Bertutur Lewat Desain
DARI hobi menjadi profesi. Itulah yang dijalani Elok
Rege Napio, desainer kebaya asal Surabaya. Mengusung tema etnik kontemporer, ia
mencoba menggabungkan ketertarikannya pada seni menggambar dengan kemilau pernak-pernik.
Hasilnya, tak hanya kebaya yang anggun, tapi juga seni yang mengandung cerita.
BUAH jatuh tak akan jauh dari pohonnya.
Ungkapan itu memang ada benarnya. Buktinya,
Elok Rege Napio, Kecintaannya pada seni gambar yang diturun dari papanya telah
membawanya bereksplorasi hingga ia mahir mendesain pakaian. Saat daya seni itu
digabungkan dengan indahnya pernak-pernik pada kebaya, lahirnya sentuhan konsep
detail yang unik dan berbeda.
“Sejak kecil
saya suka gambar, komik, dan manga.
Keahlian ini sepertinya menurun dari papa. Beliau sering menggambar sendiri untuk
film-film yang dibuat di percetakannya,” kisah Elok, yang kini tercatat sebagai anggota Asosiasi
Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Jawa Timur ini.
Hanya saja, hobi
turunan itu ternyata tidak dipupuk dan dikembangkan melalui jalur formal. Keinginannya
tidak sejalan sang ayah. Ia pun mengikuti pendidikan umum hingga berlanjut ke Fakultas
Ekonomi Jurusan akuntansi di Unika Widya Kusuma Surabaya.
Namun, lantaran
kecintaannya terhadap dunia seni yang tidak bisa dihilangkan, memasuki semester
dua di jurusan akuntansi, Elok memutuskan untuk mendaftar ke Lembaga Pendidikan Tata Busana (LPTB) Susan
Budihardjo Surabaya. Meski sempat mengalami kerepotan mengatur jadwal kuliah,
Elok akhirnya dapat lulus secara hampir bersamaan pada tahun 2001.
Apakah pendidikan
tata busana memudahkan jalannya menjadi desainer? “Tidak juga. Setelah lulus
saya masih nganggur. Karena jujur saya masih belum pede disebut desainer meskipun saya lulusan Susan Budiarjo. Jadi
saya buka usaha konveksi dan baju anak dulu selama hampir dua tahun,” kisahnya kepada
Puspa saat ditemui di rumah, sekaligus
showroomnya di kawasan Rungkut Asri Barat Surabaya, April lalu.
Usaha yang
dirintisnya bersama sang tante itu pun terpaksa gulung tikar. Penyebab utamanya
karena kurangnya modal. Elok yang juga lulusan terbaik LPTB Susan Budihardjo
tahun 2001 ini pun sadar, untuk konsen di usaha garmen
ia harus memiliki modal yang besar. Sebab, barang dikirim paling cepat baru
akan cair tiga bulan berikutnya. Sementara gaji pegawai, perputaran modal tidak
bisa menunggu. Dalam kondisi menjelang kolaps itulah titik awal Elok mulai merintis
pembuatan baju kebaya.
Tahun 2003, Elok
secara kebetulan mendapat permintaan dari temannya untuk membuatkan sebuah
kebaya pengantin. Berbekal tekad dan kemampuan, Elok pun menciptakan desain
kebaya pengantin lengkap dengan detai-detail hiasannya.
“Saya tidak menyangka,
kebaya hasil rancangan saya mendapat pujian banyak tamu yang hadir. Sejak
itu, marketing dari mulut ke mulut terus berjalan. Bulan
berikutnya, satu per satu orang mulai berdatangan pesan baju hingga sampai saat
ini,” ujar perempuan yang mengaku baru pede
disebut desainer setelah masuk APPMI tahun 2009 ini.
Terhitung
sejak tahun itu, Elok tercatat telah mengikuti sejumlah peragaan busana di kota
Surabaya dan Jakarta. Sebut saja Indonesia Fashion Week, Surabaya Fashion
Parade, Surabaya Moslem Festival, East Java Batik Carnival, Fashion
Tendance, serta berbagai roadshow yang rutin dilakukan hingga hampir lima kali
dalam setahun.
Berdasar
banyaknya jumlah even yang diikuti, puluhan koleksi telah berhasil
dirancangnya. Ia menjelaskan, untuk satu koleksi kebaya yang terdiri 10-15
desain, ia membutuhkan setidaknya tiga bulan pengerjaan. Sedangkan untuk gaun,
yang umumnya memiliki detail yang lebih sederhana dapat diselesaikannya dalam
waktu satu bulan.
