DESA SUBUR
KAYA POTENSI SUMBER AIR
Apa yang Anda
bayangkan jika berkunjung ke desa bernama Pocong? Sebuah desa seram yang
dipenuhi hantu pocong, kah? Jika benar, maka bersiaplah untuk kecewa. Kenyataannya,
Desa Pocong layaknya The Hidden Paradise. Seperti apakah kondisinya?
Gerimis
perlahan turun. Cuaca cerah berganti mendung. Masih terlihat para petani sibuk
di tengah sawah yang berpetak-petak. Beberapa nampak mengangkut hasil panen di
tepi sawah, ada juga yang mencari rumput untuk ternak. Seakan tak terganggu
dengan rintik gerimis yang membasahi.
Hamparan
tanaman padi, barisan alam yang asri dan sejuk dengan pepohonan menjulang
seolah menyembunyikan perkampungan, adalah pemandangan yang akan menyambut
setiap pengunjung. Seolah berkata ''Selamat Datang di Desa Pocong.''
Maklum,
lebih dari separuh luas Desa Pocong yang mencapai sekitar 20,000 Hektare memang
masih berupa lahan pertanian dan tegalan. Hanya ada sekitar 40% dari luas
keseluruhan desa yang dijadikan wilayah pemukiman. Itu pun masih terpusat di
Dusun Karang Asem. Dusun Karang Guddul dan Karang Anyar masih didominasi lahan
pertanian. Sebab, jumlah penduduknya pun cukup sedikit, sekitar 190 KK atau
1300 jiwa.
Dari
seluruh jumlah tersebut, sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani
dan buruh tani. Sehingga, sektor pertanian menjadi tumpuan utama perekonomian
warga. Daerah persawahan Desa Pocong ini berada di lingkar luar desa.
Mengelilingi daerah perkampungan. Kondisi itu menyebabkan daerah persawahan
terbagi menjadi dua.
Pertama,
persawahan yang dekat dengan sungai dan memiliki akses irigasi lancar di dusun
Karang Guddul dan Karang Anyar. Kedua, persawahan yang jauh dari sungai
sehingga menjadi sawah tadah hujan, seperti di persawahan sebelah timur Karang
Asem. Sebab, sungai dan sumber mata air Desa Pocong berada di sisi selatan dan
barat desa, yakni dari dusun Karang Asem sebelah selatan ke Karang Guddul
mengalir ke arah barat dan berbelok ke utara menuju barat Dusun Karang Anyar.
Untuk
mengatasi ketimpangan sumber air tersebut, Pemerintah Desa Pocong sejak dua
tahun silam telah memberikan bantuan kepada petani berupa pembangunan sumur
bor. Ada lebih dari 20 sumur yang telah dibagun di sawah-sawah yang jauh dari
sumber air. “Dulunya cuma bisa dua kali panen. Mentok sampai tiga saja. Tapi
sekarang, bisa digunakan sepanjang musim,” terang Masduki, Carik Desa Pocong.
Selain
pembangunan sumur bor yang masih akan dilanjutkan, keseriusan pemerintah desa
untuk membantu petani juga terlihat dari pembentukan BUMDes. Melalui BUMDes
pihak desa memberikan fasilitas berupa mesin pompa air dan traktor yang bisa
dipinjam petani. Alat-alat tersebut, bisa digunakan masyarakat dengan biaya Rp
10 ribu sekali pakai.
Selain
sektor pertanian, Desa Pocong juga memiliki potensi lain seperti ukir kayu. Ada
dua jenis ukir kayu yang berkembang, yakni ukir inlay atau teknik ukir dengan cara memasukkan atau menempelkan
kayu-kayu kecil ke kayu yang lebih besar untuk membuat pola. Juga ada ukir kayu
biasa dengan metode mengukir kayu menggunakan alat ukir.
Menurut
Masduki, dulu, ukir kayu dari Desa Pocong sempat menjadi salah satu usaha yang
besar dan cukup terkenal. Terutama di Bali, yang menjadi salah satu konsumen
terbesar. Sayangnya, setelah Bom Bali tahun 1998, banyak konsumen dari Bali
yang menghentikan pesanan sehingga produksinya pun kini menurun.
Melimpah Sumber Air
Potensi
lain yang ada di Desa Pocong adalah alamnya yang kaya. Terutama sumber air.
