Napak Tilas Putri Blambangan
Kenyataan
bahwa cerita sejarah tak pernah tunggal merupakan hal yang lumrah. Tapi,
bagaimana jadinya jika seseorang memiliki lokasi pemakaman yang lebih dari satu.
Hal itulah yang diyakini atas keberadaan Makam Dewi Sekardadu, Ibunda Sunan
Giri. Beberapa versi menyebutkan ada sekitar tiga hingga tujuh makam, dimana
dua diantaranya diyakini ada di Kab Sidoarjo. Seperti apakah?
Lokasinya sangat sunyi. Berada di tengah
area tambak yang akan nampak sebagai hamparan tanah gersang saat musim kemarau.
Satu-satunya kebisingan yang terdengar dari tempat itu adalah suara deru
pesawat yang lepas landas. Karena lokasinya memang tepat berada di sisi timur
Bandara Juanda Sidoarjo. Tepatnya di Desa Gebang Kec Sedati Kab Sidoarjo.
Di tempat inilah, diyakini-setidaknya oleh
masyarakat sekitar sebagai makam Dewi Sekardadu. Dengan sebutan lengkap, Buyut
Mas Ajeng Dewi Reni Sekardadu. Seorang Putri dari Kerajaan Blambangan yang juga
merupakan ibunda dari salah seorang penyebar Agama Islam di Jawa, Raden Ainul
Yaqin atau Sunan Giri.
Lokasi lainnya di Kab Sidoarjo yang juga
diyakini sebagai Makam Dewi Sekardadu, dan cukup dikenal adalah makam yang
berada di Dusun Kepetingan Desa Sawohan Kec Buduran. Namun sebagaimana sebuah
legenda, setiap masyarakat di suatu wilayah memiliki keyakinan akan kebenaran
versi ceritanya sendiri, yang telah diwariskan secara turun temurun.
Pada makam yang berada di Desa Gebang, selain
makam Dewi Sekardadu juga terdapat dua makam lain, yaitu makam Mbah Tandur dan
Mbah Sukiyan. Dua tokoh yang diyakini sebagai orang yang telah mbabat alas (Membuka lahan, red) Desa Gebang.
Sekaligus yang berjasa menolong Dewi Sekardadu ketika terdampar di tepi pantai
sebelum kemudian meninggal dan dimakamkan.
“Tempat ini memang tidak banyak orang yang
tahu. Bahkan meskipun saya sudah sering didatangi stasiun TV, sampai Dinas
Purbakala Kab Sidoarjo. Informasi mengenai tempat ini tetap saja sangat jarang
dan hampir tidak ada,” ujar sang Juru Kunci Makam, yang biasa dipanggil Mbah
Kaseran.
Namun terlepas dari ketidakpopuleran lokasi
makam, kunjungan peziarah dari berbagai kota di seluruh Indonesia masih kerap
ada. Khususnya pada hari-hari tertentu, misalnya pada malam Jumat Legi. Berbeda
dengan lokasi makam lainnya, yang memang telah dikenal sebagai destinasi
ziarah. Para peziarah yang datang ke makam ini umumnya mendapat informasi
mengenai keberadaan makam dari para kyai atau ulama dari berbagai daerah.
Sebuah bukti bahwa tidak butuh popularitas bagi suatu tempat untuk dikunjungi.
Karomah si pemilik tempat akan menjadi magnet tersendiri bagi setiap orang yang
berburu berkah sang wali.
Demikian halnya yang diyakini Mbah Kaseran,
serta umumnya masyarakat Desa Gebang akan nilai keramat dari ketiga makam
tersebut. Bahkan, masyarakat disana juga memiliki tradisi menggelar kenduren bersama
di makam setiap kali memiliki hajat tertentu. Selain sebagai wujud syukur atas
limpahan rahmat dari Yang Maha Kuasa, kenduren tersebut juga dimaksudkan
sebagai doa untuk keselamatan sekaligus berbagi dengan sesama. Dimana anak-anak
menjadi bagian penting yang harus hadir setiap kali diadakan kenduren.
“Buyut Reni sangat menyukai anak-anak.
Bahkan diyakini pada waktu-waktu tertentu secara ghoib di tempat ini terlihat anak-anak
tengah bermain,” jelas Mbah Kaseran dengan sebutan khasnya untuk Dewi Sekardadu.
Keistimewaan lainnya, dikisahkan para
tentara yang kerap melakukan latihan terjun payung di sekitar lokasi makam.
