Arjuna
: “Baik kereta ataupun kehidupan. Saat ia terperosok ke dalam
lumpur, ia kan membutuhkan orang lain untuk bisa bangkit”
Karna
: “Baik kereta maupun kehidupan, akan terperosok ke dalam lumpur saat beban
yang ditanggungnya terlalu berat”
Arjuna dan Karna yang serupa
dan bersaudara namun tak saling mengenal. Hingga kehidupan membawa satu
diantaranya menjadi perantara kematian bagi yang lain. Kalimat yang akan membuat
terenyuh siapapun untuk kesekian kalinya pada Sang Putra Surya. Disengaja atau
tidak seorang kakak tak akan berpikir menjadi perantara kehancuran bagi
adiknya. Meskipun untuk hidupnya yang jadi taruhan.
Lihatlah Karna, yang meski
tahu muslihat Dewa Indra memintanya melepas Kavaca dan Kundala yang mampu
melindunginya dari kematian, ia tetap melepasnya. Demi apa? Lagi-lagi demi
dharma. Dan apa? Demi cintanya pada sang adik. Karna mungkin tak berdaya untuk
melanggar sumpah setianya pada Duryudhana yang telah memberinya penghargaan
ketika semua orang membuangnya, untuk itulah ia memilih membebaskan diri dengan
kematian. Kematian yang hanya dirasanya pantas ditangan adik ketiganya, Arjuna.
Aku melihatnya, ia
menghadapi kematian di tangan adik tercintanya dengan tersenyum. Entah
bagaimana caranya, tapi Karna, kehidupan, hingga kematiannya menguras energiku.
Barangakali atau bisa jadi aku akan mati seperti Karna. Tapi, putra mana yang
tidak merasa beruntung dijemput dalam pangkuan sang Bunda. Tempat paling damai
di seluruh dunia. Tempat yang selalu dirindukan bahkan dalam mimpi yang tak
bisa lagi dia ingat.
Kalau di pihak Kurawa ada
Karna yang tanpa pamrih, Pandawa punya Abimanyu yang gigih dan tanpa ragu.
Seperti kata Khrisna, tidak ada kebajikan yang tidak bisa ditegakkan. Keduanya,
Karna dan Abimanyu terlahir sebagai sebuah perantara perubahan besar di seluruh
daerah Arya.
Jika saja Karna tak terlahir
dan gejolak hidup membawanya berpihak pada Kurawa, tak akan ada perang besar
Barathayuda. Karena Kurawa takkan pernah memiliki alasan kekuatan untuk
menandingi Pandawa yang berperisaikan Khrisna. Lalu ketidakadailan akan tetap
terselip bahkan dalam selimut sekalipun.
Lalu Abimanyu, jika bukan
ambisi untuk apa lagi dia dilahirkan. Terlahir dari seorang ayah dengan
kesaktian setingkat dewa, seorang ibu keturunan dinasti besar Yadawa, Subadhra,
dan hidup untuk memenuhi sumpah pengabdian pada Ibunda Pancali yang terlahir
dari api pengorbanan. Hidupnya adalah alasan dimana Pandawa akan tetap dikenang
hingga akhir jaman. Seperti yang dijanjikan Khrisna.
Abimanyu
: Aku adalah mata panah ayahku. Aku akan selalu berlumur darah, tapi kejayaan
tetaplah milik ayahku. Aku adalah perisai bagi saudara-saudaraku.