Some
Letters For You
2 Oktober
2013
Pukul 23:47
“Ternyata, jujur pada hati pun tak membuatku merelakanmu. Ada perasaan
aneh yang terus saja menggelayut di otakku. Terkadang seperti di ubun-ubun.
Mendidih
rasanya jika ingat aku mengingatmu. Dirimu yang bahkan tak terlalu indah untuk
dikenang”
2 Nopember
2013
Pukul 21:39
“Kau tahu, tadinya tak peduli bisa bertemu denganmu atau tidak. Karena
aku telah memasrahkan taqdir cintaku pada-Nya. Itu jika ini dianggap sebagai
cinta. Yang aku tahu, aku bahagia hanya dengan melihat binar mata apimu.
Tapi pada saat muncul harapan akan hadirmu, aku tak mengelak jika aku
lebih dari berharap melihatmu.
Senyum perahu nagamu itu… indah… ^_^”
Pukul 22:04
“Apa aku bagaikan mengharap bulan ada di pangkuannku dengan
mengharapkanmu?
Aku tetap senang, binar mata api dan senyum perahu nagamu mala mini,
masih indah, seperti dulu . . .”
5 Nopember
2013
Pukul 11:48
“Karena hanya namamu yang tetap berat untuk kulepas dari hatiku”
Yang
Bercahaya!
Pukul 18:28
“Berkecamuk rindu dan rasa takut dalam jiwaku. Mencintaimu hal yang
indah, merindukanmu pemantik semangatku, dan mengenangmu jadi pengisi mimpiku.
Tapi sungguh, kau mendaki terlampau tinggi, juga terbang terlampau
jauh. Sayap patah dan tongkat kecilku tak kuasa mengejarmu.
Dan jikapun kau pilih berhenti sejenak, menuntunku, apa itu pantas?
Rasanya cinta ini seperti ketidaktahudirian. Dan benar, aku lupa siapa diriku.
Masi pantaskah menyimpan cinta ini untukmu?”
6 Nopember
2013
“Jika boleh jujur, kau sepeerti jus jeruk tanpa gula. Sudah pasti
bervitamin. Beruntung jika yang dijadikan jus, jeruk mandarin. Jika jeruk
nipis? Yang ada malah bikin mules.
Seperti itulah, aku bertahan dengan segala kenangan indah itu meski
dengan hati perih. Karena hanya dengan cara ini aku merasa lebih baik.”
8 Nopember
2013
Pukul 4:52
“Aku menanti. Menantikan setiap
momen bersua denganmu. Meski kadang harus berlalu begitu saja. Senyum perahu
naga dan binar mata apimu itu serupa candu. Yang melegakan, namun tak pernah
memuaskan dahagaku.
Selalu rindu momen yang sama Candu.”
Pukul 21:39
Kembali harus kutelan pil pahit atas
rasa rahasiaku. Kembali harus kuyakinkan diriku, masihkah aku benar-benar
menginginkanmu? Kembali harus kupertanyakan sosok sepertimukah yang kudamba?
Bisakah akumenerima kau yang penuh ambisi hingga nyaris lupa diri?
Tuhan, aku masih cinta dia kini,
tapi aku meragu.”
9 Nopember
2013
Pukul 20:04
“Aku mencintaimu, hanya itu
alasanku. Meski harus kutelan kepahitan. Entah kenapa aku tetap bertahan. Cinta
selalu menjadi alasan yang kuat bahkan untuk melakukan hal yang konyol. Itu
yang kupercayai dulu, dan mungkin juga sampai hari ini. Meski semua telah
berubah, mungkin juga dengan cintaku. Semakin dalam atau semakin curam.”
Pukul 00:26
“Hadirmu mengejutkan, manis.
Saat kau pilih duduk disampingku, aku terbuai rasa yang tak terbahasakan.
Bahkan ketika tanganmu merangkul kursi yang kududuki, nyaris jantungku terlepas
dari tempatnya.”
