Tak perlu
kau berlari
Mengejar
mimpi yang tak pasti
Hari ini
juga mimpi
Maka biarkan
ia datang
Di hatimu...
di hatimu..
III.
Di sini
dibatu ini
Akan
kutuliskan lagi
Namaku dan
namamu
Maafkan bila
waktu itu
Dengan
tuliskan nama kita
Kuanggap
engkau berlebihan
Sekarang
setelah kau pergi
Kurasakan
makna tulisanmu
Meski samar
tapi jelas tegas
Engkau
hendak tinggalkan kenangan
Dan kenangan
Disini kau
petikkan kembang
Kemudian
engkau selitkan
Pada tali
gitarku
Maafkan bila
waktu itu
Kucabut dan
kubuang
Kau pungut
lagi dan kau bersihkan
Engkau
berlari sambil menangis
Kau dakap
erat kembang itu
Sekarang
baru aku mengerti
Ternyata
kembangmu kembang terakhir
Yang
terakhir
Oh Camelia,
katakanlah ini satu mimpiku
Oh oh oh oh
oh
Camelia,
maafkanlah segala silap dan salahku
Disini
dikamar ini
Yang ada
hanya gambarmu
Kusimpan
dekat dengan tidurku
Dan mimpiku
IV.
Senja hitam
ditengah ladang
Dihujung
permatang engkau berdiri
Putih
diantara ribuan kembang
Langit
diatas rambutmu
Merah tembaga
Engkau
memandangku
Bergetar
bibirmu memanggilku
Basah
dipipimu air mata
Kerinduan,
kedamaian oh
Batu hitam diatas tanah merah
Batu hitam diatas tanah merah
Disini akan
kutumpahkan rindu
Kugenggam
lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan
berdoa
Surgalah
ditanganmu,
Tuhanlah
disisimu
Kematian
adalah tidur panjang
Maka mimpi
indahlah engkau
Camellia,
Camellia oh
Pagi, engkau berangkat hati mulai membatu
Pagi, engkau berangkat hati mulai membatu
Malam,
kupetik gitar dan terdengar
Senandung
ombak dilautan
Menambah
rindu dan gelisah
Adakah angin
gunung, adakah angin padang
Mendengar
keluhanku, mendengar jeritanku
Dan
membebaskan nasibku
Dari
belenggu sepi
BOCAH
Lidahku jadi kelu
Bukan karena sariawan yang mengganggu
Tapi akibat gumpalan ragu
Yang entah kapan akan menemukan titik temu
Siapa dirimu yang terus saja bertanya
Seolah aku ini sang panitera
Yang terduduk manis dan terus berbicara
Memberi keputusan untuk setiap perkara
Aku masih adalah bocah
Yang mengira langit berwarna merah darah
Hanya karena aku suka bermain dengan senja
Lalu terdiam dan meringkuk setelah gelap tiba
Aku masih adalah bocah
Yang bemain seperti hidup adalah selamanya
Hanya karena itu satu hal tersisa yang dipunya
Lalu berduka bagai itu adalah akhir dunia
Aku masih adalah bocah
Yang meringkuk dan bergelung di sudut kamar
Hanya untuk menikmati resah
Lalu terlelap dalam mimpi yang samar
Berharap bahwa segalanya berakhir
Ketika dunia berubah warna
Atau bermula dengan akhir
Yang memberangus segalanya
Senin, 21 November 2016
Si Gadis Api
Langit berwarna merah saga yang nyaris terlihat seperti kobaran api unggun. Tapi bukan untuk merayakan kemenangan atau kebahagiaan. Melainkan amarah sang gadis api yang telah terkobarkan demi kehormatan. Mereka bertanya tentang hak perempuan dalam permainan. Pun juga hak pemegang bidak di lantai dadu. Seperti itu adalah perjanjian jual beli tanpa barang yang layak untuk dihargai.
Bagaimana seseorang berkelakar tentang keadilah, yang bahkan tanpa pengetahuan akan benar dan salah tak seorangpun berhak menjadi raja. Bahkan bukankah dengan memiliki rambut dikepala, tak membuat seseorang menjadi singa.
