DATA DESA
Nama Desa : Desa Tritunggal Kec Babat Kab Lamongan.
Kades : Yacub Sibi
Sekdes : Hilmi Arif Mahyudi
Kaur Umum : Sami’un
Kaur Keuangan : A. Choliq
Kaur Pemerintahan : Anbiya’
Kasi Pemb. Perempuan : Ma’arif
Kasi Transtib :
Muntari
Kasi Kesra : Syuhada’
Desa Tritunggal dibagi menjadi tiga
dusun
·
Dusun Tesan
Kasun Kuswadi.
·
Dusun Beton Kasun Sutiono
·
Dusun Grogol
Kasun Hilmi
Batas admimnistrasi Desa meliputi:
·
Sebelah
Utara : Desa Rawabulu Kec
Sekaran
·
Sebelah
Selatan : Desa Kebonagung Kec Babat
·
Sebelah
Barat : Desa Pucuk Kec Pucuk
·
Sebelah
Timur : Desa Moropelang Kec Babat
Luas wilayah :
3.683 Ha
Jumlah KK : 1800 KK
Jumlah Penduduk : 5000 Jiwa
LEBIH BERDAYA, ANDALKAN INDUSTRI KONVEKSI
Kendati Kecamatan Babat dijuluki sebagai ‘Kota Wingko’ tak berarti semua penduduknya bekerja sebagai pengusaha makanan olahan beras ketan dan kelapa ini. Desa Tritunggal misalnya yang merupakan sentra industri konveksi. Bahkan industri rumah tangga ini telah mengusai pangsa pasar nasional. Seperti apakah keberadaan desa yang terletak di jalan raya Surabaya - Babat tersebut?
‘Selamat datang di desa wisata konveksi Babat Lamongan’. Sebuah spanduk ucapan selamat datang terpampang di depan gapura masuk Desa Tritunggal Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Nampak gambar Bupati Lamongan Fadeli beserta istri menjadi background utamanya.
Saat memasuki wilayah desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Babat ini akan nampak lampu dropbox berbentuk baju ada di hampir setiap rumah. Jika di awal tahun 2013 Menakertrans Muhaimin Iskandar mencanangkan Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember sebagai desa Produktif dengan julukan desa tanpa pengangguran, maka bisa jadi Desa Tritunggal layak dijuluki desa tak pernah mati.
Bagaimana tidak, disepanjang jalan yang dilewati nyaris tak pernah sepi dari suara berbagai macam mesin pembuat kaos yang bekerja. Mesin jahit, mesin obras, mesin pengering, hingga mesin sablon saling sahut-menyahut meramaikan suasana. Kejadian serupa adamdi hampir setiap rumah.
Tak hanya itu, puluhan pekerja pun lalu lalang membuat suasana selalu nampak sangat sibuk. Ada yang sibuk mengobras baju, menyablon kaos dengan berbagai warna dan gambar, menjemur kaos hingga para tenaga borongan yang tengah sibuk melipat kaos dan baju yang telah selesai diproses.
Usaha kecil menengah (UKM) dan Industri Rumah Tangga (IRT) memang menjadi
sentra andalan mata pencaharian masyarakat Desa Tritunggal. Tiga dusun yang ada
di Desa Tritunggal yaitu Dusun
Tesan, Dusun Grogol, dan Dusun Beton, memiliki khas UKM yang berbeda. Prioritas UKM dan IRT tersebut dalam rangka pengembangan usaha perekonomian pedesaan dan optimalisasi tenaga
kerja.
Dusun Tesan yang dipimpin oleh Kepala Dusun Kuswadi mayoritas merupakan
pengusaha potong ayam. Desa Grogol pimpinan Sutiono sendiri merupakan sentra
usaha besi tua. Terakhir sentra industri konveksi di Dusun Beton yang dipimpin
oleh Hilmi. Desa yang juga tempat tinggal Kades Tritunggal Yacub Sibi ini terbilang
yang paling menonjol. Ribuan hasil konveksi pesanan dari berbagai daerah di
Indonesia dihasilkan oleh tangan-tangan terampil Desa Tritunggal.
“Akses pemasaran kita rata-rata
sudah mencapai se-antero Indonesia. Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Sumatera sampai Irian Jaya. Seragam, topi, Job kaos untuk pilgub, semuanya rata-rata hampir se-Indonesia ini dikuasai oleh
industri kaos di Tritunggal ini,” ungkap Yacub Sibi.