14 Nopember
2013
Pukul 21:39
“Candu, melihat setiap catatan
seperti melihatmu tengah melenggang di hadapanku. Melempar senyum perahu naga
itu, menegerlingkan binar mata apimu, lantas pergi menyisakan beragam rasa dan
tanya.
Dasar kau pria bodoh, rindu ini
seperti parasit. Menjalar ke setiap sudut tanpa bisa kukendalikan”
25 Nopember
2013
Pukul 20:08
“Candu, tiba-tiba merasa bosan
denganmu, atau cinta ini? Bosan mengingatmu yang sama sekali tak pernah
terkenang indah. Bosan mengintaimu dari kejauhan, bahkan dari balik punggungku
sendiri. Seperti pencuri tanpa barang curian. Apa yang akan kucuri? Sementara
mungkin hatimu tak ada di tempatnya”
29 Nopember
2013
Pukul 22:42
“Aku tahu, bahwa rasa ini akan sakit
juga suatu ketika. Tapi perasaan ini indah, aku merasa ini tak lebih buruk ketimbang
kenyataan kekosongan tanpa luka yang lucu ini? Mungkin benar ini konyol, atau
bodoh.”
7 Desember
2013
Pukul 18:15
“Aku seperti si bodoh dengan
khayalan konyol. Masih berpikir jika tiba-tiba namau muncul di layar
handphone-ku sekalipun hanya berisi pesan “Maaf aku sibuk”
19 Desember
2013
Pukul 21:46
“Entahlah, kenapa membenci dan
mencintaimu dalam satu waktu.”
17 Januari
2014
Pukul 19:43
“Kembali kulewati jalan itu.
Jalan yang selalu mengingatkanku pada semua hal tentangmu. Bhakan dalam waktu
yang cukup lama barangkali kan habis waktuku untuk melihat ke arahmu. Sembari
berharap kau melintas dan secara diam-diam kubuntuti langkahmu dengan
pandanganku. Atau kau yang lebih dulu melihat ke arahku dan menyerukan namaku.
Sudah kubayangkan, jantungku kiranya
bisa lepas dari tempatnya karena senang bercampur gugup. Ah, agaknya terlalu
dalam lamunku akanmu. Rasanya berhenti akal sehatku karenanya.”
2 Juni 2014
“Entahlah, kenapa segala hal
tentangmu menjadi indah? Sungguh aku tak ingin melewatkannya barang satu momen
pun.”
You
“Kesinio, ini kita sedang bahas tema
tabloid. 6 orang ini”
Me
“Adik-adik sudah bsan ngobrol dengan Mbaknya. Sekarang saatnya mereka
sharing dengan bapaknya.”
You
“Kesinio kok bawa makanan”.
Me
“Emang aku petugas catering?? Ogah terlanjur pw ogah yang mau turun
tangga.”
You
“Yah…”
Me
“Huuhh ngambek..
Eh iya, kalau gak repot pean aja yang kesini ada titipan. Tadinya aku
minta *** yang ambil tapi dia kuliah.”
You
“Titipan dari siapa dan untuk siapa? Pean kesini sekarang, ini sedang
bahas tema.”
Me
“Buat pean sama ***. Diatasi dewe aja bisa tho.. lagian kalau urusan
teoritis aku angkat tangan. Pean jagonya.”
You
“Lah pean kan bisa menyemangati”
Me
“Udah keseringan. Mereka sudah tidak perlu itu dari aku”
You
“Aku yang perlu kamu
(kau tahu, aku nyaris berteriak histeris. Seketika asupan oksigen di
sekitarku menipis. Hebat! Kau berhasil membuatku mengalah)”
Me
“Perlu dibawakan makanan? Bukan pedagang keliling kang,”
You
“Sinioooo!”
(aku seperti melihat wajahmu yang cemberut lantas menarik tanganku agar
mendekat ke arahmu. Kendati kucoba mengelak kau tak mengalah. Kau selalu
begitu. Selalu tak pernah mau aku menang. Akhirnya, apa kau piker aku bisa
menolak? Bodoh! Tidak bisa)
Hari ini aku merasa tengah engkau manjakan. Tak seperti biasanya,
dimana kau selalu membuatku kesal. Kali ini unyk pertama kalinya aku merasa
senyum perahu naga dan binary mata apimu itu benar-benar kau limpahkan ahnya
untukku.