"Diam semuanya! Diamlah saja!" Si Gadis Api berteriak dalam riak kemarahannya. "Melindungiku sudah diluar kemampuan kalian. keberanian untuk melindungi atas nama kebenaran sudah tidak ada lagi dalam diri kalian. Apa gunanya kebenaran jika itu membuat kita lemah? Kalau aku memang terlindungi sekarang, maka hanya Yang Kuasa lah yang akan melakukannya,"
Apakah itu penyerahan diri? Tidak. Itu adalah keputusasaan. Ketika cinta, rasa hormat, dan kedudukan menjadi ironi dalam kehidupan. Maka jangankan keinginan, napas dalam hidup serasa sebuah kesalahan yang pernah terlimpahkan tanpa diminta. Bagaimana hidup akan berlaku setelahnya? Perang besar, pertumpahan darah, kematian, kehilangan, kesedihan, kekosongan. Apakah ada kebahagiaan? Itu konyol. Perang selalu membawa kehancuran. Hasilnya adalah penderitaan dan beban setelah peperangan. Bagaimana bisa kau mengharapkan ada kebahagiaan untukmu setelah peperangan.
Tapi bahkan perang besar, kadangkala menjadi satu-satunya jalan miris yang logis ketika retorika tak lagi mencerahkan. Bukankah tidak ada waktu dalam kehidupan manusia yang tidak terhubung dengan kematian. Kenyataannya adalah setiap perjalanan akan berakhir pada kematian. sehingga perjalanan pada akhirnya akan berada pada peraturan, "Berjuanglah untuk kebenaran saja," entah apa yang akan kau dapat atau harus kau korbankan. Sebab tidak satupun dari hidupmu yang adalah milikmu, "Yang mendapatkan sesuatu belum tentu menang. Dan yang kehilangan juga belum tentu kalah. Itu hanya akibat dari waktu. Kalau sesuatu membuat seseorang begitu takut maka dia sudah dikalahkan,"
Seperti itulah jalannya akan berlaku, Kesatria tangguh Abimanyu memang menjadi alasan untuk sebuah perubahan, akan tetapi anaknyalah yang mengambil langkah pertamanya. Lantas apa itu mengubah rasa sakit saat ribuan panah itu mengambil bait demi bait harapan kekuatan dinasti yang diperjuangkannya? Sekali tidak. dan tentu tidak. Itulah kenapa, kesedihan masa depan bisa merusak kebahagiaan masa kini, tapi kebahagiaan masa depan tidak akan bisa menghapus kesedihan masa kini.
Sekarang kutanyakan lagi satu pertanyaan, apa itu keputusasaan? Kali ini pun juga tidak. Itu adalah penyerahan diri. Kendati Bisma dianggap tidak berdaya karena posisinya, Guru Drona yang terikat oleh sumpahnya, serta Karna yang terikat janji persahabatan pada sahabatnya. Atau bahkan Drupadhi yang hanyalah bidak dalam permainan dadu pembersihan dinasti....
Marah Tanpa Amarah, Bahagia Tanpa Tawa
Tapi ketidakberdayaan adalah yang paling menyiksaku
Sebab sekalipun marah, tak ada amarah yang terlampiaskan
Bahagiapun tak serta merta menciptakan tawa
Dadaku sesak oleh beban yang tak kasat mata
Hatiku sakit oleh luka yang tak berdarah
Latunan lagu, terdengar bagai nyanyian pemakaman tanpa kematian
Juga hembusan napas yang tak lagi berarti kehidupan
Setiap beban dan luka barangkali hanya sementara
Pun juga bahagia yang menjadi gula untuk hidup yang ada
Tapi bukankah hati tercipta untuk merasa
Dan kini ia memilih menyesap segalanya
Mencoba menikmatinya dengan cara yang gila
Dan ketika aku menangis, maka lihatlah!
Air mataku telah menggenangi halaman rumahmu
Jumat, 18 November 2016
CANDU
Tak perlu secawan sianida untuk bisa membunuhku
Sebab senyummu saja sudah cukup mematikan
Seperti halnya aku tidak butuh alasan
Ketika hati ini terikat dan memilih hidup untukmu
DENDAM
Itu jalan yang salah
Biarlah, aku tahu
Toh jalan yang benar justru membawaku dalam kubangan resah
Jangan pakai baju itu!
