Perang Hari Ke 15
"Kau hanya perlu berduka untuk kematian satu putramu. aku tidak akan membunuh empat putramu yang lain," Sumpah itu kembali terngiang. Ketika Perang membawaku berhadapan dengan Nakula dan Sadewa. Adik lain ibu yang juga kau besarkan seperti putramu sendiri Ibu Kunti. Tanganku bergetar, meski pedangku tak jatuh. Dan kubiarkan Pedang Sadewa melukai kakiku. Luka kecil, dibanding luka yang ada di hatiku, atau di kehidupanku.
Kami semua yang berada di jalan ketidakbenaran, akan mendapatkan keberuntungan mati setelah bertemu dengan wujud suci Shree Khresna. Hari ini langkah itu diambil Dronacarya dengan senyuman. Selanjutnya bisa jadi adalah giliranku, putramu.
Perang Hari Ke 16
Aku menjadi Panglima Perang Pasukan Kurawa, Ibu. Nakula datang dengan kebencian di matanya. Menghadang jalanku agar tak mendekati Bheema, Kakaknya.
"Pangeran Nakula, Kau jauh lebih muda dariku. Bagi mereka yang lebih muda bukan diberikan kesempatan perang, tapi doa,"
"Doa? Apa doa seperti caramu membunuh Putra Kesayangan, Abimanyu? Bahkan sekalipun kau adalah saudaraku, aku tidak membutuhkan doa darimu. Bagiku kau adalah musuh. Dan menjalin hubungan dengan musuh adalah suatu ketidakbenaran,"
Entah bagaimana caranya, hinaan ini tak lagi menyisakan kebencian. Tapi justru penyesalan dan kesedihan.
"Pangeran Nakula, aku tidak akan memberikan kematian padamu di perang ini. Dan kaupun tidak mebutuhkan doa. Maka cukuplah puas dengan kekalahanmu,"