Apa kau tak lagi takut aku mencurinya??
Aku senang dan juga tersipu saat kau bilang, bahwa semua yang kau
lakukan selama ini adalah karena kau menyayangiku. Aku takkan menuntut sayang
yang seperti apaitu, karena seperti apapun bentuknya aku akan tetap senang.
Tapi kau juga membuatku jengkel saat dengan terang-terangan kau bilang
di depan adik-adik kita ini tak terpisahkan. Tak bisa lepas satu sama lain.
(meski versi kalimatnya terdengar sedikit egois, “Itu sebabnya Mbak Nur ini
tidak pernah bisa lepas dari saya).
Bahagia melihatmu hari ini… ohya juga saat kemarin dengan egois kau
merebut kunci sepeda yang sebenarnya ingin kuberikan pada ***.kau bilang “Sudah
biar aku saja yang mbonceng Nur” sumpah kau buat aku gila dua hari ini.
4 Juni 2014
“Kemarin kita kembali berdebat.
Seperti biasa tentang bagaimana seharusnya kita menjalankan peran kita pada
adik-adik. Kita selalu berseberangan. Meski pada akhirnya kau selalu berhasil
membuatku mengalah. Entahlah, mungkin kau terlahir untuk selalumendominasi,
sangat egois. Tapi aku sedikit lega, karena ternyata masih ada kepedulianmu
pada adik-adik. Tak seperti yang sempat kuragukan.
Apa jika kita ditaqdirkan bersama kelak, kau akan tetap begitu/ selalu
mnedominasi dan mebuatku harus mengalah? Apa aku akan suka?
Candu, kau teramat manis. ^_^”
22 Januari
2014
Pukul 22:07
“Beruntung atau sayang, aku tak
duduk di ujung ruangan itu. Di tempat dimana aku bisa dengan mudah mengintai
jalan tempatmu barangkali melintas.”
31 Januari
2014
Pukul 10:27
“Belum sekalipun aku melihatmu
smenjak aku berpindah ke dekatmu. Mungkin Tuhan menjagamu, menjagaku, atau
menjaga kita berdua. Agar tetap berada dalam rindu yang indah ini, atau dijaga
untuk salaing melupakan. Entahlah!”
9 Februari
2014
Pukul 22:12
“Aku sadar hatiku terus saja
berbohong. Aku mungkin mnecintainya, tapi kutampakkan benci. Aku merindukannya,
tapi kutunjukkanrasa tak peduli, aku mengharapkannya tapi kuacuhkan dia. Aku
ingin dia da tapi aku terus berupaya membuangnya.
Mungkin karena itu aku terbelenggu oleh rasa ketidakpastian hatiku
sendiri. Aku tak bisa menemukan belenggu seerat ikatanmu. Sehingga aku tak
mampu berpaling. Hingga aku memilih menutup mata. Berharap dengan cara ini aku
bisa mendengar kata hati yang konon tidak pernah berbohong.
Tapi bahkan dalam pejam mataku sorot cintamu masih terlampau tajam dank
au selalu nampak berbeda. Aku ingin hening agar dapat kubicara pada hatiku.
Mengapa dilemma ini membelitku? Mengapa jalan ini serasa tanpa ujung? Mengapa
di setiap tikungannya aku melihatmu? Dari kejauhan, sedang kau tak memalingkan
muka sedikitpun.
Mengapa hatiku menolak melepasmu? Sementara tak sekalipun tangan
tergenggam olehmu. Mengapa langkahku terhenti pada tempat yang sama, padamu?
Sementara aku masih terlampau takut menyapamu.”
11 Februari
2014
“Aku melihatmu, pertama kali sejak aku pindah ke dekatmu. Aku merasa
begitu senangnya. Meski kau bahkan tak mengenaliku. Padahal aku berada tepat di
depanmu. Tapi ya sudahlah, yang penting melihatmu. Untuk sekarang itu cukup.”