Setidaknya, ada tujuh titik sumber air besar dan tersebar di wilayah Desa
Pocong. Disamping, sumber-sumber kecil
yang juga masih kerap muncul dan menjadi titik sumber air baru. Keberadaan
sumber-sumber tersebut pun telah dimanfaatkan bukan saja oleh warga desa tetapi
juga pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Salah
satu sumber, yakni Sumber Guddul dijadikan sumber air PDAM Kabupaten Bangkalan.
Air
tersebut kemudian di alirkan ke daerah-daerah sulit air sampai ke Kabupaten
Sampang. Sebagian lagi diproduksi menjadi air minum kemasan. “Desa Pocong ini
memang yang airnya paling melimpah. Desa Pamorah yang berbatasan dengan Pocong
masih sering kekeringan, tetapi di sini, tidak pernah,” jelas Khairul Anwar,
salah satu Guru SDN Pocong asal Sampang yang sudah berdinas sejak tahun 1980an.
Selain
itu, Sumber Potat sejak lebih dari sepuluh tahun digunakan TNI AL untuk
keperluan air bersih ketika berlayar. Lokasi ini sebenarnya menjadi lokasi
terbatas dan hanya orang yang mendapat ijin yang boleh masuk. Tetapi
belakangan, Sumber Potat menjadi salah satu destinasi wisata yang cukup ramai
dikunjungi. "Selain sumber air yang melimpah, disini juga banyak Bhuju'
(Makam keramat, red). Konon, Desa Pocong bisa saja tenggelam karena saking banyak dan besarnya sumber air
kalau saja tidak kuat-kuatnya Karomah Bhuju' Desa," imbuh Khairil Anwar.
Keelokan
alam dan kejernihan sumber-sumber air yang ada di Desa Pocong memang menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Namun, meski sudah banyak dikunjungi
wisatawan, pemerintah desa masih belum memiliki rencana untuk mengelolanya
menjadi wisata. ''Sumber Pocong sudah menjadi wisata yang viral di media sosial. Coba cari tentang Visit Madura Kekinian, disana Sumber Pocong menjadi salah satu
lokasi yang disarankan untuk dikunjungi,” terang Masduki. (tur,hay)
DATA DESA
Nama Desa :
Pocong Kec Tragah Kab Bangkalan
Kepala Desa :
Siti Fadhilah (2016-2022)
Sekretraris Desa :
M. Rusdi
Carik :
Masduki
Kaur
ü Keuangan : Ernawati
ü Umum : Husni Mubarak
ü Perencanaan : Fuadz Hasan Basri
Kasi
ü Kesra : Hasan
ü Pemerintahan : Masduki
ü Pelayanan : Tanti
Nama Dusun
ü Karang Anyar, Kasun : Mustofa
ü Karang Asem, Kasun : Juri
ü Karang Guddul, Kasun : Mu'id
Ketua BPD :
Muhammad Anwar MB
Luas Wilayah :
Jumlah Penduduk :
1300 Jiwa
Jumlah KK :
190 KK
Batas Desa
ü Utara : Desa Pamorah Kec Tragah
ü Timur : Desa Banyubesi Kec Tragah
ü Selatan : Desa Ja'ah Kec Tragah
ü Barat : Desa Pacangan Kec Tragah
Titik Lokasi Sumber Air
ü Karang Anyar :
S.Gantung, S.Potat, S.Kerrek
ü Karang Asem :
S.Payung, S.Brumbung, S.Loncak
ü Karang Guddul : S.Guddul
Makam Keramat (Bhuju')
ü Karang Anyar : Makam Tangghung
ü Karang Asem : M.Kelenang, M.Beher
ü Karang Guddu l :
M.Guddul, M.Bilaporah, M.Langgher, M.Raden Manggul
Dari Mitos Air Penyembuh Hingga Hikayat
Pulau Madura
MENGUNJUNGI Desa Pocong bak membuka lembaran buku sejarah Pulau Madura. Mengapa?
Karena Dari Pocong lah sejarah Ke' Lessap diyakini bermula. Salah seorang tokoh
sejarah yang perjalanannya melahirkan penamaan kabupaten di Tanah Garam
tersebut.
