Situs
Berburu
Berkah Sang Wali
Hari menjelang senja, ketika tim DD memutuskan berbelok menuju arah Desa
Segoropuro, Kec Rejoso, Kab Pasuruan. Sekitar 10 kilometer arah timur dari
jantung Kota Pasuruan melalui jalur Pasuruan-Surabaya. Dari arah tersebut
sebelah kiri jalan terdapat gapura Desa Kemantren Rejo. Selanjutnya, masuk 2,5
kilometer menuju makam Segoropuro ditandai gapura Desa Segoropuro.
Tujuannya tak lain adalah berziarah ke makam Sayid
Arif bin Abdurrahim, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Segoropuro. Bagi
yang belum pernah ziarah ke Makam Segoropuro, akses menuju lokasi terbilang
mudah. Didukung pula dengan banyaknya penunjuk arah menuju kompleks makam. Wisata
Religi Makam Segoropuro, begitulah bunyi tulisan penunjuk lokasi yang terpampang
di pinggir jalan raya.
Sebuah halaman parkir yang nampak lengang menyambut
DD saat memasuki kompleks makam.
Luasnya area parkir sempat membuat DD
memarkir kendaraan leluasa dan diparkir tepat di depan pintu masuk makam.
Pemandangan lain, yang juga sempat terlihat adalah jajaran toko di sisi timur
yang menjual aneka suvenir, makanan dan minuman.
“Kok sepi?” sebuah pertanyaan tak terucap muncul di
benak kami. Maklum, bagi pengunjung yang berasal dari Surabaya-Sidoarjo mungkin
akan sedikit dibuat heran dengan kondisi makam yang cenderung sunyi. Betapa
tidak, di Surabaya terdapat makam Sunan Ampel yang nyaris tidak pernah sepi
pengunjung maupun pedagang yang memadati area sekeliling makam. Namun, kesan
itu mulai terbantahkan ketika tak lama berselang datang dua rombongan mobil
besar turut memasuki area makam Segoropuro.
“Kalau hari biasa para peziarah datang silih
berganti, Biasanya jumlah pengunjung melonjak saat malam Jumat Legi, peringatan
haul setiap 10 Jumadil Akhir, atau pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir
puasa Ramadhan.,” tutur pria paruh baya yang menyambut DD di pintu masuk.
Beruntung DD datang di hari biasa. Jika tidak,
jangankan bebas menentukan tempat parkir, duduk tenang berdzikir pun mungkin
sulit. Sebab, pada hari-hari tertentu suasana makam yang lengang akan berubah
menjadi lautan manusia yang memadati hampir setiap sudut makam.
Di luar hari-hari khusus, kompleks makam Segoropuro
memang menyajikan suasana yang hening cenderung mistis. Rindangnya pepohonan,
kicauan burung, juga lokasi makam yang agak tinggi atau berbukit menambah kesan
alami. Kendati di area seluas 2.500 meter persegi itu, telah dibangun aneka
bangunan bergaya modern, seperti masjid, tempat wudlu, musala khusus putri, juga
area makam utama dibentuk menjadi bangunan bercungkup.
Tempat menarik lainnya, di sudut kompleks makam
dapat dijumpai sebuah goa, yang konon dipercayai sebagai alternatif tempat
tirakatan bagi yang ingin melakukannya. “Yang datang ke sini bukan cuma mereka
yang ingin berziarah. Ada pula yang melakukan tirakatan atau ritual khusus.
Termasuk mereka yang tengah mencalonkan diri di jabatan-jabatan tertentu,” kata
Abdul Karim, juru kunci makam ditemui di rumahnya yang tak jauh dari kompleks makam.
Abdul Karim juga menjelaskan, peziarah yang datang tak
hanya dari dalam kota, namun juga dari Jember, Banyuwangi, Malang, Sidoarjo,
Surabaya, Jombang, Madura, Solo, bahkan Cirebon. Sesekali, tempat ini juga mendapat
tamu dari luar negeri.