21 Februari
2014
Pukul 21:15
“Ini gila, aku tahu itu. Tapi
dengar, aku belum menemukan alasan untuk melepasnya. Mungkin bukan saja gila
aku uga bodoh. Mana ada orang yang memilih menghindar dari hal yang diharapnya.”
23 Februari
2014
Pukul 14:08
“Kapankah kan Kau cukupkan rasa
ini Gusti? Sungguh ahmba seperti musafir yang tersesat, pertapa yang lupa lafal
mantranya, pun sperti air yang hilang tempat bermuara.”
21 Maret
2014
Pukul 20:39
“Jantungku berdegub tiba-tiba.
Beruntung tak terlalu eras sehingga hanya aku yang mendengarnya. Saat Maskur
bilang kau mencariku. Meski aku sadar kau tak akan menyebut namaku. Tapi
entahlah, aku berkhayal itu tanda kau merindukanku. Seperti rinduku yang tengah
berkarang dan membatu.”
28 Maret
2014
Pukul 22:44
“Mendengar lagi suaramu setelah
begitulama. Kau tahu? Otakku berhenti bekerja seketika dan aku mulai bertindak
konyol. Tadinya aku ingin arah, saat kau buat aku menunggu begitu lama tanpa
kepastian. Tapi benci ini tak sedalam rinduku. Sungguh kau menjadi penyakit bagi
hati dan otakku yang tak bisa lepas mengenangmu.”
22 April 2014
Pukul 00:19
“Karena kau seperti candu. Aku sadar
mengingatmu hanya akan merusakku. Tapi aku tak sanggup menghindar.”
27 April 2014
“Aku berkhayal inilah caramu membuatku agar ada buatmu. Khayalan yang
indah ya? Seindah mata telagamu sore ini.”
7 Juli 2014
“Ada yang datang Candu. Dia juga
konyol sepertimu. Hanya saja dia jauh lebih terbuka disbanding kau. Apa yang
harus kulakuakn? Apa kuterima saja dia di hidupku? Bagaimana dengan hatiku? Kau
masih mengikatnya hingga kini. Lalu aku bisa apa?
Lelah Candu!”
***
“Candu, kau suka lihat Mahabharta?
Iya. Serial India yang sedang booming. Genre yang sama-sama kita suka. Tiba-tba
aku benci Khrisna, muak dengan Pandawa, geli dengan Draupadi, Kunti, dan banyak
lagi tokoh baiknya. Aku justru jatuh hati pada Karna. Sekutu Duryudana,
kesatria terbuang yang sebenarnya sulung para Pandawa yang sombong itu.
Karna selalu diposisikan di tempat yang salah. Menjadi kambing hitam
dari superioritas para kesatria. Tapi di akhir cerita, ia tetap dipaksa
menjalankan dharma sebagai kesatria? Tidak adil.”
***
“Candu, umi hamil. Harusnya dia
bahagia tapi umi justru sedih dan itu menyakiti perasaanku. Rasanya aku tak
pernah berhasil membuat umi terbebas dari beban memikirkanku. Aku nyaris putus
asa Candu.
Candu, datanglah untukku. Aku ingin
mendengar suaramu. Aku lelah berpura-pura kuat. Aku butuh kau sekarang. Bahkan
sekalipun kau dating hanya untuk memarahi kebodohanku ini”.
17 Juli
2014
“Candu, boleh aku bicara?
Kemarin aku berdoa agar bisa segera dipertemukan dengan jiwa yang ditaqdirkan untukku.
Meski hingga kini kau yang kuinginai aku tetap tidak mau mendikte Tuhan. Jika
memang ada yang lebih baik menurut-Nya aku akan terima jika itu bukan kau. Tapi
ya sudahlah, jangan pikirkan itu sekarang. Hari ini aku masih memilihmu dengan
sepenuh hatiku. Meski hal itu juga kau belum tentu tahu.