Industri kaos dan sablon Desa Tritunggal ini merangkul
sedikitnya 143 home industri dan terbagi dalam tiga
kluster. Kluster
tersebut dibagi berdasarkan banyaknya pekerja dalam industri tersebut. Kluster besar berkapasitaskan pekerja sebanyak 20 – 30 orang, kluster menengah 10-15 orang, sedangkan kluster kecil hanya sekitar
5–10 orang.
Sebagaimana diungkapkan oleh
Yacub saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu, pria yang juga Ketua Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI) Desa Tritunggal ini menjelaskan bahwa usaha yang
memiliki omzet ratusan juta tersebut sedikitnya bisa menghasilkan laba lima
juta perbulannya. Nilai itu relatif kecil dan akan berlipat di masa-masa
pemilu. Baik pemilukada, pileg hingga pilpres.
Besarnya peluang usaha yang
telah digeluti oleh Desa Trirunggal ini pun memunculkan inisiatif untuk
menciptakan trademark atas konveksi hasil produksi masyarakat Desa Tritunggal.
Keinginan tersebut pun ditindaklanjuti oleh Yacub Sibi dengan intens mengadakan
pelatihan untuk semakin meningkatkan kualitas kaos buatan masyarakat Desa
Tritunggal.
“Seperti Dagadu atau Jogger Bali. Kedepan kita ingin seperti
itu,” terang
Suami dari Nurhayati ini.
Hindari Persaingan tak sehat
Dikisahkan Yacub Sibi,
perjalanan industri konveksi di Desa Tritunggal berawal pada kisaran tahun 1985.
Diawali oleh satu dua home industri, lambat laun industri tersebut banyak
ditiru dan akhirnya berkembang menjadi usaha berskala besar, yakni sebagai sentra
industri.
“Karena industri kaos di Tritunggal itu sifatnya
otodidak, sehingga bisa ditiru oleh tetangga-tetangganya. Sehingga saat ini
menjadi sebuah home industri yang
seperti ini dan
akhirnya sentra industri,” ujarnya
Perkembangan demi perkembangan berbuah manis dengan semakin
meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Namun banyaknya pelaku usaha yang
merintis industri dibidang konveksi tak pelak melahirkan sistem persaingan
diantara pengrajin. Mulai dari persaingan pelanggan, pekerja, pemasaran hingga
sistem harga.
Mengantisipasi hal tersebut pemerintah desa dalam hal ini merasa perlu membentuk suatu lembaga yang bisa menaungi para
pelaku dalam sebuah wadah yang sama dan menghindari persaingan tidak sehat yang
berujung pada upaya saling menjatuhkan. Karena pada akhirnya hal tersebut akan
memberikan kerugian di pihak pengrajin sendiri.
APIK (Asosiasi
Pengrajin Industri Konveksi Desa Tritunggal) namanya, sebuah lembaga yang
mempersatukan para pengrajin konveksi di Desa Tritunggal. Keberadaan APIK dalam
rangka untuk meningkatkan kebersamaan dan menekan
agar jangan sampai terjadi persaingan-persaingan
yang tidak sehat. Sekaligus melalui APIK akan diatur sistem harga yang menjadi
kesepakatan bersama.
Karena itu nama Desa
Tritunggal sebagai desa sentra industri
konveksi sudah sangat tidak asing bagi peminat seragam, baik itu
seragam sekolah (formal) maupun seragam non formal. Bahkan Bupati Lamongan Fadeli pun dengan bangga menjuluki Desa Tritunggal sebagai
‘Desa Wisata Konveksi’.
Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kapasitas dan
pelayanan produksi, maka di Desa Tritunggal juga didirikan
ruang pamer (show room) desa wisata konveksi Tritunggal Babat yang juga telah diresmikan Bupati Lamongan Fadeli, pada tanggal
10 Desember 2012.
Gedung ini sengaja dibangun di Desa
Tritunggal karena selama ini Tritunggal dikenal sebagai pusat konveksi di
Lamongan, tepatnya di jalan raya Surabaya - Babat.