SEJARAH memang tak pernah tunggal. Selalu ada pembanding
atas setiap versi yang muncul. Begitu juga dengan Desa Pocong. Kesan seram dari
penamaan desa di Kecamatan Tragah tersebut pun memunculkan versi cerita yang
tidak kalah mencekam.
Tidak ada
literatur pasti terkait penamaan tersebut. Salah satu versi cerita yang beredar
di masyarakat menceritakan, dahulunya Desa Pocong merupakan wilayah hutan
belantara yang belum banyak dihuni masyarakat. Suatu ketika, saat ada
masyarakat meninggal yang sebagaimana adat istiadat mayatnya pun dipocong (Jasad yang dipakaikan kain kafan) dan
dikebumikan.
Ketika malam
tiba, masyarakat dikejutkan dengan penampakan pocongan yang berjalan kesana
kemari melewati hutan-hutan, semak belukar, dan pemukiman penduduk. Kejadian
tersebut berlangsung hingga 40 hari kematiannya. "Nah, karena setiap kali
ada yang meninggal katanya selalu jadi pocong, akhirnya desa ini diberi nama
Desa Pocong," kisah Masduki yang sejatinya juga tidak sepenuhnya yakin
dengan kevalidan cerita yang berkembang tersebut.
Versi lainnya
yang juga banyak diyakini menjadi cikal bakal penamaan Desa Pocong, ada kaitannya
dengan kebiasaan Orang Madura yang suka mengubah pelafalan kata sesuai logat
lokal. Masyarakat Madura tentu akrab dengan lagu yang dinyanyikan Penyanyi
Madura Khoirul Anwar (Al-Abror) berjudul Reng
Madureh (Orang Madura). Salah satu lirik lagunya berbunyi "Keng sayang
bahasana reng madureh nyamana, bilu' ta' etemmo konco' bungkana" (Hanya sayang bahasa orang Madura, bengkok tak jelas asal mulanya).
"Sebenarnya kata Pocong itu asalnya dari kata Pucang, sejenis pohon pinang. Tapi
pengucapannya berubah mengikuti lidah orang Madura jadi Pocong," ungkap
Dwi Ratno Varianto, yang juga salah seorang guru di SDN Pocong.
Menurut Dwi Ratno yang mendapat cerita dari sesepuh desa ini
menjelaskan, bahwa penamaan Pucang yang beralih menjadi Pocong tersebut,
dikarenakan salah satu titik sumber pertama yang ditemukan, konon muncul dari
bawah Pohon Pucang. Di beberapa daerah, Pohon Pucang memang dipercaya sebagai
salah satu tanaman yang memiliki nilai magis. Sehingga tidak heran ketika
masyarakat memiliki kepercayaan mistis terhadap air yang berasal dari
sumber-sumber yang ada di Desa Pocong.
Salah satu sumber bahkan dipercaya memiliki khasiat penyembuh, yaitu
Sumber Kerrek yang berada di Dusung Karang Anyar. Dikisahkan, dahulu salah
seorang Putri Raja Bangkalan menderita penyakit kulit dan sulit disembuhkan. Suatu
ketika sang raja mendapat wangsit, bahwa penyakit tersebut akan sembuh jika
sang putri mandi di Sumber Air Desa Pocong.
Ajaib, setelah mengikuti saran sang ayah. Tubuh putri yang sebelumnya
dipenuhi dengan penyakit kulit yang mulai mengering, yang dalam Bahasa Madura
disebut Kerrek pun lenyap seketika.
Sumber air tempat sang putri mandi itulah yang kini disebut Sumber Kerrek.
“Selain katanya menyembuhkan, sumber air yang lain juga banyak dipakai dalam
ritual perkawinan sumber oleh warga desa lain yang sumbernya kering. Dengan mencampurkan
air dari sumber asal dan Sumber Pocong,” ungkap Masduki.
Cikal Bakal Tanah Garam
Namun, kendati memiliki versi yang simpang siur terkait asal mula nama
Pocong, literatur sejarah menyepakati satu hal, bahwa penamaan Desa Pocong
sudah ada bahkan sebelum nama-nama kabupaten-kabupaten di Pulau Madura.
Sebagaimana diketahui, Pulau Madura terbagi atas empat kabupaten. Dari ujung
barat ada Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep di ujung Timur.