Itu tidak cocok untukmu
Tak pernah ada yang cocok untukku
Setidaknya yang ini tidak mencekikku
Berapa kali sudah kutelan debut serakah dari ambisimu?
Sebanyak apa harus kumengerti kicau riak dari maumu?
Bisakah sekarang kita berdamai?
Seperti permainanmu yang tak kunjung usai
Terserak apik bagai dendam yang tersemai
Bertingkahlah, selagi jiwa dalam otakku terhalang untuk berontak
Itu baik untukmu. Saat ini.
Sebanyak apa harus kumengerti kicau riak dari maumu?
Bisakah sekarang kita berdamai?
Seperti permainanmu yang tak kunjung usai
Terserak apik bagai dendam yang tersemai
Bertingkahlah, selagi jiwa dalam otakku terhalang untuk berontak
Itu baik untukmu. Saat ini.
LANGKAH
"Perhatikan langkahmu!"
Itu pesanmu, sebelum kau pergi dengan secarik rindu
Yang jelas tersobek dari sebagian hatiku
Mengurat nadi dari hati yang tak pernah bersedia menunggu
Seperti pesan itu,
Aku berjalan menyusuri lorong semu
Tentu saja dengan pilu
Sebab kemanapun arahku
Stasiunnya tetaplah dirimu
Berapa lama lagi kebohongan ini tersimpan dalam bilik hatimu?
Tidakkah kau jemu?
Bukankah hatimu masih hati yang dulu
Hati yang tersusun dari puzzle hidupku?
Baiklah, aku kalah.
Tapi jangan paksa aku menyerah!
Sebab meski berdarah
Segalanya tetap mencipta sejarah...
Selamat pulang!
GARIS TEPI
"Tak seharusnya kau melintasi batasanmu!
Perhatikan dan pahami lagi,
kemana seharusnya langkahmu kau bawa!" pesan sang empu
lengkap dengan cerutu terbakar yang telah menghitamkan garis bibirnya
Seolah menegaskan bagaimana ironi bijak selalu saja meluncur indah
seperti halnya asap dari cerutunya.
Aku tak pernah luput memperhatikan apa yang kau sebut batasan
Garis tipis yang entah siapa yang tulis
Tapi nyata, bagai tanda kepemilikan
yang sanggup mencekik hingga batas oksigenmu menipis
Lantas bagaimana aku harus membawa diri?
Jika menerima, berarti mati
Menolak berarti tersisih
Jadi tak ada bedanya dimana aku berdiri
Kau hanya tidak tahu,
Berapa lama aku telah pernah tinggal disana
Duduk manis bagai pertapa
Menikmati setiap doa yang selalu saja menguar satu persatu
tanpa terbaca
Ibu, masihkah kau me-reka batasan itu lagi?
Percayalah, seperti biasa
Batasan itu hanya akan kulintasi
Lagi, dan lagi,
Senin, 14 November 2016
YOU
Kita bertemu di persimpangan
Tak ada duka atau kecewa yang harus ditelan
Hanya kisah perjalanan yang kan kita bagi
Namun kita punya arti
Tak ada duka atau kecewa yang harus ditelan
Hanya kisah perjalanan yang kan kita bagi
Namun kita punya arti
TENANG
Bangun di fajar subuh
Dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh kecintaan
Istirahat di terik siang
Merenungkan puncak getaran cinta
Pulang kala senja
Dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dalam doa
Bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran
Tersungging di bibir senyuman
Dengan hati seringan awan
Istirahat di terik siang
Merenungkan puncak getaran cinta
Pulang kala senja
Dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dalam doa
Bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran
Tersungging di bibir senyuman
MUNGKIN
Mungkin
Kita harus berhenti mencintai agar tak lagi tertekan
Berhenti percaya agar tak selalu merasa dikhianati
Berhenti berharap sebelum menerima kekecewaan
Atau berhenti hidup, meski mati tak memberi solusi
Hanya mungkin.
PUDAR
Cinta,
Aku tidak bisa mengatakan yang lain lagi
Wajahmu memudar bersamaan dengan padamnya cahaya di langit ini
Rasanya begitu sulit melepaskan diri
Meski akhirnya aku harus menyerah
Pada gelombang yang menarikku ke bawah
Dan kemudian aku mati.