Mereka mengakui, bahwa lokasi makam tidak bisa terdeteksi dari atas. Bahkan
lokasi yang notabenenya wilayah pertambakan, jusrtu nampak sebagai hutan
belantara. Termasuk adanya sumur panguripan yang dipercaya berada di sekitar
lokasi makam, dan berkhasiat penyembuhan.
“Menurut cerita tetua dulu memang ada sumur
itu. Cuma apakah sumur yang dimaksud adalah sumur yang ada di sisi timur makam
atau bukan saya sendiri juga tidak yakin. Hanya saja memang sering orang datang
dan minta air dari sumur tersebut,” kisah Mbah Kaseran.
Putri
Blambangan yang Malang
Kisah mengenai Dewi Sekardadu bermula dari
Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, pada masa pemerintahan Prabu Minak Sembayu. Dewi
Sekardadu, Putri Prabu Minak Sembuyu yang cantik jelita menderita penyakit
sangat berat. Segala macam upaya sudah dicoba, tabib-tabib terkenal sudah bekerja,
tapi sia-sia. Raja yang putus asa akhirnya menggelar sayembara. Bahwasannya,
barangsiapa yang bisa menyembuhkan penyakit Dewi Sekardadu, jika perempuan akan
dipersaudarakan dengan sang putri. Sedangkan jika laki-laki akan dinikahkan
dengan Dewi Sekardadu.
Singkat cerita, dari semua orang yang
datang dan mengikuti sayembara, hanya ada satu orang yang terbukti sanggup
menyembuhkan penyakit Dewi Sekardadu. Orang tersebut tidak lain adalah Maulana
Ishaq, putra dari Syekh Jumadil Kubro, ulama asal Samarkand yang tengah
berdakwah di Tanah Jawa.
“Versi lain menyebut bahwa kedatangan
Maulana Ishaq diundang Prabu Minak Sembayu, berdasar wangsit yang diterima dalam
mimpi. Bahwa yang bisa menyembuhkan Dewi Sekardadu hanyalah Maulana Ishaq,
seorang ulama muslim yang kala itu tinggal di Gresik” tutur Mbah Kaseran.
Sebagaimana janji sayembara, lanjut Mbah
Kaseran, Dewi Sekardadu pun dinikahkan dengan Maulana Ishaq. Namun ketegangan mulai
muncul akibat perbedaan keyakinan Maulana Ishaq dengan agama mayoritas yang
dianut di Kerajaan Blambangan. Intrik politik dari orang-orang yang tidak
menyukai kehadiran Maulana Ishaq pun menjadikan perseteruan semakin meruncing.
Sampai akhirnya, Maulana Ishaq memutuskan mengalah dan meninggalkan Kerajaan
Blambangan. Sementara ketika itu, Dewi Sekardadu tengah hamil tua.
Masalah tidak berhenti dengan kepergian
Maulana Ishaq. Saat putra Dewi Sekardadu lahir, petinggi kerajaan yang haus
akan kekuasaan pun menculik bayi tersebut. Sang bayi kemudian ditempatkan di
sebuah peti dan dilarung ke laut. Mengetahui bayinya dibuang ke laut, Dewi
Sekardadu berupaya mengejar peti yang berisikan putranya tersebut.
“Dalam pencariannya inilah beliau singgah
di beberapa tempat termasuk di Dusun Ketingan, Sidoarjo. Disana beliau sempat
melakukan tirakatan. Mungkin itu sebabnya disana juga ada petilasan yang juga
diyakini sebagai makam Dewi Sekardadu,” terang Mbah Kaseran memperkirakan.
Namun kisah Dewi Sekardadu ini punya banyak
versi. Beberapa tempat seperti Gresik dan Lamongan, juga diakui sebagai makam
Dewi Sekardadu. Entah versi mana yang valid. Namun di setiap daerah, keberadaan
makam sang putri telah menciptakan tradisi lokal yang melekat kuat di
masyarakat. Nyadran di Dusun Ketingan, Kenduren di Desa Gebang, dan tradisi
lokal lainnya.
“Versinya banyak, dan kalau ditanya dimana
makamnya yang asli. Setiap orang akan meyakini di tempat merekalah yang asli.
Seperti halnya saya yakin, kalau yang dimakamkan disini adalah Dewi Sekardadu,
Ibu dari Sunan Giri,” terang Mbah Kaseran yakin. (hay)