Penamaan masing-masing kabupaten tersebut konon berawal dari kisah salah
seorang pemuda Desa Pocong yang terkenal, yakni Ke' Lesap.
Ke' Lesap
merupakan tokoh yang terkenal sakti dan tak terkalahkan. Ia merupakan keturunan
Raja Bangkalan, Pangeran Cakraningrat IV (versi lain mengatakan Cakraningrat
III) dari salah seorang selirnya yang berasal dari Desa Pocong dan dikenal nama
Nyi Pocong.
Ke' Lesap
tumbuh dewasa tanpa tahu siapa sebenarnya sang ayah. Hingga suatu ketika sang
ibu menjelaskan asal usulnya dan memberikan barang peninggalan sang ayah
sebelum memutuskan kembali ke kerajaan meninggalkan Nyi Pocong dan Ke' Lesap
yang masih dalam kandungan.
Singkat
cerita, Ke' Lesap sampai di Keraton Bangkalan dan bertemu dengan raja setelah menunjukkan
barang yang diberikan sang ibu. Ia diterima untuk tinggal di istana tapi
sebagai penjaga kuda. Kendati mendapat pengakuan, namun perlakuan berbeda yang
diberikan sang ayah pun mematri kecemburuan di hati Ke' Lesap. Ke' Lesap yang
memang terkenal suka melakukan tirakat, memutuskan untuk bertapa agar
memperoleh kesaktian. Salah satu tempat yang konon pernah ditempati bersemedi
adalah Gunung Geger di Bangkalan.
Dari hasil
pertapaan tersebut, Ke' Lesap mendapat kesaktian sebuah
calok (golok) bernama Kodhi Crancang yang bisa mengamuk dengan
sendirinya tanpa ia kendalikan. Kecemburuan yang dirasakan Ke' Lesap pun
berubah menjadi pemberontakan terhadap ayahnya sendiri. Wilayah yang pertama
kali ditaklukkan adalah kerajaan paling
timur Pulau Madura yang kemudian hari dinamakan Songennep, atau Sumenep. Kata Songennep berasal dari kata Moso (Musuh), Ngenep (Menginap). Sebab dikisahkan, Ke' Lesap sempat menginap di
wilayah tersebut dalam rangka penaklukan.
Setelah Sumenep berhasil ditaklukkan, perjalanan Ke' Lesap dan bala
tentaranya menuju ke barat. Dalam perjalanannya Ke' Lesap sempat mengirim
utusan untuk mengabarkan rencana penaklukan, Dan dalam waktu yang tak lama
daerah tersebut pun takluk dibawah kuasa Ke' Lesap. Pesan peringatan, yang
dalam bahasa Madura disebut Mekasan
pun menjadi cikal bakal nama Pamekasan.
Sedangkan nama Sampang, dinisbatkan pada kata nyimpang yang artinya berjalan menyerong. Dikisahkan wilayah di
timur Bangkalan ini dipimpin Adipati Adikoro IV. Ketika hendak menyerang, Ke'
Lesap dan bala tentaranya sempat mengambil jalan menyerong untuk mengecoh
pasukan sang adipati. Dalam pertempuran yang sengit sang adipati pun gugur dan
sekali lagi, Ke' Lesap mendapat kemenangan.
Menyadari kesaktian dan semakin banyaknya kekuatan yang dihimpun Ke'
Lesap, Raja
Cakraningrat IV pun memiliki siasat untuk melumpuhkan Ke' Lesap. Untuk mengecoh
Ke' Lesap, Raja mengirim pasukan yang berpakaian seperti penabuh gendang dan
para penari yang cantik jelita sembari membawa bendera putih tanda menyerah.
Melihat hal
itu, Ke' Lesap menyangka bahwa Raja Cakraningrat IV telah mengakui kekalahan
dan tunduk padanya. Ia pun menjadi lupa diri dan tidak siaga. Ditengah hiruk
pikuk pesta perayaan kemenangan itulah, pasukan Raja Cakraningrat IV menyerang
Ke' Lesap dan bala tentaranya yang telah lengah dan mabuk berat. Setelah
berhasil dilumpuhkan, Ke' Lesap digiring menemui sang raja. Sesaat ketika
Pangeran Cakraningrat IV hendak menancapkan tombak ke tubuh Ke' Lesap, tubuh
Ke' Lesap muksa (sebagian mengatakan
meninggal setelah tertusuk).