Aku tidak bisa mengatakan yang lain lagi
Wajahmu memudar bersamaan dengan padamnya cahaya di langit ini
Rasanya begitu sulit melepaskan diri
Meski akhirnya aku harus menyerah
Pada gelombang yang menarikku ke bawah
Dan kemudian aku mati.
Minggu, 13 November 2016
MIMPI
Pancaran hangat sinar mentari
Tembus dalam asaku
Sorot matamu yang sebening kaca
Pernah menghiasi hariku
Tampak ukiran senyum di bibirmu
Seakan bagai aliran sungai
Aku masih ingat terasa sejuk itu,
Damai, dan bersahabat
Namun saat aku tersadar,
Ternyata ini hanya mimpi belaka
Tembus dalam asaku
Sorot matamu yang sebening kaca
Pernah menghiasi hariku
Tampak ukiran senyum di bibirmu
Seakan bagai aliran sungai
Aku masih ingat terasa sejuk itu,
Damai, dan bersahabat
Namun saat aku tersadar,
Ternyata ini hanya mimpi belaka
RINDU
Bukan pada diksi yang sama aku jengah
Tapi pada hati yang sama aku marah
||Alright. I didn't lose him
He was never mine in the first place.
Tapi pada hati yang sama aku marah
||Alright. I didn't lose him
He was never mine in the first place.
Rabu, 09 November 2016
BOM WAKTU
Kupikir aku akan mati oleh ambisiku
Meski bukan dengan cara memberontak sistem semu
Atau dengan mengkambinghitamkan hakikat abdi
Pun juga tidak dengan memasrahkan diri
Aku hampir selalu lupa
Bagaimana menikmati luka tanpa air mata
Menjalani sedih tanpa merintih
Melupakan lelah tanpa menjadi jengah
Mereka bilang aku manusia
Yang selalu bereaksi serupa dengan apa yang diterima
Atau berdiam diri menahan murka
Hingga batas penantian yang jelas kentara
Aku manusia atau bom waktu?
Selasa, 18 Oktober 2016
DIARY
Aku bersyukur, bahwa aku memiliki dirimu
Karib yang takkan pernah bosan menerima kesahku
Kendati diksi yang kuceritakan masih sama
Dia
Inilah anehnya cinta, rindu, sakit, dan bahagia
Seaneh diksi tentang dia yang masih terjaga dalam diskusi
Kusadari sepenuhnya tentang cintaku yang keras kepala
Tentang rindu yang menolak berdamai
Rasa sakit yang nyata
Serta bahagia yang tanpa kompromi
Tapi ini tetap aneh ketika segalanya tak selalu sama
Aku mencintainya
Merindukannya
Merasa sakit karenanya
Juga bahagia untuknya
Sedang untuk dia
Cinta dan rindu dengan indah terpatri
Dia selalu jadi alasanku bahagia
Tapi dia tidak pernah memberiku alasan untuk menjadi tersakiti
Kenangannya, selayaknya oase di padang tandus
Rasanya biarlah dia bukan milikku
Bahkan jika wujudnya pupus
Aroma kehidupannya adalah milikku
Kau karibku
Simpankan ini untuk hidupku
Segala hal yang tersisa dari perjalananku
Pun juga segala rasa yang dicipta untukku
Minggu, 16 Oktober 2016
MASIH TENTANGMU
Berapa lama sudah kau pergi?
Berapa lama sudah malamku berlalu tanpa harapan melihat sinar mentari?
Sangat lama kurasa
Meski sakitnya masih terasa nyata
Seperti itu baru terjadi kemarin
Kemarin yang sangat dekat, Sedekat antara cinta dan sakit yang selalu datang beriringan layaknya pengantin
Aku bilang aku berhenti berharap
Berhenti menghitung langkah ke arahmu
Tapi hatiku tak pernah berhenti meratap
Karena namamu masih nyata terukir dalam syairku
Bagaimana kugubah diksi tentangmu untuk hidupku
Sementara kukenal setiap elemennya dari wujudmu
Apa ada jalan lain menjauhi kenanganmu?
Jika ada, berikan aku satu?
Hanya satu
Lalu takkan ada lagi wujudku
Berapa lama sudah malamku berlalu tanpa harapan melihat sinar mentari?