“Selama ini dukungan dari
Pemkab Lamongan sangat besar. Tak hanya fasilitas seperti gedung pamer, dalam
hal permodalan kami juga dibantu dengan adanya sertifikasi untuk pinjaman
lunak. Semoga kedepan dari Provinsi ini mungkin kita diberikan bantuan tambahan
mesin,” ujar Yacub setengah berharap lantas tertawa lepas. (hay,uul,eru,yus)
Ogah Jadi Pegawai Negeri
Jika banyak orang yang berlomba-lomba ingin menjadi pegawai negeri
(PNS), fenomena ini tidak akan ditemukan di Desa Tritunggal, atau lebih
tepatnya di Dusun Beton. Bukan tanpa sebab, keberhasilan masyarakat Dusun Beton
dalam usaha konveksi dan sablon, membuat mereka tidak tertarik untuk menjadi
PNS.
“Kalau
kata Pak Kades, sudah bukan maqom-nya, dan memang tidak ada yang mau,”
ujar Aris, salah satu pengusaha konveksi di Dusun Beton berkelakar. “Jadi kades
saja gak ada yang mau,” sahut Yacub.
Di
Dusun Beton, tercatat sekitar 143 home industry yang bergerak dalam
bidang usaha konveksi kaos dan sablon. Dari jumlah tersebut digolongkan menjadi
tiga klaster, klaster kecil, menengah, dan besar.
Salah satunya Aris, pemilik usaha konveksi Star Nine ini
baru memulai usahanya sekitar 10 tahun. Mengaku belajar konveksi secara
otodidak, kini pria bernama lengkap Aris Fianto ini telah mendulang sukses
besar.
Di
tempat usahanya, dia telah memiliki 40 karyawan yang bekerja di gudang, dan 10
karyawan freelance. Dalam sehari, tempat usaha milik Aris bisa
memproduksi 2000-4000 buah kaos. Untuk pemasaran, dirinya sudah tidak menemukan
kesulitan. Jika di awal usahanya dia ‘menjemput bola’, kini hanya by phone,
orderan sudah mengalir deras kepadanya. Berbagai wilayah di Indonesia pun sudah
dirambahnya. Sebut saja Makassar, Jayapura, Atambua, dan banyak daerah lagi di
dalam atau di luar Pulau Jawa. Omset puluhan juta pun berhasil dia raih.
Tidak jauh berbeda dengan Star Nine, CV. Yudeva,
salah satu usaha konveksi kluster besar di Tritunggal ini mengaku bisa meraih
keuntungan kotor hingga Rp300 juta. Bahkan, pendapatan ini bisa melonjak jika musim pemilihan legislatif atau kepala daerah.
Nur
Faizal, pemilik CV. Yudeva mengungkapkan, dengan 30 karyawannya, kini kaos
produksinya telah merambah ke berbagai daerah di dalam dan di luar Jawa, di
antaranya Makassar, Manado, Kalimantan, Ambon, dan Flores. Harga yang dipatok
pun bervariatif, mulai Rp 6.000 hingga Rp 50.000, tergantung model dan kainnya.
Jika pesanan sedang banyak, maka Nur Faizal menggunakan tenaga dari desa
tetangga.
Ternyata,
kesuksesan tidak hanya milik usaha konveksi kluster besar saja. Salah satu
pemilik usaha konveksi kluster sedang, Nazar mengungkapkan bahwa hingga kini
pihaknya telah banyak melayani pesanan dari luar Jawa, khususnya Sulawesi dan
Kalimantan. Dengan empat orang karyawannya, dalam sehari Nazar bisa memproduksi
200-300 buah kaos.
Diprioritaskan Bank
Kesulitan modal yang banyak membelit pengusaha kecil seringkali
menjadi batu sandungan pengusaha untuk berkembang. Namun, hal ini tidak dialami
oleh pengusaha di Desa Tritunggal. Potensi Desa Tritunggal yang dikembangkan
menjadi kawasan sentra industri konveksi yang prospektif membuat bank
memprioritaskan pengusaha di desa ini, hal ini diungkapkan Nazar.
“Kalau
modal, tidak ada masalah. Karena Tritunggal itu selalu diprioritaskan oleh
bank,” ujar Nazar.
Hal
ini lah yang mungkin menjadi sebab menjamurnya usaha konveksi di desa yang
terletak di tepi jalan raya Surabaya-Babat ini. Meski begitu, iklim persaingan
usaha di desa ini terbilang sehat. Kemunculan APIK lah yang mengendalikan laju persaingan antar usaha di desa
ini.