Aku ingin bercerita, masih tentang Arjuna, kesatria penengah Pandawa
yang berjuluk lelananging jagad, kuat, penuh dedikasi dan tentu saja
kesayangan semua orang. tapi rasanya aku takut jika kau seperti dia, karena aku
akan sangat sulit menggapaimu jika kau berdiri terlampa tinggi.
Aku juga sejenak kagum pada tokoh Karna. Buikan orangnya tapi perannya,
catet!. Dia tak pernah hidup bergantung pada kasta yang melahirkannya. Dia
diakui dunia karena perjuangannya walau untuk itu nyawa taruhannya. Dunia
memandangnya salah, bagiku dia hanya berada di tempat, dan kondisi yang tidak
tepat. Pun begitu aku tetap tidak ingin kau seperi dia. Mana bisa aku melihatmu
di lading berlumpur sementara aku ingin kau bertahta di hatiku.
Lalu Khrisna, jelmaan Wisnu. Dewa parlente itu sekilas nampak
sepertimu. Banyak berspekulasi dan sangat sulit dipahami. Jangan jadi terlalu
mirip dengan dia ya? Aku bisa mati berdiri karena lelah memahamimu.
Lalu Shiva. Di sangat penyayang tapi teramat lugu. Tahu banyak hal tapi
sangat pendiam. Penuh misteri. Mirip kau kalau sedang marah. Kalau kau sperti
dia, maka nasibku juga akan seperti Sati, kau akan lelah meladeni aku yang
bandel.
Ah… aku lelah. Karena itu jangan jadi siapapun. Jadilah kau candu yang
manis, menjengkelkan tapi selalu kurindukan. Penuh amarah tapi sangat
penyayang.
Love you Candu.”
2 Agustus
2014
“Candu, kau tahu cinta ini rahasia.
Aku tidak pernah punya keberanian untuk mengatakannya padamu. Dan barangkali
jika kita tak ditaqdirkan bersama, cinta ini akan terkubur sebagai rahasia
hidupku.
Hari ini aku mendengar kabar pernikahanmu. Aku terkejut, tapi aku tidak
menangis. Barangkali aku lupa bagaimana cara menghadapi kesedihan atau
sebenarnya ini bukan kesedihan. Hanya kemalanganku karena harus menelan pil
pahit dari cinta rahasiaku.
Tadinya aku ingin tidak percaya, tapi apa gunanya? Barangkali aku
memang tidak pernah ada di hatimu. Seperti pertapa yang hanya mengingat lapal
manteranya aku masih berharap agar dipertemukan dengan Candu, meski itu bukan
dirimu.”
4 Agustus
2014
“Tadinya aku pikir aku tidak akan
menangis. Aku piker aku telah lupa cara menghadapi kesedihan. Ternyata tidak,
duniaku seperti terbalik, aku kalah, dan aku menangis. Hidup ini lucu jika
tidak boleh kubilang tidak adil saat ini.
Tapi hidup tetap harus dijalani kan Candu, aku pasti bisa melewati ini
semua. Meski kali ini tanpa sayap. Keduanya telah patah. Dan biarlah kini
kujalani hidupku layaknya manusia biasa engan segala ketidaksempurnaannya. Tapi
aku akan punya mimpi lagi.
Mimpi tentangmu telah usai. Selamat tinggal Candu. Semoga kita tak
perlu bertemu lagi. Aku tidak membencimu, aku anya bermimpi semua akan kembali
normal.
Duniaku selalu dimulai dengan luka. Tapi akan kujalani dengan manis dan
akan berakhir dengan indah. Kisahmu menggores luka kecil yang dalam, Tapi itu
akan sembuh. Aku akan mulai hidup baruku. Tapi maaf jika sebelumnya harus
kubuang semua tentangmu, atau berhubungan denganmu. Karena aku tidak sekuat itu
jika harus terus terluka karenamu. Aku hanya manusia dengan segenap
ketidaksempurnaan wujudnya. Tapi akan kusempurnakan kejadianku ini. Aku janji”