Sangat lama kurasa
Meski sakitnya masih terasa nyata
Seperti itu baru terjadi kemarin
Kemarin yang sangat dekat, Sedekat antara cinta dan sakit yang selalu datang beriringan layaknya pengantin
Aku bilang aku berhenti berharap
Berhenti menghitung langkah ke arahmu
Tapi hatiku tak pernah berhenti meratap
Karena namamu masih nyata terukir dalam syairku
Bagaimana kugubah diksi tentangmu untuk hidupku
Sementara kukenal setiap elemennya dari wujudmu
Apa ada jalan lain menjauhi kenanganmu?
Jika ada, berikan aku satu?
Hanya satu
Lalu takkan ada lagi wujudku
Minggu, 09 Oktober 2016
MITTI DI KHUSHBOO
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Ambaraan barasya paani
When rain started, water came from the sky
Chaliye chal mudiye sajna
O beloved come turn walk around
Chal mudiye bandeya
Come one oh good man
Chal mudiye USS raah
Oh boy walk on that path
Jitthe vasdi Jitthe vasdi, jitthe vasdi khudaayi
The place where good things happen
The place blessed by nature
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jahan jadd kol si Na qadr Na mol si Chadd aaye apne hi vehde
Did not value the roots and left behind the roots family garden
Mulk paraye ne Gharaan de kiraye ne Ho laye apne si jede
In a foreign land I live alone in a rented home
Ho kallan labhda phiran din raat Labhda phiraan tera saath
I keep wandering searching all alone day and night without your company searching for your company
Saaiyaan Kara de mulaqaat
O nature let me meet her
Jitthe wasdi, jitthe wasdi, jitthe wasdi khudaayizz
Where good deeds happen the place which is blessed by nature
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jadon meri sheher nu Jaande dekhe gair nu
When in my city I saw acquaintance leaving
Jaandiyaan si meri vi sadaavan
I become speechless my voice also left
Baitha kinni door main, hoke majboor main
In my helplessness I am sitting so far
Rabba Teri kidda di sajaavan
O nature why are you punishing me for which mistake
Ik sun le awaaz, ik poori kar de meri aas
Once listen to my voice fulfil my desire, wish
Ik Mann jaa ardaas
Listen once to request of my soul
Otho Na mudd ke, ottho Na mudd ke Ottho Na mudd ke bulaayi
After that I will not turn back and call for your help again
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Jadon ambaraan barasya
When the rain started water starting coming from the sky
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Ambaraan barasya paani
When rain started, water came from the sky
Chaliye chal mudiye sajna
O beloved come turn walk around
Chal mudiye bandeya
Come one oh good man
Chal mudiye USS raah
Oh boy walk on that path
Jitthe vasdi Jitthe vasdi, jitthe vasdi khudaayi
The place where good things happen
The place blessed by nature
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jahan jadd kol si Na qadr Na mol si Chadd aaye apne hi vehde
Did not value the roots and left behind the roots family garden
Mulk paraye ne Gharaan de kiraye ne Ho laye apne si jede
In a foreign land I live alone in a rented home
Ho kallan labhda phiran din raat Labhda phiraan tera saath
I keep wandering searching all alone day and night without your company searching for your company
Saaiyaan Kara de mulaqaat
O nature let me meet her
Jitthe wasdi, jitthe wasdi, jitthe wasdi khudaayizz
Where good deeds happen the place which is blessed by nature
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jadon meri sheher nu Jaande dekhe gair nu
When in my city I saw acquaintance leaving
Jaandiyaan si meri vi sadaavan
I become speechless my voice also left
Baitha kinni door main, hoke majboor main
In my helplessness I am sitting so far
Rabba Teri kidda di sajaavan
O nature why are you punishing me for which mistake
Ik sun le awaaz, ik poori kar de meri aas
Once listen to my voice fulfil my desire, wish
Ik Mann jaa ardaas
Listen once to request of my soul
Otho Na mudd ke, ottho Na mudd ke Ottho Na mudd ke bulaayi
After that I will not turn back and call for your help again
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo
The smell of soil
Mitti di khushboo aayi
I felt got the smell of soil
Jadon ambaraan barasya paani
When the rain started
When the water started to fall from the sky
Jadon ambaraan barasya
When the rain started water starting coming from the sky
Kamis, 06 Oktober 2016
HAMARI ADHURI KAHANI
Paas Aaye… Dooriyaan Phir
Bhi Kam Na Hui
Kau datang mendekatiku... namun tetap ada jarak
Kau datang mendekatiku... namun tetap ada jarak
Ek Adhuri… Si Hamari
Kahani Rahi…
Kisah cinta kita tetap tidak lengkap
Kisah cinta kita tetap tidak lengkap
Aasmaan Ko Zameen, Ye
Zaroori Nahi, Jaa Mile… Jaa Mile…
Ini bukan seperti langit yang selalu harus memenuhi bumi
Ini bukan seperti langit yang selalu harus memenuhi bumi
Ishq Saccha Wahi, Jisko
Milti Nahi Manzilein… Manzilein...