Keberadaan APIK di Tritunggal juga banyak disyukuri oleh Nur
Faizal, pemilik CV. Yudeva. Dengan adanya APIK, persaingan di antara banyaknya
pemilik usaha konveksi menjadi sehat dan lebih terkoordinasi.
“Harga
pun juga lebih terjaga, tidak ada yang banting harga untuk menggaet pelanggan.
Di sini memang banyak UKM, tapi sudah punya pangsa pasar sendiri-sendiri,” ujar
istri dari Teguh Wahyudi ini. (uul,hay,eru,yus)
Biodata Kades:
Nama : Yacub Sibi
TTL :
Lamongan, 21 April 1969
Jabatan : Kades Tritunggal, Babat,
Lamongan
Nama istri : Nur Hayati
Nama anak : 1. Alisa Tri Musyafa’ah
2. Inayah
3. Utari
Pendidikan Terakhir : S1 Hukum Unisda Lamongan
Harapkan Tritunggal Punya Brand
Berbincang
tentang Desa Tritunggal, takkan bisa lepas dari sosok satu ini. Dialah Yacub Sibi, Sang Kepala Desa yang
telah memimpin Desa Tritunggal selama empat tahun belakangan ini. Mengabdi di
desa yang menjadi sentra industri bukanlah tugas yang mudah. Namun Yacub mau mengemban tugas tersebut
demi kemajuan warga desanya. Ditemui usai shalat Jum’at di kediamannya, bapak
tiga anak ini menceritakan perihal industri konveksi yang menjadi potensi
unggulan di desanya.
Bahkan,
untuk melihat lebih dekat usaha yang digeluti mayoritas warganya, dengan sigap
dia juga mengantar wartawan Derap Desa (DD) berkeliling ke rumah-rumah
warganya. Di tengah perbincangan dia sempat mengatakan harapannya ke depan
untuk membuat brand desanya.
“Kalau
selama ini produksi masih di lembaga pendidikan dan pemerintahan, ke depan
rencananya Tritunggal punya merk sendiri yang dipatenkan ke pasar bebas. Ya
contohnya seperti Joger di Bali, Dagadu di Yogyakarta,” terang ayah Alisa Tri Musyafa’ah ini.
Terkait
hal itu, kini pihaknya masih melakukan persiapan, yaitu dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan yang bekerja sama dengan BLK (Balai Latihan Kerja)
kabupaten.
Sebelum
jadi kepala desa, mantan Ketua GP Ansor Kecamatan Babat ini juga menekuni usaha
konveksi di rumahnya sejak tahun 1989, namun karena kesibukan sebagai kepala
desa yang menggunung dia menghentikan sementara usaha tersebut.
Menjadi orang nomor satu di Tritunggal,
diakui pria yang juga menjadi Badan Advokasi GP Ansor Kab. Lamongan ini ada
suka dan dukanya. Di antaranya adalah kebanggaan dan kebahagiannya karena desa
yang dipimpinnya telah dicanangkan Pemerintah Kabupaten Lamongan menjadi desa
wisata belanja desa.
Namun, di sisi lain Yacub
merasa malu ketika ada pejabat baik legislatif dan eksekutif yang berkunjung ke desanya, mengingat kondisi balai
desa yang masih semrawut serta infrastruktur jalan dan selokan yang rusak.
37 tahun Buyut Jadi Kades
Di
Tritunggal, bisa dikatakan jarang ada yang mau menjabat sebagai kepala desa.
Hal ini dikarenakan mereka lebih memilih fokus kepada bisnis dan usaha
konveksi, ataupun bisnis lainnya.
Akan
tetapi, pimpinan tetaplah dibutuhkan dalam suatu masyarakat. Dengan berbekal
keinginan mengabdi kepada tanah kelahiran dan warga desanya, Yacub memberanikan diri macung
menjadi kepala desa. Usut punya usut, ternyata dirinya mempunyai buyut yang
pernah menjadi kepala desa.
“Buyut
saya dulu pernah jadi kades selama 37 tahun. Tapi juga bukan karena itu saya
menjadi kades, hanya kebetulan saja, ” ungkap pria yang berulang tahun tiap 21
April ini. (uul,hay,eru,yus)