Sementara untuk harga, satu desain kebaya
dibandrol harga mulai Rp 6,5 juta untuk ukuran pesta. Kebaya pengantin Rp 15
juta untuk akad nikah atau pemberkatan, dan gaun mulai Rp 3,5 juta.
Seni dan Riset
Cita rasa tinggi
dan eksklusivitas, diwujudkan Elok dalam berbagai desain pakaian yang dibuat. Mengusung
brand “Dola Ap” untuk desain kebaya
dan ‘Elok Re Napio’ untuk gaun, Elok
selalu mengutamakan perpaduan warna yang tegas dan payet untuk memperkuat
detail setiap sisi baju agar berkesan mewah dan elegan.
Mengenai ide,
elok mengaku bisa mendapatkannya dari manapun. Seperti yang baru-baru ini
ditampilkannya dalam kesempatan Indonesia
Fashion Week (IFW) 2015. Elok menampilkan pesona keindahan alam Gunung
Singgalang, Sumatera Barat.
“Saya
belum pernah ke Gunung Singgalang. Jadi saya searching di internet. Nah, darisana saya tahu bahwa yang paling
menarik itu adalah hutan lumutnya. Hiasan berupa lumut
itu saya aplikasikan ke ornamen baju dan aksesorisnya,” tutur alumni S1
Akuntansi Unika Widya Mandala Surabaya tersebut.
Selain
riset mengenai desain, mantan Finalis Lomba
Concourse International Paris Majalah Dewi tahun 2000 ini juga
memperhatikan detail siapa yang akan memakai gaun rancangannnya. Terutama jika
gaun itu merupakan pesanan. Dalam menangani klien, mulai dari pertemuan pertama
untuk konsultasi desain sampai pada fitting terakhir, Elok melakukannya secara
personal.
“Jika datang ke desainer, Anda pasti akan diarahkan.
Tetapi kita juga tetap harus tahu jenis
manakah yang nyaman kita pakai. Sebab jika kita sendiri saja bingung, maka orang lain juga akan bingung,” ujar Elok memberi saran. (ati, via)
Tak Lelah Belajar dan Berinovasi
SEBAGAI seorang
desainer, selain wajib
mengikuti atau mengadakan show sebagai
bentuk pertanggungjawaban profesi, Elok juga dituntut memiliki cerita dari
masing-masing koleksi yang ditampilkan.
“Seorang
desainer tidak hanya harus tahu cara membuat baju bagus, tapi dia juga harus
paham konsep. Ketika kita buat koleksi harus nyambung, antara satu baju dengan
lainnya itu harus punya cerita. Kalau tidak? habis kita dicaci maki sesama
desainer,” tutur ibu satu anak tersebut.
Elok
mengisahkan, pameran pertama yang ia ikuti saat dirinya telah masuk sebagai
anggota APPMI. Pengagum Alexandre Mcqueen, desainer asal Inggris ini pun mengaku,
pameran pertama yang ia ikuti gagal total. Itu karena jarak kelulusan dari
sekolah mode di tahun 2001, kemudian masuk APPMI tahun 2009, Elok mengaku
kelimpungan ketika harus menentukan desain untuk koleksinya.
Belajar
dari pengalaman itulah, perempuan kelahiran 15 November 1978 itu terus berupaya
menggali kemampuannya dalam hal desain. Salah satunya dengan kembali mengikuti
kursus di Arva School Of Fashion Surabaya. Selain itu, ia juga tidak
segan untuk belajar dari desain yang dibuat para desainer besar, seperti halnya
Anne Avantie.
“Saya
sering belajar dari desain orang. Bukan dalam arti menjiplak, tapi sedapat
mungkin dengan melihat desain mereka, desain yang saya buat nantinya bisa hadir
dengan nuansa yang berbeda,” jelas Elok.
Dalam
hal desain kebaya, nama Anne Avantie bisa jadi merupakan magnet tersendiri. Sehingga
ke depan, Elok berharap ada banyak desainer lain yang mencapai sukses serupa.
Untuk itu, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Terutama untuk memberikan
ruang bagi para desainer guna melebarkan sayapnya. (ati,via)
BIODATA
Nama :
Elok Rege Napio
Alamat :
Jl. Rungkut Asri Barat 9 no 12 Surabaya, Jawa Timur
TTL :
Surabaya, 15 November 1978
Anak :
Nathania Caya Dewi
Pendidikan : S1 Akuntansi Unika Widya Mandala
Surabaya
Prestasi :
·
Siswa
terbaik LPTB Susan Budihardjo tahun 2001
·
Finalis
Lomba Rancang gaun pengantin majalah Perkawinan tahun 2011
·
Finalis
Lomba Concourse International Majalah Dewi tahun 2000