Cinta sejati adalah cinta yang tidak mencapai tujuan
Cinta sejati adalah cinta yang tidak mencapai tujuan
Rang Thhe, Noor Tha, Jab
Kareeb Tu Tha
Ada warna, ada cahaya, bila kau disampingku
Ada warna, ada cahaya, bila kau disampingku
Ek Jannat Sa Tha, Yeh
Jahaan…
Dunia ini bagaikan surga
Dunia ini bagaikan surga
Waqt Ki Ret Pe, Kuch Mere
Naam Sa
Diatas pasir.. terlihat sesuatu seperti namaku
Diatas pasir.. terlihat sesuatu seperti namaku
Likh Ke Chhod Gaya, Tu
Kahaan…
Kau menulisnya lalu menghilang meninggalkanku
Kau menulisnya lalu menghilang meninggalkanku
Hamari Adhuri Kahani… (x4)
Kisah kita belumlah lengkap...
Kisah kita belumlah lengkap...
Khushbuon Se Teri, Yunhi
Takra Gaye…
Aku bertabrakan dengan aromamu tak tahu bagaimana
Chalte Chalte, Dekho Na,
Hum Kahaan Aa Gaye…
Lihatlah sambil berjalan seberapa . jauh aku datang
Lihatlah sambil berjalan seberapa . jauh aku datang
Jannatein Agar Yahin, Tu
Dikhe Kyon Nahin
Jika ini adalah surga, lalu mengapa aku tak menemukanmu
Jika ini adalah surga, lalu mengapa aku tak menemukanmu
Chaand Suraj Sabhi, Hai
Yahaan…
Bulan dan Matahari semua di sini
Bulan dan Matahari semua di sini
Intezaar Tera, Sadiyon Se
Kar Raha
Aku sudah menunggumu sejak puluhan tahun
Aku sudah menunggumu sejak puluhan tahun
Pyaasi Baithi Hai Kab Se
Yahaan…
Hingga aku kehausan disini sejak begitu lama
Hingga aku kehausan disini sejak begitu lama
Hamari Adhuri Kahani… (x4)
Kisah kita belumlah lengkap..
Kisah kita belumlah lengkap..
Pyaas Ka, Ye Safar, Khatam
Ho Jayega…
Untuk memuaskan dahaga pejalanan ini harus berakhir
Untuk memuaskan dahaga pejalanan ini harus berakhir
Kuch Adhura, Sa Jo Tha,
Poora Ho Jayega…
Sesuatu yang belum lengkap harus segera di selesaikan
Sesuatu yang belum lengkap harus segera di selesaikan
Jhuk Gaya Aasmaan, Mill
Gaye Do Jahaan
Langit telah sujud, kedua duniapun telah bertemu
Har Taraf Hai Milan Ka
Samaa…
Di manapun kau melihat, hanya akan ada pertemuan
Di manapun kau melihat, hanya akan ada pertemuan
Doliyan Hain Saji,
Khushbuein Har Kahin
Tandu dihiasi, wewangian tersebar di mana-mana
Tandu dihiasi, wewangian tersebar di mana-mana
Padhne Aaya Khuda, Khud
Yahaan…
Bahkan tuhan sendiri telah datang untuk membaca ini
Bahkan tuhan sendiri telah datang untuk membaca ini
Hamari Adhuri Kahani… (x4)
Kisah kita belumlah lengkap
Kisah kita belumlah lengkap
Langganan:
Postingan (Atom)