"Raja yang gembira atas
kematian Ke' Lesap pun berseru Bengkah
La'an' yang artinya mati sudah. Sejak hari itulah wilayah ini dikenal
dengan sebutan Bangkalan. Desa tempat Ke' Lesap dilumpuhkan juga disebut Juno',
e Jujjuh Nyuno' atau ditusuk, "
jelas Dwi mengisahkan. (hay, tur)
>>>> Masduki, Carik Desa Pocong
''Saya Carik, Tapi Bukan
Sekdes''
TAK hanya
penamaan Desa Pocong yang mengecoh dengan kesan seramnya. Masduki, sang carik
pun tidak kalah mengecoh. Sebagai salah seorang punggawa desa, pembawaannya
yang sederhana dan ramah khas masyarakat pedesaan pun hampir mengecoh Tim Derap
Desa yang berkunjung ke kediamannya.
Mendapat rekomendasi
langsung dari Klebun (Kepala desa,
red) Pocong, Siti Fadhilah yang baru menjabat pada 14 Desember 2016 lalu.
Masduki yang tak lain adalah kakak kandung dari Masturi, Suami Klebun Siti Fadhilah memang notabene-nya
lebih memahami seluk-beluk desa.
Rekam jejak Masduki sebagai
Carik Desa Pocong dimulai sejak 1994. Sempat vakum pada kisaran 2000-2008,
suami dari Nurhayati tersebut kembali aktif saat sang adik, Masturi, memenangi
pilkades dua periode pada 2009-2016. Dan berlanjut pada masa kepemimpinan Siti
Fadhilah, setelah Masturi memasuki masa akhir jabatan dan diangkat sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Bukan saja karena adanya
hubungan kekerabatan yang menjadikan Masduki dipilih sebagai Carik. Kedekatan
dengan warga serta rekam jejaknya selama mendampingi sang adik pun menjadi
pertimbangan. Bahkan sekalipun secara administratif dirinya bukanlah Sekretaris
Desa (Sekdes) yang diangkat dan digaji pemerintah. “Saya memang Carik, tapi bukan
Sekdes,” ujar Masduki kala menjabarkan tentang susunan pemerintahan desa.
Namun, kenyataan tersebut
tak mengurangi semangat pengabdian Masduki pada tanah kelahirannya. Bagi Masduki,
ada kebanggaan tersendiri kala dirinya bisa melayani kepentingan masyarakat,
berbaur, serta menjadi orang pertama yang memahami kebutuhan masyarakat.
Meskipun, Masduki juga tidak menampik bahwa ada kendala dan masa-masa sulit
yang harus dihadapi. “Setiap pengabdian memang tidaklah mudah dan dibutuhkan
pengorbanan. Tak jarang, kepentingan kita berbenturan dengan kepentingan
masyarakat. Jika sudah begitu, pilihannya adalah berbesar hati untuk
mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujar Masduki bijak.
Disamping itu, dalam catatan
perjalanannya, beberapa pembangunan baik dalam aspek fisik maupun pemberdayaan
masyarakat telah banyak dilakukan. Diantaranya seperti pembuatan sumur pantek
(bor, red) untuk pengairan sawah yang jauh dari sumber air, pengaspalan dan pavingisasi
jalan desa, masjid, serta jembatan desa. Tak ketinggalan juga menggagas kelompok
drum band yang dikelola pemuda karang taruna desa.
Kedepan, pembangunan
infrastruktur dan pemberdayaan bidang pertanian memang masih akan menjadi
prioritas utama. Mengingat, pertanian merupakan sektor utama pendapatan
masyarakat desa. “Kalau untuk potensi wisata, memang belum ada perencanaan.
Tapi kalaupun terealisasi besar kemungkinan kami masih harus menggandeng pihak
ketiga,” ujar pria 46 tahun yang
menggenapkan usia pada 22 Januari tersebut memungkasi. (hay, tur)
BIODATA
Nama :
Masduki
TTL : Bangkalan,
22 Januari 1971
Istri :
Nurhayati
Anak : 4
orang
ü Hafifah
ü Isnaini Fajariyah
ü Lailatul Izzati