Ketika kita
mendengar Judul RAMAYANA yang terlintas di benak kita adalah kisah tentang
Perjuangan seorang pangeran dari Negara Ayodia, Rama menyelamatkan istrinya
Shinta yang diculik dan hendak di peristri oleh Raja Raksasa Rahwana.
Dalam banyak
pengisahan kerapkali hanya diceritakan hingga epos ke-5 dari keseluruhan 7 epos
Ramayana. Yakni ketika Rama di bantu pasukan kera yang dipimpin Hanoman
mengalahkan pasukan Raksasa yang dipimpin Rahwana. Shinta kembali ke pelukan
Rama, sedangkan Rahwana gugur dalam perang.
Dua epos
selanjutnya sejujurnya tak kalah menarik. Pada epos 6 dan 7 justru menampilkan
cerita yang berbeda dari sebelumnya.
Saat kemudian
Shinta diketahui hamil, Rama murka. Dia menuduh bahwa anak dalam kandungan
Shinta adalah anak Rahwana. Shinta sedih atas tuduhan Rama. Karena kenyataanya
Rahwana takut menyentuh Shinta. Ego Rahwana memaksa untuk memiliki Shinta, tapi
pada akhirnya hatinya menang karena tidak tega menyakiti orang yang dia cintai.
Tak lama
Rama menuntut Shinta untuk membuktikan kesucianya dengan ritual pati obong.
Sebuah ritual melompat kedalam api. Shinta bersedia. Di saksikan Rama, Lesmana
dan puluhan warga Shinta melompat kedalam kobaran api. Setelah api padam,
ternyata Shinta selamat.
Lesmana dan
warga bersorak gembira, tapi tidak dengan Rama. Malam harinya Rama mengajak
Lesmana untuk bicara empat mata. Dia meminta Lesmana membawa Shinta ke tengah
hutan Baratha dan membunuhnya. Lesmana yang tak kuasa menolak pun akhirnya
menyanggupi dengan berat hati.
Alih-alih
membunuh Shinta, Lesmana justru membuatkan sebuah rumah pohon di tengah hutan untuk
Shinta tinggali. Dia menceritakan permintaan Rama kepadanya. Shinta menangis
sejadinya namun berterima kasih pada kebaikan hati Lesmana.
Untuk
mengelabui Rama, Lesmana sengaja berburu rusa dan membawa panah yag telah
berlumuran darah pada Rama. Rama senang, dan beberapa waktu kemudian justru menikah
dengan adik sulung Rahwana, Surpanakha.
Sementara
Shinta, saat tiba waktunya melahirkan ia berjuang melahirkan anaknya tanpa
pertolongan siapapun. Dalam rasa sakit yang hebat dia berusaha meraih-raih
tirai untuk digenggam sambil dia mendorong anaknya keluar. Malang dia meraih
ekor se-ekor ular raksasa. Kaget dan panic, dua anak kembar Shinta lahir, namun
Shinta sendiri tidak selamat.
Dalam
keadaan kritis itu jiwa Rahwana menerobos keluar dari Dhurma (alam setelah
mati) menjemput anak kembar Shinta dan menyerahkan dalam asuhan Valmiki
(seorang sakti, resi, dewa). Dua anak kembar yang akhirnya diberi nama Lava dan
Khusa. Dalam perjalannanya, Rahwana bertutur “Hai Dunia? Sesungguhnya siapa
yang bajingan? Aku atau Rama?”
Ramayana
memang merupakan sebuah karya sastra yang mengagumkan. Betapa dalam tiap
epos-nya mengundang kita untuk berdecak kagum dengan aksi, emosi, dan penokohan
karakternya.
Satu hal, dalam cerita
tersebut tidak ada karakter yang benar-benar baik, dan tidak ada yang
sepenuhnya hitam. Lihatlah Rama, yang heroik tapi tega menyuruh adiknya untuk
membunuh istrinya. Bahkan menikah dengan adik sulung musuh bebuyutanya. Lalu
Lesmana, yang loyal dan setia tapi dalam kebingungannya dia memilih menghianati
raja sekaligus kakaknya. kemudian Shinta, yang setia namun dihatinya diam-diam
mengagumi Rahwana.
Sedang
Rahwana, dia yang sangat Jahat dengan merebut Shinta dari Rama. Namun tetap
mencintai Shinta meskipun dengan cara yang salah. Betapa dia sangat takut untuk
menyakiti orang yang dicintainya.
Sebuah dialog yang agaknya layak menjadi renungan
seperti yang disampaikan Shinta ketika Rama menggugat kesuciannya “Rahwana
cuma sekali menyentuhku, saat ia meculikku. Setelah itu ia tak pernah
menyentuhku lagi. Ia sangat menghargaiku sebagai wanita. Jika kamu cinta
padaku, kamu tidak akan meminta apa-apa padaku. Sekalipun aku sudah tak suci
lagi. Kau inginkan tubuhku yang suci, sedang tubuh itu sendiri tak memiliki
apa-apa, tak tahu apa-apa, dan tak seorang pun di dunia ini yang tubuhnya suci.
Kau menuntut kesempurnaan dariku, sedangkan dirimu sendiri tak sempurna. Justru
Rahwana dengan cintanya telah menunjukkan kebesaran hati sesungguhnya. Meski
nyawanya terbunuh di tanganmu, ketulusan cintanya tak akan terbunuh”.