Di kompleks makam Segoropuro terdapat tiga makam utama,
yaitu Sayid Arif Abdurrahim, Sayid Abdurrahman, dan Mbah Kendil Wesi. Ketiga
tokoh tersebut merupakan penggerak syiar Islam di pesisir Jawa, seperti Madura
dan Pasuruan.
Cahaya, Karomah dan Sebutan ‘Mas’
Bercerita mengenai Makam Segoropuro,
dalam hal ini kisah Sayid Arif bin Abdurrahim tidak akan lepas dari kisah beberapa tokoh ulama besar lainnya. Sayid Arif
yang memiliki nama lengkap Sayid Ali Al-arif Basyaiban merupakan putra sulung
dari Sayid Abdurrahman bin Umar Basyaiban asal Yaman.
Ibundanya adalah Ny Syarifah
Khadijah binti Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) atau yang dikenal dengan
sebutan Raden Ayu Bangil. Sayid Arif merupakan kakak kandung dari Sayid
Sulaiman Basyaiban yang dimakamkan di Kanigoro, Kab Jombang. Sementara itu,
keduanya juga merupakan keponakan, murid, sekaligus menantu dari Kyai Sholeh
Semendi bin Syarif Hidayatullah.
Seperti
halnya putra seorang ulama, keduanya mendapat pendidikan agama yang kuat dari
orangtua dan pamannya. Tak hanya itu, ketika masih muda atas perintah sang ayah
keduanya juga sempat menimba ilmu di pesantren Sunan Ampel Surabaya. “Konon,
waktu mondok inilah karomah beliau berdua mulai terlihat. Sampai kemudian
keduanya mendapat sebutan mas (sejenis ‘Gus’),” kata Abdul Karim.
Kisah
itu bermula, ketika salah seorang pengasuh pondok yang tengah berjalan di
sekitar area pesantren mendapati cahaya menyilaukan dari salah satu kamar
santri. Karena kondisi sekitar yang gelap, sang kyai kesulitan mengenali tubuh
dua orang yang ternyata menjadi sumber cahaya tersebut. Sehingga munculah
inisiatif membuat ikatan pada sarung keduanya.
Pagi
harinya, sang kyai menanyakan perihal ikatan yang dibuatnya tersebut. Sampai
akhirnya diketahui bahwa tubuh yang mengeluarkan cahaya emas menyilaukan tersebut
adalah Sayid Arif dan Sayid Sulaiman. Sehingga sang kyai berpesan pada semua
santri agar mulai hari itu, keduanya dipanggil dengan sebutan ‘Mas’.
Kisah
menarik lainnya adalah sekembalinya dua bersaudara tersebut dari pesantren dan menemui
sang ibunda di Cirebon. Selang beberapa waktu, sang ibunda kembali meminta
keduanya menemui pamannya, Kyai Sholeh Semendi di Pasuruan untuk menimba ilmu.
Singkat
cerita, sesampainya di Pasuruan, Kyai Sholeh memberikan perintah yang mustahil
pada keduanya. Membabat hutan dalam waktu sehari. Namun karena kebersihan hati
dan ketawadluan keduanya, perintah tersebut tetap dipatuhi. Dan sungguh luar
biasa, tugas itu berhasil dengan baik kurang dari sehari, dan tanpa berbekal
alat berat apa pun. Selain pisau kecil yang konon diberikan sang bunda sebelum
berangkat.
“Kisah
tentang karomah beliau banyak sekali. Makanya kebiasaan di sini adalah tawassul Alfatihah ditujukan pada Sayid
Arif, Sayid Abdurrahman putra beliau, dan Mbah Kendil Wesi, murid beliau yang
juga punya karomah. Hajat apa pun, pendidikan, pekerjaan, jodoh, keselamatan,
dengan hati bersih dan tulus mohon pada Allah, Insyaallah makbul
(terkabul),” tutur Abdul Karim. (hay, uul,
yus)